blank
- Masyarakat tetap antusias mengikuti ritual kirab budaya dan doa bersama menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan Nyadran bersama seni budaya kuda lumping, di Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang. Minggu (13/3/2022) Foto : Dok Istw

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Paguyuban Kesenian Turangga Cinde Laras sebagai ikon wisata religi Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang telah diresmikan oleh Camat Candisari Semarang, Minggu (13/3/2022).

Camat Candisari Moeljanto, SE, MM didampingi Kapolsek Candisari Iptu Handri Kristanto, SH, MH dan Lurah Jomblang Yulistiyono, SE, menyebut, peresmian ini sebagai bentuk upaya nguri-nguri budaya dalam rangkaian nyadranan menjelang bulan ramadhan.

Menurut Camat Moeljanto, potensi di Kelurahan Jomblang yang terdapat beberapa makam leluhur, membuat acara nyadran tersebut, menjadi suatu hal yang sangat menarik jika dikemas menjadi sebuah even tahunan dan sekaligus nguri-uri budaya kesenian kuda lumping atau reog yang dulunya belum tersentuh dengan serius dan melalui beberapa koordinasi berkelanjutan, maka diangkatlah menjadi sebuah ikon seni budaya.

“Ke depan nantinya bisa kita kelola dengan baik dan bisa dilakukan latihan rutin di Kelurahan Jomblang ini, sehingga harapannya seni budaya kuda lumping ini bisa bangkit kembali sekaligus menciptakan destinasi wisata religi di Kecamatan Candisari,” harap Moeljanto.

Makam leluhur yang ada di Kelurahan Jomblang ini, lanjutnya, ada beberapa yang merupakan ulama atau sesepuh warga Jomblang. Antara lain, makam mbah Nur Alim, mbah Jangkang dan mbah Begog yang kesemuanya merupakan tokoh pejuang kemerdekaan berasal dari wilayah Kelurahan Jomblang yang dulunya disebut Tandang.

Makam Bupati Blora 

Selain itu, terdapat pula makam mantan Bupati Blora di era 1960-an, yaitu R. Soekirno Sastrodimedjo, yang setiap peringatan hari jadi Kabupaten Blora (tiap tahun), banyak pejabat dari Blora melakukan ziarah ke makam ini.

“Harapan kami, dengan diresmikannya kesenian tradisional Turangga Cinde Laras menjadi ikon seni budaya di Kelurahan Jomblang ini dapat menjadi penyemangat masyarakat, sehingga benar-benar menjadi sebuah seni yang dapat mengangkat kearifan budaya lokal yang dipadukan dengan kegiatan tahunan nyadran ataupun kegiatan lainnya, sehingga akan mampu mewujudkan mimpi Kelurahan Jomblang menjadi destinasi wisata religi di Kecamatan Candisari, Kota Semarang,” papar Moeljanto.

Dengan begitu, imbuhnya, akan dapat membuka peluang UMKM bagi warga Jomblang dengan membuat produk cinderamata, aksesoris atau kaos bertuliskan wisata religi mbah Jangkang, mbah Nur Alim dan mbah Begog serta yang lainnya sehingga akan mampu menambah ekonomi warga melalui produk-produk tersebut.

“Ya kita support sepenuhnya potensi yang ada di Kelurahan Jomblang. Kedepan akan kita bantu memperbaiki infrastruktur jalan menuju lokasi makam agar menjadi lebih baik. Dan pengelolaan makam nanti akan kita usahakan membantu melalui pemerintah Kota Semarang, kecamatan dan kelurahan,” pungkas Moeljanto.

Sementara itu Lurah Jomblang, Yulistiyono, SE, mengatakan, bahwa nyadranan yang dilaksanakan di Kelurahan Jomblang merupakan kegiatan rutin tahunan, yang telah dilakukan jauh sebelum dirinya menjadi lurah di Jomblang.

“Ya sebenarnya nyadran ini kegiatan rutin tahunan yang selalu diadakan setiap tahun menjelang Ramadhan, dan itu sudah berlangsung bertahun-tahun yang lalu, sebelum saya menjadi lurah di sini,” kata Yulistiyono saat dikonfirmasi awak media.

Dikatakan Yuli, dengan adanya acara sadranan yang dipadukan dengan kesenian budaya tradisional ini, dimaksudkan sekaligus sebagai ajang nguri-uri budaya yang ada di Kelurahan Jomblang, sebagai rintisan menjadikan Kelurahan Jomblang sebagai destinasi wisata religi dan seni yang mampu bersaing dengan kelurahan-kelurahan lainnya.

Dirinya yang disupport Camat Candisari berupaya merintis di Kelurahan Jomblang menjadi wahana destinasi wisata religi kolaborasi dengan kesenian tradisional Turangga Cinde Laras.

“Kelurahan Jomblang mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata religi. Karena di sini ada beberapa makam leluhur yang menjadi catatan sejarah bagi warga Jomblang. Dan semua makam leluhur tersebut merupakan tokoh pejuang kemerdekaan dan juga seorang alim ulama di zamannya, serta adanya kesenian tradisional yang berpotensi dikembangkan menjadi kearifan lokal,” tutur Yuli.

Jika dikolaborasikan antara religi dan kesenian tradisional ini harap Yuli, akan mampu mengangkat Kelurahan Jomblang menjadi rujukan wisata religi bagi masyarakat di luar Kelurahan Jomblang untuk ziarah ke makam-makam leluhur yang telah berjasa dan ikut berjuang dalam kemerdekaan bangsa Indonesia.

blank
Moeljanto, SE, MM Camat Candisari Kota Semarang didampingi Kapolsek Candisari Iptu Handri Kristanto dan Lurah Jomblang Yulistiyono memimpin kirab budaya dan doa bersama menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan menggelar Nyadranan dan meresmikan paguyuban Seni Turangga Cinde Laras, Minggu (13/4/2022). Foto : Dok Istw

Nyadran Warisan Leluhur

Nyadran, merupakan budaya warisan leluhur secara turun temurun dijalankan oleh sebagian besar masyarakat Jawa, untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, tepatnya pada bulan penanggalan Jawa Sya’ban atau Ruwah.

Hingga kini pun masih tetap terus dilestarikan oleh masyarakat Jawa khususnya atau yang memiliki silsilah dengan leluhur Jawa. Hanya karena pandemi ritual budaya tersebut menjadi tertunda.

Nyadran, yang telah dijaga selama ratusan tahun, mengajarkan untuk mengenang dan mengenal para leluhur, silsilah keluarga serta memetik ajaran baik para pendahulu. S

esuai dengan pepatah Jawa kuno yang mengatakan “mikul dhuwur mendem jero” yang kurang lebih memiliki makna ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang kurang baik kita tanam dalam-dalam.

Budaya yang telah dijaga selama ratusan tahun ini, dilakukan dengan bersih-bersih makam para orang tua atau leluhur dengan membawa dan membagikan makanan tradisional serta berdoa atau selamatan bersama di sekitar area makam.

Absa