blank
Pansus Jiwasraya DPD RI, bekerja sama dengan FH Undip berfoto bersama, usai menggelar FGD di Ruang Rapat FH Undip, Jumat (17/6/2022). Foto: riyan

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Terkuaknya kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero), mulai tercium publik pada awal Oktober 2018, ketika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor perasuransian itu mengirimkan surat kepada bank mitra, untuk menunda pembayaran polis jatuh tempo produk JS Saving Plan.

Dalam perkembangannya, kasus itu kemudian merembet ke segala wilayah. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sebagai representasi daerah pun, memiliki kewajiban moral untuk dapat mendalami kasus ini.

Dan untuk menjembatani permasalahan itu, DPD RI melalui Pansus Asuransi Jiwasraya, telah melakukan RDPU dengan Forum Nasabah Korban Jiwasraya (FNKJ), pada 2 Juni 2022. DPD juga menjalin kerja sama dengan Fakultas Hukum Undip, untuk membahas permasalahan itu, melalui Forum Group Discussion (FGD), yang digelar di ruang rapat FH Undip, Jumat (17/6/2022).

BACA JUGA: Tiga Manfaat Mendengarkan Musik Bagi Kesehatan Tubuh, Salah Satunya Dapat Mengatasi Stress

Dalam FGD itu dipaparkan, hasil audit investasi terhadap Jiwasraya adanya gangguan likuiditas, yang menyebabkan penundaan pembayaran klaim sebesar Rp 802 miliar pada November 2018, yang kemudian naik menjadi Rp 12,4 triliun pada akhir 2019.

Permasalahan bermula ketika manajemen Jiwasraya sebelumnya menawarkan produk-produk asuransi yang menjanjikan bunga tinggi, di luar standar kewajaran produk sejenis di pasar (product mispricing), serta masa perlindungan asuransi yang panjang.

Salah satunya yakni, produk bancassurance JS Savings Plan, yang ditawarkan dengan jaminan tingkat pengembalian (guaranteed return) sebesar 9%-13% selama periode 2013-2018, dengan periode pencairan setiap tahun.

BACA JUGA: Badiklat Hukum dan HAM Jateng Gelar Webinar Penanganan Pengaduan Layanan Publik

Namun jaminan return JS Savings Plan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga deposito pada tahun finansial 2018 (yaitu 5,2%-7,0%). Dengan return yang lebih tinggi dari pertumbuhan instrumen-instrumen investasi di pasar dan jangka waktu produk yang dapat dicairkan setiap tahun, Jiwasraya terus terkena risiko pasar.

Bunga yang tinggi, membuat perseroan harus menempatkan investasi di instrumen yang high risk, demi mencapai imbal hasil yang besar. Sayang, imbal hasil investasi yang tidak tercapai, membuat liabilitas kian membengkak. Alhasil, untuk membayar klaim jatuh, perseroan mengandalkan perolehan premi baru, sehingga lama kelamaan menjadi bom waktu.

Dalam FGD itu mengemuka, sedikitnya 2.431 pensiunan Asuransi Jiwasraya menolak likuidasi Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya, karena hanya akan memenuhi 20 persen dari kewajiban sebesar Rp 329 miliar.

BACA JUGA: Ramalan Zodiak Hari ini Rabu 22 Juni 2022 Taurus Tunjukan Simpati dan Saran Pada Teman Baik, Gemini Hindari Konflik Dengan Orang Tersayang

Hal ini diakui Sutoro Tri Widodo SE, selaku Ketua Perkumpulan Jiwasraya (KPJ), seusai melaksanakan FGD Pansus Jiwasraya DPD RI.

Menanggapi kasus itu, dosen mata kuliah asuransi, bisnis, transportasi, perlindungan, dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) FH Undip, Rinitami Njatrijani SH MHum menyatakan, banyak kasus serupa dialami beberapa perusahaan asuransi yang ada di Indonesia.

Rinitami berpendapat, asuransi dalam terminologi hukum, merupakan suatu perjanjian. Oleh karena itu, perjanjian itu perlu dikaji sebagai acuan menuju pada pengertian perjanjian asuransi. Disamping itu, karena acuan pokok perjanjian asuransi tetap pada pengertian dasar dari perjanjian.

BACA JUGA: Truk Penuh Muatan Rongsok Masuk Saluran Irigasi, Diduga Sopirnya Stres

Pada kasus AJs (2006) defisit Rp 3,29 Triliun, (2008) defisit Rp 5,7 Triliun, Tahun 2019 Rp 12,4 Triliun. Total kerugian diperkirakan Rp 37 Triliun. AJs mengalami tekanan likuiditas, karena melakukan investasi pada sebagian besar aset berisiko tinggi (high risk) untuk mengejar keuntungan tinggi (high return).

Akibatnya mereka merugi, dan secara otomatis mengalami gagal bayar klaim polis pada tanggal jatuh tempo periode Oktober-Desember 2019, senilai Rp 12,4 Triliun.

Per September 2019 ekuitas AJs negatif mencapai Rp 23,92 Triliun, sedangkan liabilitas perseroan mencapai Rp 49,6 Triliun, dan aset hanya Rp 25,68 Triliun.

BACA JUGA: Penempatan Pedagang Pasar Induk Wonosobo Mundur Lagi, Ini Alasannya

Kebijakan investasi yang dilakukan AJs harus melalui rapat direksi, rapat komisaris yang bertanggungjawab terhadap pengurusan perseroan Pasal 97, 92 (1) UU PT Nomor 40 Tahun 2007.

”Tekanan likuiditas inilah yang menyebabkan gagal bayar dan persoalan kepailitan yang melanda Ajs ini. Dan ada dugaan, kasus ini mengarah pada korupsi dimana premi masyarakat diselewengkan, dan persoalannya bagaimana mengembalikan dana nasabah kepada para tertanggung,” ujar Rinitami.

Sementara itu, Ketua Pansus Jiwasraya Dr Ajiep Padindang SE MM menyatakan, para narasumber telah memberikan pandangannya, terkait regulasi di bidang asuransi untuk menjawab permasalahan ke depan, dan kaitannya tentang kasus Asuransi Jiwasraya.

”Untuk proses pidana dari direksi yang korupsi telah berjalan. Tetapi dari Pansus DPD RI, terus memperjuangkan hak dari nasabah maupun pensiunan,” tuturnya.

Riyan