blank
Pedri dan Robert Lewandowski. Foto: barca

blankOleh: Amir Machmud NS

// kau lihatlah, langit Camp Nou kembali ingar bingar/ para penyihir berpesta/ unjuk kesaktian dan kegembiraan/ serasa mengapungkan aura harapan…//
(Sajak “Para Penyihir”, 2022)

PADA era manakah langit Barcelona dipenuhi para “penyihir” dengan aura magis yang memayungi Stadion Camp Nou?

Pastilah tak mungkin tidak menyebut periode panjang Lionel Messi sebagai “Harry Potter-nya Barca”. Dan, dia memang pantas diposisikan sebagai tokoh utama dalam tiga periode magika Blaugrana.

Periode pertama, ketika dia mulai dipercaya oleh coach Frank Rijkaard pada 2006, dilanjutkan pada masa-masa puncak kejayaan di bawah Pep Guardiola.

“Penyihir mungil” itu dikelilingi “dukun-dukun nan memesona”: Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Sergio Busquets, Dani Alves, juga Carlea Puyol.

Era kedua, di bawah arsitek Luis Enrique, Messi berkolaborasi dengan Neymar Junior dan Luis Suarez membentuk Trio MNS yang dahsyat dan menakutkan.

Pada era ketiga, La Pulga menjadi pemimpin utama untuk para calon penyihir seperti Pedri Gonzales, Gavi, dan Ansu Fati. Dan, itulah periode penutup Leo Messi di Camp Nou, bersama pelatih Ronald Koeman.

Barca tidak lantas kering “pesulap sakti” sepeninggal Messi yang hijrah ke Paris St Germain. Di bawah kepemimpinan Xavi, kini muncul sederet “penyihir” yang siap menebar magi.

Dari Robert Lewandowski, Rafinha, Ousmane Dembele, Fati, Pedri, dan Gavi. Aksi-aksi mereka saat menghumbalangkan Real Valladolid di La Liga, pekan kemarin jelas menebar ancaman bagi klub mana pun.

Para “penyihir” itu tak hanya mencetak gol. Proses dan caranya memperlihatkan hal “yang berbeda”. Aksi-aksi yang lebih bernilai atraksi, dan gol-gol yang bermakna seni.

Tiki-Taka Kembali?
Apakah atraktivitas itu identik dengan kembalinya permainan tiki-taka yang khas Barcelona?

Pertanyaan itu menjadi ungkapan wajar, mengingat Barca kini berada di tangan eks pelaku utama possession football yang rancak elok pada masanya.

Saya tidak serta merta memaknainya sebagai pemulihan taktik permainan yang diadopsi oleh Vicente del Bosque ke tim nasional Spanyol di Piala Dunia 2010 itu. Aksen arsitektural Xavi sejauh ini adalah attacking football Barca, dan psikologi pemulihan konfidensi tradisi klub besar Eropa.

Untuk menemukan kembali tiki-taka, butuh syarat lebih dari sekadar permainan menyerang. Pun, konsekuensi antitesis terhadap tesis sepak bola indah telah menyebabkan baik Barca maupun timnas Spanyol terlihat tidak “sesakti” seperti sebelum ini.

Masih Anda ingatkah bagaimana kreativitas Luis Enrique? Ketika menukangi Pasukan Camp Nou pada 2013-2017, ia memodifikasi tiki-taka dengan “menyelipkan” direct passing. Ini menjadi bagian dari jawaban, bahwa dibutuhkan inovasi ketika taktik pressing-posesif itu sudah banyak terbaca dan ditemukan celahnya.

Maka, selain menanti ikhtiar Xavi memulihkan tradisi kejayaan, akan kita lihat apakah tiki-taka bisa dihadirkan kembali; mungkin dengan bentuk yang sudah termodifikasi.

Bahwa Xavi mampu menerapkannya secara atraktif untuk permainan Al Sadd di Liga Qatar, atau Steven Gerrard yang mengadopsinya untuk Glasgow Rangers di Liga Skotlandia, tentu merupakan hal lain dalam atmosfer yang tidak sama.

Kegembiraan Sepak Bola
Yang terasa sekarang, para pemain Barca menemukan kembali kegembiraannya. Dembele, misalnya. Pemain asal Prancis yang sempat melempem dalam era sejumlah pelatih dan punya problem disiplin itu bahkan nyaris dijual. Nyatanya, kini ia bermain begitu ceria, bahkan sering memamerkan “skill dewa”.

Ia menjadi satu di antara para “penyihir”, seperti Lewandowski, Rafinha, Frenkie de Jong, Adama Traore, hingga para calon “Harry Potter” masa depan Barca: Ansu Fati, Sergi Roberto, Pedri, dan Gavi.

Persaingan juara di La Liga serasa menyala. Real Madrid dan Atletico menemukan kembali rival yang setidak-tidaknya dalam lima musim terakhir sibuk mencari bentuk.

Simaklah kegairahan La Liga. Tak ada Messi, muncul sederet “orang sakti” yang bermain menghibur, dan pastinya memperlihatkan aura kegembiraan sepak bola.

Boleh jadi, diwarnai pula dengan tiki-taka yang bersalin rupa…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah