SEMARANG (SUARABARU.ID)– Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mendorong perguruan tinggi dan sektor lainnya, untuk bahu-membahu mengedukasi terkait pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan. Di antaranya, terkait over fishing atau penangkapan ikan berlebihan, dan juga adanya potensi bencana di pesisir Selatan dan Utara Jawa.
”Jadi kita bicara society 5.0 untuk wilayah pesisir, dan bagaimana resilient atau ketahanan wilayah itu, sehingga kalau kita bicara mitigasi kebencanaan dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan, maka seminar ini menjadi penting,” kata Ganjar, usai acara Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia, dan Seminar Nasional di Universitas Diponegoro, Semarang, Selasa (20/9/2022).
Ditambahkan dia, perguruan tinggi kemudian harus mendorong anggotanya dari Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan, untuk ikut peduli dan memikirkan solusinya.
BACA JUGA: KPU Undang Parpol Terkait Masa Perbaikan Keanggotaan
Ganjar juga memberikan gambaran, wilayah pesisir Pulau Jawa, baik Pantai Selatan (Pansela) maupun Utara (Pantura), memiliki potensi yang berbeda. Misalnya di wilayah Selatan, memiliki potensi kebencanaan yang cukup tinggi terkait megathrust. Bahkan sudah ada penelitian terkait potensi megathrust itu dari perguruan tinggi.
”Maka bagaimana membangun wilayah pesisir dan kelautan di Selatan, yang kita betul-betul paham di situ ada potensi bencana. Sehingga kita bisa mengantisipasinya,” jelasnya.
Berbeda dengan wilayah Pantura, persoalan yang dihadapi lebih kompleks lagi. Selain soal over fishing seperti yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, juga ada potensi kebencanaan seperti land subsiden atau penurunan tanah.
BACA JUGA: Kemenkumham Jateng Gelar Wawancara Seleksi Pengisian Jabatan Administrasi
”Di Pantura ada over fishing. Tadi Pak Menteri Trenggono sudah menyampaikan gambar dengan citra satelit, yang kapalnya penuh di Laut Jawa. Maka model seperti ini harus ada penataan. Tadi kementerian sudah akan melakukan penataan. Ini untuk over fishing-nya,” ungkap Ganjar.
Sementara terkait pengelolaan di coastal area, dibutuhkan penanganan yang menyeluruh, karena potensi land subsiden-nya cukup tinggi di wilayah Utara. Beberapa hal sudah dilakukan, terkait civil work, seperti membuat tanggul laut.
Tetapi juga perlu dilakukan lagi edukasi kepada masyarakat dan pengelola perumahan rakyat. Jika kondisi semakin parah, bukan tidak mungkin harus diambil langkah tegas, dengan pemindahan pemukiman ke tempat yang lebih baik.
BACA JUGA: FKPPI Wonosobo Bentangkan Bendera Merah Putih di Puncak Dieng
”Di coastal area-nya itu ada potensi land subsiden atau penurunan tanah, yang terkenalnya dengan rob. Maka kenapa civil work-nya musti kita kerjakan, seperti membuat tanggul. Tetapi edukasinya juga harus kita lakukan,” imbuh Ganjar.
Menurutnya, ini butuh multi sektor untuk melakukan hal itu. Seminar ini menjadi penting, kalau kemudian kita mau bermigrasi dengan kondisi perubahan eksternal yang demikian dahsyat. Maka pembangunan yang land base oriented, menjadi ocean base oriented atau maritim base oriented.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, ada lima kebijakan yang menjadi fokus dalam pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan. Pertama, terkait perluasan konservasi laut, sehingga mampu mencapai target 30 persen produk kelautan pada tahun 2050.
BACA JUGA: Bupati Hartopo Akan Beri Sanksi ASN yang Tidak Netral dalam Pemilu
Kedua, penangkapan ikan secara terukur, agar populasi ikan terjaga dan tidak over fishing. Ketiga, peningkatan budidaya untuk menciptakan produk perikanan yang menjadi andalan negara.
”Keempat, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil karena serangannya adalah pragmatisme ekonomi. Maka harus dicegah. Kalau pesisirnya rusak, maka laut juga tidak sehat, dan lebih mudah kena bencana. Kelima, bulan cinta laut yaitu, dalam setahun ada satu bulan nelayan yang diminta tidak menangkap ikan, tetapi membersihkan sampah di laut, dan kami berikan kompensasi,” tutur Sakti Wahyu.
Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga terus melakukan patroli, sebagai pencegahan pencurian ikan di perairan Indonesia. Paling rawan adalah daerah Natuna Utara, dan perbatasan dengan Filipina. Tahun ini cuma lima kapal yang ditangkap, lebih kecil dari masa lalu.
”Kapal ini diserahkan ke kejaksaan, dan nanti akan kami minta agar diserahkan kepada nelayan, untuk kepentingan produksi. Jadi lebih bermanfaat,” ujarnya.
Riyan