blank
Ilustrasi/Sonora.id

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Setiap orang, “apa pun pangkat kedudukanmu, sekuat atau selemah apa pun posisi sosialmu,”  suatu saat pasti pernah (akan?) mengalami apes.

Dia, seorang politisi pun, yang sehari-harinya selalu tampil garang, suatu saat sangat mungkin akan kepleset, eh …tekan lan tiba naga dinane, banjur klumpruk… seperti gombal sarung amoh. Itu namanya nglemprak. Pertanyaan yang muncul, ialah ada apa, mengapa begitu, dan mimpi buruk apakah yang dialaminya?

Sejatinya setiap hari itu berkarakter baik, dan tidak ada hari jelek karena memang setiap hari itu pula “sang penjaga hari” selalu tampil dengan sangat manisnya untuk melindungi/menjaganya.

Ia digambarkan sebagai seekor naga penjaga, dan itulah mengapa ada kosakata naga dina karena dialah kang jaga dina-dina Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Dalam budaya Jawa, hari-hari itu dilengkapi dengan Pon, Wage, Kliwon, Legi lan Pahing.

Kalau hari ini Senin Pahing, kemarin Minggu Legi, dan  besok pagi adalah Selasa Pon, selanjutnya Rabu Wage, dan Kamis Kliwon, lalu Jumat Legi. Hari pasaran Pahing selabnjutnya berjodoh dengan hari Sabtu, berikutnya hari pasaran Pon berjodoh dengan Minggu, dst……dst.

Urutan semacam itu berputar terus sepanjang kehidupan ini dan setiap hari itu memiliki petungan dhewe-dhewe (ada perhitungan tersendiri).

Kalau setiap hari ada hitungannya tersendiri seiring/sesuai dengan naga dinane, demikian pula setiap insan manusia memiliki sifat dan hitungan-hitungan yang berbeda; sehingga Senin Pahing hari ini bisa jadi naga dinane (berarti baik) bagi Badu, namun sangat mungkin bukan naga dinane si Banu.

Itu berarti, karena bukan naga dinane Banu, sangatlah mungkin Banu akan mengalami tiba apes bila ia melakukan hal-hal yang melanggar..

Apes

Tiba Apes, adalah ungkapan yang menggambarkan betapa hari itu adalah “hari naas” baginya, Banu misalnya. Apes mengandung beberapa arti, yakni (a) ringkih, ora kuwat nanggulangi; seseorang merasa berada dalam kondisi sangat lemah dan tidak mampu lagi melakukan apa pun.

Baca Juga: Ini Dia: Jarag, Ngawur, Waton (Part 5)

Apes juga berarti (b) nandhang utawa kena ing kacilakan, mengalami sengsara; misalnya kok dilalah ya konangan polisi, misalnya; dan (c) apes juga berarti jalari cilaka. Nah… arti yang terakhir inilah (jalari cilaka) yang sudah saya uraikan panjang lebar di atas, yaitu ada saja hari yang dapat membawa serta ketidakberuntungan, njalari cilaka.; wah jan tiba apes tenan.

 Apa yang biasanya terjadi atau dilakukan orang ketika sampai pada hari apesnya, meskipun hari-hari sebelumnya dia amat garang? Contoh politisi Banu tadi misalnya, begitu dilaporkan ke polisi, ia spontan minta maaf atas perbuatannya, tetapi yang lebih pasti ialah nglemprak.

Di atas dicontohkan dengan/bagaikan sarung amoh (sobek) yang “lunglai” tak berdaya. Gambaran itu disebut nglemprak, karena Banu lalu akan terduduk sekenanya, linggih satiba-tibane, lemes, letih, lesu, pucat pasi.

Baca Juga: Kini Saatnya TTM: Tolong, Terima Kasih, dan Maaf

Itulah nglemprak, gambaran kondisi seseorang yang tidak berdaya apa pun; dan kondisi itu terjadi akibat dari apesnya tadi berhubung melanggar naga dina.

Ajaran moralnya sangat jelas, berhati-hatilah di setiap hari-harimu, hindari melakukan pelanggaran atas naga dina-mu agar dapat meminimalisir apes.

Hari nahas atau apes dapat dihindari asal saja kita berjuang untuk tidak mudah melakukan pelanggaran sekecil apa pun. Apes itu ora enak, bikin nglemprak.

(Tukiman Tarunasayoga, Pengajar Pascasarjana di UNIKA Soegijapranata, Semarang  dan UNS)