blank
Menko Polhukam Prof Mahfud MD (kiri), saat berbincang dengan Prof Azyumardi Azra, usai pertemuan. Foto: smsi

JAKARTA (SUARABARU.ID)– Menko Polhukam RI Prof Mahfud MD, mengundang Ketua Dewan Pers Prof Azyumardi Azra beserta jajarannya, untuk mendiskusikan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Kegiatan itu digelar di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (28/7/2022).

Mahfud menjelaskan, draf RKUHP ini sudah lama dibahas. Rencananya, RKUHP ini diberlakukan sebagai hadiah kemerdekaan Republik Indonesia. ”Masih ada waktu untuk pembahasannya. Mungkin jika ada masalah, bukan ditunda tapi dilakukan perbaikan. Kalau jelas ada pasal yang membahayakan, ya dihapus atau direformulasi,” tutur Mahfud.

Menurut dia, RKUHP ini dulu sudah akan diketok. Namun lantaran ada demo besar, Presiden Jokowi pada 2019 meminta pengesahannya untuk ditunda.

BACA JUGA: Rangkaian Kegiatan HDKD Ke-77, Kadivmin Berharap Makin Terbangun Kebersamaan

Saat bertemu Menko Polhukam, Prof Azyumardi Azra didampingi M Agung Dharmajaya (Wakil Ketua), Arif Zulkifli, Ninik Rahayu, Yadi Hendriana, dan A Sapto Anggoro. Hadir juga perwakilan anggota konstituen Dewan Pers, Sasmito Madrim, dan Ketua Bidang hukum, Arbitrase dan Legislasi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, Makali Kumar SH.

Dalam keterangan tertulisnya, Mahfud meminta catatan reformulasi terhadap pasal-pasal yang dinilai bermasalah. ”Sampaikan reformulasi secara konkret, sekaligus simulasinya. Besok akan saya sampaikan ke Kemenkumham. Wamenkumham akan kita panggil minggu depan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, Dewan Pers bersama masyarakat sipil lainnya, melihat ada 14 pasal dan sembilan klaster, yang potensial melemahkan kebebasan pers. Maka perlu dihapus atau direformulasi. Menurut Mahfud, yang didampingi Deputi Hukum dan HAM Sugeng Purnomo, ada sekitar 700-an pasal dalam RKUHP. ”Jika ada usulan 14 pasal, maka jumlah itu tidaklah banyak,” imbuh Mahfud.

BACA JUGA: Ratusan Suporter Persiku Kudus Gelar Demo di Pendopo, Sampaikan 5 Tuntutan ke Bupati

Sementara itu, Prof Azra menyampaikan, pada 2018 Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun masukan dari Dewan Pers dan konstituen itu justru tidak dimasukkan sama sekali. Dalam draf sekarang ini, urainya, ada sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi. Sebanyak 14 di antaranya berkaitan dengan kemerdekaan pers.

Dewan Pers juga sudah bertemu dengan konstituen Dewan Pers, dan para pemangku kepentingan. Pertemuan dengan Kemenkumham yang dipimpin Wamenkumham Prof Edward (Edi) Omar Sharif Hiariej dan tim perumus, sudah dilakukan Dewan Pers pada pekan lalu.

Terkait dengan hal itu, Dewan Pers diminta bekerja lebih cepat, guna melakukan penyusunan reformulasi, dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, dan Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin.

BACA JUGA: Bus Trans Jateng Kembalikan Utuh Barang yang Tertinggal

Sedangkan Ketua Bidang hukum, Arbitrase dan Legislasi SMSI Pusat, Makali Kumar SH, yang hadir bersama Ketua Umum SMSI Firdaus, juga ikut menyuarakan penolakan terhadap beberapa pasal di RUU KUHP.

Makali dengan tegas menyatakan, banyak pasal-pasal RUU KUHP yang harus ditolak dan dihapus, karena berpotensi untuk menghalangi kebebasan pers di Indonesia. Pasal-pasal yang menjadi sorotan SMSI dan juga menjadi bahan diskusi Dewan Pers dalam pertemuan itu, ada sekitar 20 pasal.

”Seperti pasal 263 dan 264 RKUHP, yang didalamnya ada kata penyiaran dan berita. Frasa ini akan berpotensi menghambat kemerdekaan pers. Kita minta untuk dihapus atau dihilangkan dalam RKUHP, karena hal itu sudah diatur dalam UU no 40 tahun tentang pers,” jelas Makali.

Riyan