BANYUMAS (SUARABARU.ID) – PLTMH di Desa Karangtengah, Cilongok Kabupaten Banyumas didirikan pada tahun 2015 oleh Kodim Purwokerto bekerja sama dengan PT Indonesia Power untuk melistriki 40 KK yang tidak tersambung PLN.
Sebelum terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sebesar 15 kW, warga memperoleh suplai listrik dari pembangkit listrik berupa kincir air sederhana yang sering mengalami gangguan.
Untuk operasional dan pemeliharaan PLTMH murni berasal dari swadaya masyarakat dan pengelola. Meski tidak menggunakan jasa profesional, pemeliharaan PLTMH tersebut terlihat sangat baik.
Adanya PLTMH membawa manfaat untuk masyarakat, terutama untuk kepentingan rumah tangga dan menunjang kegiatan perekonomian.
Lokasi PLTMH yang dekat dengan lokasi wisata juga dimanfaatkan warga di dalam untuk menggerakkan kegiatan penunjang pariwisata seperti penerangan jalan dan melistriki warung.
Karwin (34) warga Desa Karangtengah yang biasa disapa Jaenal mengungkapkan, sebelum memakai PLTMH, ia menggunakan dinamo mandiri yang dalam kesehariannya hanya untuk menerangi rumahnya saja.
“Tidak pakai bahan bakar, kita pakai dinamo dari motor, kita rancang sendiri yang rodanya dari kayu, pipanya menggunakan papan persegi empat, memakai tenaga air namun modifikasi dari dinamo,” kata Jaenal saat disambangi awak media di rumahnya pada Rabu (29/6/2022).
“Saat memakai dinamo mandiri semuanya gratis, namun kami hanya bisa memakai lampu saja, belum bisa menggunakan televisi, kulkas dan lainnya. Untuk perawatan dan modal ya beli sendiri,” ujar Karwin.
Awal dirinya memutuskam memakai PLTMH, mulanya warga mengajukan proposal yang ditujukan kepada Kodim setempat. Kemudian datanglah bantuan dinamo dan pipa kabel jaringan. “Kemudian kami mengajukan lagi untuk perbaikan, hingga akhirnya berdirilah PLTMH ini,” jelas Jaenal.
Menurut Jaenal, untuk iuran warga per kWh meter yakni Rp 500 ribu per bulan, sedangkan untuk perbaikan ringan harus mengeluarkan Rp 200 ribu, dan jika berat sampai Rp 1 juta lebih.
“Saat ini kita memakai tegangan 220 V. Dulu kita mandiri sendiri. Setelah tahun 2012 hadirlah PLTMH dari Kodim. Dan pada tahun 2015 kita sangat terbantu, bisa memakai televisi, kulkas, dan Alhamdulillah tidak ada gangguan,” kata Jaenal.
Hanya saja, sambung Jaenal, kendalanya jika ada petir. “Kadang ada beberapa yang jaringannya putus, ada yang MCB pecah, hingga box sekring meleleh. Namun itu semua bisa cepat diatasi, karena di sini ada box sekring, ada MCB. Namun untuk cadangan kabel jaringan belum ada,” imbuhnya.
“Di sini juga sudah disiapkan 2 orang teknisi dan 2 orang teknisi cadangan,” tukasnya.
Sementara itu Kepala Desa Karangtengah, Karyono menyebut, digunakannya PLTMH di Desa Karangtengah didasari atas keprihatinan warga yang pada tahun 2012 masih belum menggunakan listrik.
“Kurang lebih 75 Kepala Keluarga (KK) saat itu masih gelap gulita. Mengetahui kondisi Desa Karangtengah seperti itu, datang Babinsa menyambanginya. Setelah bermusyawarah, Babinsa mengajukan usulan ke Kodim. Berkat bantuan dari Kodim yang bekerja sama dengan Indonesia Power, Desa Karangtengah bisa menggunakan listrik,” terangnya.
Seiring berjalannya waktu kurang lebih 5 tahun, datanglah bantuan dari ESDM Provinsi Jawa Tengah. “Alhamdulillah bantuan dari Provinsi datang dua kali, ini membanggakan bagi kami. Sekarang warga bisa menggunakan kulkas, magic com, alat-alat pertukangan hingga mesin jahit,” jelasnya.
