blank
Foto: kpuri

Oleh: Hastin Atas Asih

blankHadapi pemilu dengan senyuman, dan buatlah Indonesia tersenyum”.

MUNGKIN kalimat itu dapat menggambarkan sebuah pesan yang disampaikan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, saat menyampaikan sambutan dalam acara Peluncuran Tahapan Pemilu 2024, yang dilaksanakan Selasa (14/6/2022).

Pesan agar segenap jajaran KPU se-Indonesia senantiasa tersenyum itu, disebutnya sebagai quality control dalam memberikan pelayanan publik.

Pada kesempatan itu, Hasyim Asy’ari tak segan untuk meminta kepada peserta, pemilih, stakeholder dan seluruh masyarakat Indonesia, untuk melaporkan kepadanya apabila terdapat personel KPU di Indonesia yang tidak tersenyum, saat memberikan pelayanan.

Meski terdengar sederhana, namun pesan bijak Ketua KPU RI itu memiliki makna mendalam. Betapa tidak, senyum sebagai bentuk ekspresi wajah yang terjadi akibat timbulnya suatu gerakan di bibir dan sekitar mata ini, akan memberikan pengaruh yang luar biasa apabila dilakukan dengan tulus.

Senyum mampu membuat suasana lebih menyenangkan dan membahagiakan. Senyum juga mampu mengubah mood orang yang diajak tersenyum menjadi lebih baik, lebih positif thingking, dan merasa lebih akrab dengan lawan bicara.

Tak hanya itu, dengan tersenyum wajah juga akan terlihat lebih berbinar dan memesona, stres memudar, hidup pun terasa lebih enjoy. Atas kondisi itu, tentunya berdampak terhadap penyelesaian pekerjaan yang lebih cepat dan lebih baik.

Kuras Tenaga
Benar saja, senyum sangat penting dilakukan oleh setiap penyelenggara pemilu. Pasalnya, dengan banyaknya tahapan yang harus dilalui serta segunung persoalan yang berpotensi terjadi, sangat mungkin akan membuat seorang penyelenggara pemilu menjadi lupa tersenyum.

Padahal semua pelaksanaan tahapan tak ada yang luput dari yang namanya melayani publik. Karena itu, penyelenggara pemilu harus mampu mengelola permasalahan dengan baik, serta tak pernah lupa senyum dalam memberikan pelayanan, meski dalam kondisi apapun.

Salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan oleh jajaran KPU adalah sosialisasi. Kegiatan yang dilaksanakan mulai awal hingga akhir tahapan ini, tentu saja menguras tenaga. Namun begitu, senyum tetap harus mengembang agar publik merasa terlayani dengan baik.

Dalam penyampaian sosialisasi tatap muka misalnya, senyum menjadi hal wajib yang harus disunggingkan, ketika bertemu dengan para pemilih. Dengan cara ini, suasana akan terasa lebih hangat dan menyenangkan, sehingga informasi mengenai berbagai hal tentang pemilu tersampaikan dengan baik.

Dengan penyampaian yang dibalut senyum, masyarakat dapat tergerak untuk berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemilu. Partisipasi itu dapat diwujudkan melalui keikutsertaan masyarakat dalam mengawal setiap tahapan pemilu serta datang ke TPS pada hari pemungutan suara.

Pun demikian pada tahapan-tahapan lainnya. Misalnya pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara yang dimungkinkan banyak terjadi konflik pada pelaksanaannya. Seperti kejadian tertukarnya surat suara, kesalahan dalam penghitungan suara, maupun ketidakpuasan peserta pemilu yang berpotensi menimbulkan keributan.

Pada kondisi ini, secara psikologis hampir setiap orang pasti akan merasa galau dan khawatir. Namun obat yang mujarab untuk mengatasi persoalan dan meredam emosi adalah senyum.

Dengan senyum pikiran akan jernih, dan solusi-solusi akan bermunculan. Dengan begitu satu persatu persoalan dapat terselesaikan dengan baik.

“Ibadah tanpa rupiah” yang dipesankan Ketua KPU RI ini, mungkin hanya akan menjadi buah bibir saja apabila tidak dikelola dengan baik. Jika itu terjadi tentu sangat disayangkan, karena pada dasarnya jika dikelola dengan baik, budaya senyum dapat mengakar dalam pelaksanaan aktivitas harian di lingkungan KPU se-Indonesia.

Sebagai Budaya
Beberapa upaya pengelolaan yang dapat dilakukan di antaranya, Pertama, dengan membuat aturan kegiatan sehari-hari melalui sebuah Standar Operasional Prosedur (SOP). Pada setiap SOP yang bersifat pelayanan, dapat dimasukkan keterangan kewajiban untuk “senyum” dalam memberikan pelyanan publik. Agar lebih lengkap lagi bisa ditambahkan “senyum, sapa, salam” (3S).

Kedua, memasang tulisan imbauan, atau motto yang mencantumkan kewajiban “senyum” di setiap sudut ruangan dan arena publik. Ketiga, Memberikan pelatihan terkait tata cara memberikan pelayanan prima kepada publik, dengan penekanan “senyum” sebagai budaya yang wajib diterapkan.

Keempat, melakukan penilaian terhadap pelayanan publik yang telah dilakukan. Kelima, memberikan reward kepada pegawai yang telah memberikan pelayanan terbaik, serta teguran untuk pegawai yang belum memenuhi standar dalam memberikan pelayanan. Keenam, melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelayanan publik yang telah dilakukan.

Budaya senyum yang dikelola dengan baik sebagai upaya meningkatkan pelayanan, tentu saja akan menjadi sebuah spirit bagi KPU dan jajaran, dalam memberikan pelayanan terbaik bagi peserta pemilu, pemilih, pemerintah, dan seluruh elemen masyarakat.

Upaya itu diharapkan juga mampu menjawab permasalahan birokrasi, sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010, tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, yang berbunyi bahwa pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk.

Dengan seruan budaya “senyum” yang disampaikan Ketua KPU RI dalam mengawali tahapan Pemilu 2024, harapannya KPU tak hanya mampu menjawab tantangan pelayanan publik, namun juga mampu memberikan kepuasan lebih dari apa yang diharapkan masyarakat.

Semoga Pemilu 2024 terselenggara dengan sukses, dan seluruh masyarakat Indonesia tersenyum bahagia.

Hastin Atas Asih, Anggota KPU Kabupaten Demak Divisi Hukum dan Pengawasan