blank
Ketua PWI Jateng, Amir Machmud NS (kedua dari kiri), saat menjadi pembicara dalam seminar di UKSW. Foto: wisnu aji

SALATIGA (SUARABARU.ID)– Melakukan internalisasi atau menanamkan keyakinan, sikap, dan nila-nilai Pancasila di tengah masyarakat, butuh critical thinking atau berpikir kritis, serta proses dialektika.

Namun sayang, pada era digital, media sosial telah membungkam daya kritis seseorang akibat informasi di ruang publik bersifat monolog, bukan dialog.

Tantangan internalisasi juga dihadapkan pada lamanya kekosongan pengajaran Pendidikan Moral Pancasila, ditambah dengan tren media massa saat ini yang demi memburu viralitas, mengabaikan nilai-nilai persatuan dan kebangsaan.

BACA JUGA: Masih PPKM Level 2, Peringatan Hari Jadi Ke 1116 Kota Magelang Berlangsung Sederhana

Maka dari itu, butuh intelektualitas, daya nalar, sikap bijak bermedia dan edukasi, agar gaya hidup masyarakat mencerminkan budaya Pancasila.

Demikian benang merah yang bisa ditarik, dalam Seminar Nasional bertema ‘Meneguhkan Pancasila dan Semangat Kebangsaan di Era Digital’, yang digelar secara luring dan daring, di Balairung Utama, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Senin (11/4/2022).

Seminar yang digagas UKSW dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu, menghadirkan pembicara Direktur Jaringan dan Pembudayaan BPIP Dr Irene Camelyn Sinaga AP MPd sebagai keynote speaker.

BACA JUGA: KASN Akan Segera Turunkan Tim Kasus Penyimpangan Manajemen ASN Jepara

Hadir pula sebagai narasumber, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Romo Antonius Benny Sesutyo, Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS SH MH, dan Rektor UKSW Neil Samuel Rupadara SE MSc PhD. Diskusi dimoderatori Kepala Depertamen Ilmu Komunikasi Fiskom UKSW, Ester Krisnawati SSos MIKom.

”Tantangan besar kita di era digital adalah, kemampuan daya kritis dan kemampuan menyampaikan narasi budaya tanding, karena media sosial kita cenderung bersifat monolog. Bahkan tanpa kepakaran. Kita terdoktrin tanpa bisa otonom,” kata Romo Benny.

Dia tak menampik, era digital merupakan tantangan karena internalisasi Pancasila itu butuh habituasi, perlu proses dialektika dan panalaran. Romo Benny juga berpesan, agar gunakan lima jari kita untuk bijak bermedia dan tidak untuk “meracuni” masyarakat.

blank
Para pembicara berfoto bersama jajaran dosen dan panitia seminar, yang diadakan UKSW dan BPIP. Foto: wisnu aji

BACA JUGA: Sebanyak 1.294 KPM di Kendal Terima BLT dan BPNT

Sementara itu, Ketua PWI Jateng, Amir Machmud NS menyampaikan, sepanjang media ikut menjaga etika dalam penyampaian informasi, pada saat itulah media ikut menjaga bangsa sesuai amanat UU Pers.

”Pers yang taat pada etika, baik itu subtansif maupun operasional, maka akan menjauhkan diri dari pemberitaan yang mengobok-obok SARA, dan mengedepankan nilai-nilai persatuan, kepentingan bangsa dibanding kepentingan viralitas,” ungkap Amir, yang juga dosen Ilmu Jurnalistik UKSW itu.

Menurut dia, tren berjunalistik di era digital saat ini, terasa menggelisahkan. Narasi-narasi dalam produk pemberitaan sudah masuk ke ranah yang sangat personal, yaitu agama dan konten body goals perempuan. Konten-konten yang bersifat privat dan pertikaian inilah yang bisa merusak kehidupan berbangsa.

BACA JUGA: Polres Demak Tangkap Pencuri Spesialis Barang Dalam Mobil yang Diparkir

Itu sebabnya, Amir mengajak insan dan pengelola media untuk konsisten dalam beretika, karena menegaskan pilihan untuk menjaga bangsa. ”Penghayatan terhadap Kode Etik Jurnalistik otomatis memancar praktik bermedia yang kuat, dengan agenda sosial kebangsaan,” tandasnya.

Sedangkan Rektor UKSW Neil Samuel Rupadara menyampaikan, ketika UKSW didirikan, semangat yang ditiupkan para pendirinya adalah, semangat merawat kebhinekaan, persatuan dan keutuhan bangsa.

”UKSW adalah wajah Indonesia mini. Jadi bicara soal nilai-nilai Pancasila, di UKSW itu sudah selesai,” tukasnya.

BACA JUGA: Demo Mahasiswa di Kawasan DPR RI Gatot Subroto Sempat Ricuh, Massa Pendemo Sempatkan Selfi dengan Kapolda

Dia sepakat, jika perlu dilakukan edukasi secara intens, terkait pengamalan nilai Pancasila. Tantangannya adalah, bagaimana metode edukasi dan referensi yang tepat, mengingat masyarakat menghadapi era robotik, dengan lompatan revolusi industri, dari era 3.0, 4.0 dan 5.0.

Di bagian lain, Irene Camelyn mengungkapkan, hilangnya pendidikan formal nilai-nilai moral Pancasila sekitar 22-24 tahun, ikut membawa dampak memudarnya pemahaman masyarakat terhadap nilai dan falsafah Pancasila. Tak bisa dielakkan, ada generasi yang lahir di masa itu, tak memahami bagaimana menghayati Pancasila.

”Kami menggandeng UKSW, harapan kami aktualiasi nilai-nilai Pancasila bisa menjadi kebiasaan dalam dunia akademik. Selain itu, kerja sama dengan BPIP untuk mengingatkan pentingnya ideologi Pancasila di era digital sekarang,” sebut Irene.

BACA JUGA: Kapolres Wonogiri: Cari Dimana Tersumbatnya Distribusi Minyak Goreng

Seminar diikuti puluhan mahasiswa UKSW secara luring, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, dan ratusan mahasiswa melalui aplikasi zoom.

Dalam sambutan pengantarnya, Dekan Fiskom UKSW, Dr Ir Royke R Siahainenia MSi menyebutkan, melalui seminar ini diharapkan nilai-nilai Pancasila bisa dikaji dan diwariskan dalam proses pembelajaran di dunia kampus.

Wisnu S-Riyan