“Untuk iuran, kepada warga per kWh dibebani Rp 500 ribu. Dari iuran itu kami gunakan untuk persiapan perbaikan, perawatan, dan honor pengurus atau petugas. Yang lebih membanggakan lagi, kami bisa berbagi sosial kepada warga masyarakat dari hasil kas iuran warga itu tadi,” imbuhnya.
“Totalnya 1 bulan kurang lebih bisa mencapai 2 juta lebih, bahkan Rp 2,5 juta tergantung pemakaian,” selanya.
Karyono menyampaikan, hingga saat ini, di buku kas pengurus ada sisa bersih 20 juta lebih. Ini suatu kebanggaan baginya, karena di Desa Karangtengah merupakan satu-satunya desa yang bisa menciptakan energi terbarukan ini.
Karyono mengaku belum siap menerima kehadiran PLN di desanya. “Kami sayang dengan aset negara ini yang merupakan bantuan dari ESDM. Jika PLN masuk sini akhirnya terbengkalai,” ujarnya.
Karyono mempunyai harapan, ke depan bisa menjadikan Desa Karangtengah ini menjadi wisata edukasi untuk anak-anak SD, TK, dan PAUD.
Namun, Karyono mengaku masih ada kendala yang dihadapinya. “Kendalanya lokasi yang kami gunakan untuk talenta ini sementara jalurnya masih menyewa. Kesulitan kami itu. Mudah-mudahan di tahun-tahun mendatang dari ESDM bisa membantu, atau jika memungkinkan kami mengupayakan dari dana desa,” katanya.
Pihaknya berharap kedepan, dari dana desa bisa membeli lokasi ini sekaligus untuk membuat wisata edukasi.
“Alhamdulillah pada 2020 saat pandemi Covid-19, kami menerima bantuan biogas dari ESDM Provinsi Jateng di 3 titik diantaranya 1 titik di kotoran sapi perah,” lanjut dia.
Menurutnya, satu titik bisa untuk 7 rumah sehingga dapat 21 rumah. Dia berharap ke depan bisa dikembangkan lagi.
“Sebetulnya di sini banyak peternak sapi perah yang limbahnya belum dimanfaatkan secara maksimal. Alhamdulillah dimotori ESDM ini bisa terwujud,” tambah Karyono.
Diketahui, untuk PLTMH ini mampu menyala 24 jam dengan stabil. Menurutnya, setelah adanya PLTMH, dampak ekonomi untuk masyarakat sangat banyak. “Warga bisa membuat es karena disini kebetulan dekat dengan objek wisata. Untuk tukang kayu yang biasanya manual juga bisa menggunakan listrik, sehingga bisa bekerja lebih cepat yang tentunya sangat membantu sekali dalam bidang ekonomi,” tuturnya.
Ditambahkan, untuk cadangan PLTMH dengan pembangkit ada dua yang merupakan bantuan dari ESDM dan bantuan dari kodim.
Marlistya Citraningrum, selaku Program Manager Akses Energi Berkelanjutan IESR menyebut, PLTMH merupakan bentuk demokrasi energi dengan energi terbarukan lainnya.
“Indonesia memiliki banyak aliran sungai, dan aliran sungai ini bisa dimanfaatkan untuk PLTMH dengan atau tanpa memodifikasi alirannya. Kapasitasnya bisa bervariasi, dari ukuran puluhan kW hingga puluhan MW,” ungkap Citra.
Menurut Citra, desa yang sulit atau lama dijangkau jaringan PLN dan memiliki aliran sungai yang baik bisa menggunakan PLTMH sebagai sumber listrik.
“Ini juga yang dilakukan di Desa Karangtengah. Praktik pengelolaan swadaya dan bersama menjadi kunci untuk keberlanjutan fasilitas dan pemanfaatannya, sehingga tak hanya menerima manfaat, masyarakat dan pihak sekitar juga ikut berperan aktif,” tandas dia.
Ning Suparningsih