blank
Kylian Mbappe, Lionel Messi dan Neymar. Foto: olympics.com

blankOleh: Amir Machmud NS

// betapa kasihan dia yang tak paham/ tentang sindrom kebesaran/ dia rasa dia raja/ dia rasa paling perkasa/ betapa mengibakan/ dia bersombong sendirian/ di luas lapangan…//
(Sajak “Sindrom Bintang”, 2022)

SYAHDAN, sebuah kerajaan bernama Paris St Germain…

Negeri itu dipimpin seorang raja. Lionel Messi namanya, dengan Mahapatih bernama Neymar Junior. Sang Putra Mahkota, Kylian Mbappe banyak berinisiatif mengambil peran operasional pemerintahan.

Sebagai calon raja yang digadang-gadang meneruskan Sang Maharaja, Pangeran Mbappe sering tidak bisa mengendapkan ambisinya. Seakan-akan mencegah Raja dan Mahapatih memperlihatkan karisma. Dia mendikte rakyat agar lebih mendengar apa pun yang dia titahkan.

Raja Leo Messi mahfum, namun tetap berusaha melayani Putra Mahkota. Wibawanya tak sedikit pun tergoyahkan.

Demikian pula, Patih Neymar cukup sabar meladeni, meskipun sebenarnya dia pun berkarakter temperamental. Faktanya, kemampuan olah teknis Mahapatih tak di bawah Sang Pangeran. Dan, itulah yang menciptakan kesan, Kerajaan Les Parisien punya tiga matahari.

Belakangan, luap ambisi Putra Mahkota Mbappe banyak disorot. Ketika untuk kali kesekian berusaha mereduksi peran Mahapatih Neymar dan Maharaja Leo Messi, seorang penggawa kerajaan, Sergio Ramos terang-terangan unjuk perlawanan.

Diam-diam, Pangeran pun mulai tidak disukai para prajurit kerajaan. Sikap “kenegarawanan” Messi dan Neymar tampak dalam kondisi seperti ini. Keduanya tetap berusaha menyatukan harmoni tim. Sampai pada sebuah titik, dalam peperangan melawan Kerajaan Lille, pekan lalu, kematangan Sang Raja akhirnya berhasil melumerkan kecongkakan Pangeran Mbappe. Pangeran berperan, Mahapatih juga unjuk kontribusi.

Sindrom Kebesaran
Ada apa sebenarnya dengan Putra Mahkota? Tidak sadarkah dia telah menyulut api disharmoni?

Jangan-jangan, Pangeran Mbappe punya kompleks kejiwaan sebagai sosok yang merasa paling hebat di lingkungannya?

Tak cukup bersabarkah dia menunggu saat menjadi raja?

Entah pula lantaran kedengkian kepada Messi dan Neymar, dia sempat menyulut respons negatif dengan menyebut kualitas sepak bola Amerika Latin di bawah Eropa. Empat Piala Dunia terakhir, katanya, dikuasai tim-tim Eropa.

Dia sering disebut sebagai “CEO bayangan” yang berhak menentukan kebijakan rekrutmen pemain di PSG: siapa yang didatangkan harus atas anggukan kepalanya.

Terlepas dari kenyataan Messi dan Neymar punya lebih punya orbit bintang, Mbappe merasa lebih berkuasa untuk menjadi pusat, pada masa sekarang dan masa depan Les Parisiens.

Maka mengapa dia bertarik ulur dalam rencana kepindahan ke Real Madrid pada musim lalu, sebagian terjawab karena ingin tetap punya kekuasaan di PSG, yang di Madrid dia takkan bisa berperilaku seperti itu.

Bersikap buruk terhadap Neymar dan berperilaku tidak hormat kepada Messi adalah kesalahan fatal. Takkan berguna dia berkonfrontasi dengan kedua senior itu hanya untuk mendapat pengakuan sebagai “real king” di Parc des Princes.

Tak Menghormati Messi
Benar kata Wayne Rooney, legenda Inggris yang mengomentari perkembangan sikap Mbappe, “Dalam usia sama, 23, Messi sudah meraih segalanya. Tetapi Mbappe? Tidak menghormati Messi adalah kekeliruan”.

Ya, setidak-tidaknya orang akan membandingkan: jadilah bintang seperti Messi; yang tetap santun di puncak kematangan, yang tidak suka mengonfrontasi kawan maupun lawan, yang tetap rendah hati kepada siapa pun.

Catatan Mbappe berkebalikan dari respek orang kepada Messi. Maka walaupun banyak menjadi penentu bagi kemenangan-kemenangan PSG, dari berbagai sisi dia masih jauh dari positioning karisma La Pulga.

Bisa dan maukah Sang Pangeran belajar dari kejadian-kejadian terkini?

Lihatlah itu, Messi dan Neymar yang berusaha mengendapkan perasaan dengan tetap bersikap “ngemong”. Kurang apa keduanya menyesuaikan diri?

Lalu apa pula yang dia cari?

Atau Kylian Mbappe butuh orang yang “mengerti dirinya”, dengan balasan yang tak kalah provokatif dan intimidatif seperti cara lugas Sergio Ramos?

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah