SEMARANG (SUARABARU.ID) – Aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Jawa Tengah menggelar aksi unjuk rasa di depan gerbang Gedung Berlian DPRD Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang, Selasa (20/9/2022) siang.
Massa yang berjumlah puluhan tersebut melakukan demonstrasi sambil berorasi menyampaikan empat tuntutan kepada para wakil rakyat terkait perubahan yang harus dilakukan di Indonesia saat ini.
Taufik selaku koordinator aksi dalam orasinya menyampaikan empat tuntutan, yaitu penolakan kenaikan harga BBM, pemberantasan mafia migas, penuntasan kasus pelanggaran HAM, dan penundaan pengesahan RKUHP serta revisi pasal bermasalah.
“Jawa Tengah
Bukan yang pertama kali, dan sudah sekian kalinya pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo mengambil berbagai kebijakan buruk yang tidak memihak rakyat,” katanya.
Dirinya menjelaskan, di saat rakyat miskin kota, buruh, petani dan nelayan tengah berupaya untuk bangkit berdiri pasca pandemi covid-19, pemerintah justru mencekik leher rakyat dengan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Berbagai alasan irasional dan narasi pembodohan publik dijadikan legitimator atas keputusan menaikan harga BBM. Pembodohan yang pertama adalah terkait angka subsidi BBM yang sudah mencapai 502 triliun. Padahal faktanya adalah, angka 502 triliun tersebut bukan hanya subsidi untuk BBM, melainkan untuk seluruh subsidi energi.
Kemudian, narasi yang secara eksplisit disampaikan bahwa subsidi BBM sebagai beban anggaran negara adalah bentuk penghianatan terhadap rakyat, karena sejatinya, APBN memang dialokasikan untuk rakyat.
Lalu, Taufik menjelaskan, jika melihat komparasinya, di saat yang bersamaan anggaran negara ratusan triliun dianggarkan untuk proyek IKN dan kereta cepat. Jika melihat skala peruntukanya, disaat yang sulit pasca pandemi, rakyat lebih membutuhkan energi bahan bakar yang terjangkau daripada dua proyek tersebut.
“Oleh karena itu, ketika pemerintah lebih memprioritaskan APBN untuk membiayai IKN dan kereta cepat daripada subsidi BBM, sama artinya pemerintah belum menempatkan kebutuhan rakyat sebagai prioritas dalam pengalokasian anggaran negara,” katanya.
Terkait penolakan pengesahan RKUHP, Taufik dalam orasinya menjelaskan, semangat anti kolonialisasi dalam RKHUP tidak tercermin dalam pasal-pasal yang terkandung di dalamnya.
Masih banyak pasal yang identik dengan watak penjajah yang termanifestasi dalam bentuk pembatasan kebebasan bersuara di dalam negara demokrasi dan sederet penyimpangan lainya.
“Dalam penyusunannya, RKUHP belum melibatkan partisipasi masyarakat luas secara subtantif dan bermakna. Sebagai undang-undang yang mengatur hidup masyarakat secara keseluruhan, maka adalah sebuah kewajiban untuk melibatkan masyarakat luas dalam penyusunan RKUHP sebagai objek peraturan perundang-undangan,” katanya.
Muhaimin