SEMARANG (SUARABARU.ID) – Merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman sudah menjadi tradisi bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang merayakannya.
Masyarakat Indonesia melakukan festival mudik tahunan secara nasional biasanya pada Minggu terakhir bulan Ramadan atau seminggu sebelum perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Walaupun harus mengalami kemacetan di jalan, namun bagi sebagian orang justru lebih menyukai situasi mudik penuh petualangan yang dibumbui oleh kemacetan, yang kelak akan dirangkai menjadi cerita menarik saat sudah kembali bekerja di kantor masing-masing. Jika tidak mengalami kemacetan, malah tidak ada cerita menarik.
Tire & Rim Engineer bersertifikat Internasional yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng & DIY, Bambang Widjanarko menyampaikan, sebelum melakukan prosesi mudik hendaknya para calon pemudik memperhatikan kondisi kesehatan seluruh anggota keluarga dan kesehatan kendaraannya.
“Harus sama-sama dalam keadaan prima, rute dan waktu tujuan yang akan ditempuh berdasarkan peraturan penggunaan jalan yang diatur oleh pihak kepolisian, serta prioritas barang penting apa saja yang harus dibawa,” ujar Bambang kepada awak media di Semarang, Selasa (26/4/2022).
Selain itu, ada hal-hal penting yang harus dipersiapkan agar perjalanan tidak mengalami masalah, diantaranya soal ban kendaraan.
“Hal pertama harus diperhatikan adalah sisa ketebalan telapak pada ban. Apakah masih memadai untuk perjalanan jarak jauh atau sudah terlalu tipis dan perlu diganti dengan ban yang baru. Berapa budget yang tersedia, sehingga bisa untuk menentukan ban merek apa yang akan dibeli,” ungkap Bambang.
Dikatakan bahwa ukuran ban sangat penting untuk dipastikan terlebih dahulu, apakah akan diganti dengan ukuran yang lebih besar dan otomatis harus dibarengi dengan mengganti peleknya, sekalian atau akan mengganti ban-nya saja dengan ukuran seperti sebelumnya, sehingga tidak perlu mengganti peleknya lagi.
Jika akan mengganti ban dengan ukuran yang lebih besar, maka disarankan agar penggantian tidak melebihi 2 angka diatasnya, agar aspek fungsional, keamanan dan kenyamanan dalam berkendaraan masih bisa didapatkan.
Ada beberapa jenis pilihan ban untuk digunakan tergantung dengan medan jalan yang akan dilalui. Pada umumnya, ada 3 jenis ban.
Pertama, ban dengan kode MT = Mud Terrain atau ban berpola telapak kasar yang sangat baik untuk digunakan di medan off the road dengan banyak jalan tanah, berlumpur dan kasar. Namun ban ini tidak mempunyai daya cengkeram yang bagus jika digunakan di jalanan aspal atau beton halus, seperti jalan tol dan akan berdengung sangat berisik dalam kecepatan tinggi.
Kedua, ban dengan kode HT = Highway Terrain atau ban berpola telapak halus yang mempunyai daya cengkeram, baik jika digunakan di medan on the road atau jalanan aspal atau beton halus. Ban jenis ini sangat baik untuk kecepatan tinggi, namun tidak mempunyai daya cengkeram yang baik jika harus melibas jalanan tanah, berlumpur dan kasar.
Ketiga, ban dengan kode AT = All Terrain yang merupakan perpaduan dari kedua jenis ban diatas. Pola telapaknya masih sedang dan bisa menjadi pilihan untuk medan jalan yang bervariasi antara halus dan kasar.
Selain itu, sambungnya, usia ban juga harus diperhatikan, walaupun selama dua tahun masa pandemi Covid-19 kendaraan jarang digunakan.
Bambang menyebut, sisa telapak ban yang masih tebal, namun jika sudah berusia diatas 2 tahun, maka kelenturan karetnya akan menurun sejalan dengan terjadinya proses pelapukan yang disebabkan oleh udara (oksidasi).
Sehingga ban akan terasa keras, menurun daya cengkeramnya dan rawan pecah jika mengalami pemanasan akibat friksi dengan permukaan jalan dalam waktu lama, atau mengalami benturan dengan lubang dan benda padat di jalan.
“Terakhir, tekanan angin harus dijaga agar selalu pas sesuai dengan beban muatan. Agar ban tidak mengalami pemanasan berlebihan (overheat) yang bisa berakibat meledak, maka tekanan angin dalam ban tidak boleh kekurangan (under inflation) atau berlebihan (over inflation),” pungkas Bambang.
Ning