SEMARANG (SUARABARU.ID)– Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Dr Ferdinandus Hindiarto SPSi MSi menegaskan, media dan kampus sebenarnya memiliki tugas yang sama, yaitu sebagai pejuang kebenaran.
Namun seirama perkembangan teknologi informasi, misi pengemban kebenaran menghadapi tantangan yang sangat berat.
”Sengaja saya mengutip judul sebuah tulisan mantan Rektor Unika Soegijpranata Prof Budi Widianarko, yaitu kedangkalan dalam keberlimpahan. Kita menerima berlimpah informasi, tapi dangkal,” kata Ferdinand, saat menjadi narasumber dalam ‘Talkshow 4 Rektor Bicara Media’, yang digelar PWI Jawa Tengah secara virtual, Rabu (16/2/2022).
BACA JUGA: Kanwil Jateng Tandatangani Kontrak Pelaksanaan Bantuan Hukum dengan 60 OBH
Agenda ini digelar untuk merayakan Hari Pers Nasional 2022 Tingkat Jateng. Diakui dia, teknologi sistem informasi digital seperti pisau yang memiliki dua mata yang sama-sama tajam.
Pada satu sisi sangat membantu, namun secara kepribadian dan kognitif, sebagai bagian dari bangsa, masyarakat dan pribadi yang belum matang. Di sisi lain justru melukai nilai-nilai kemanusiaan.
Pada zaman seperti saat ini, media pun belum seutuhnya sebagai pejuang kebenaran. Dia lalu bercerita ketika dia menerjunkan tim psikologi ke warga Desa Wadas yang mengalami traumatik pada proyek Bendungan Bener, Purworejo.
BACA JUGA:Ganjar Sentil Bupati Karanganyar Terkait Pidato Tentang Covid-19
”Ketika saya baca lima media, ternyata beda semua. Mau percaya yang mana? Bingung saya. Di sinilah saya menginginkan, mari kita bangun sinergi antara kampus dan perguruan tinggi untuk memperjuangkan kebenaran, karena irisannya sangat besar,” tambahnya.
Menurut dia, adakah saat ini media arus utama atau konvensional benar-benar punya kesungguhan dalam menyuarakan kebenaran, dan menyuarakan harapan dan optimisme?
Yang terjadi saat sekarang, media justru menyebarkan diksi-diksi dan narasi ketakutan. Media seperti tanpa kontrol, dan editor.
BACA JUGA: Pertanian Tempati Urutan Ketiga pada Struktur PDRB Jepara
Sikap yang bisa dilakukan media di tengah zaman, imbuh Ferdinand, media harus punya pegangan. Akan berpegang kemana? Apakah memakai pola lama ‘bad news is good news’ Jika menyampaikan kebenaran, apakah bisa hidup?
Dia ingin pers dan kampus kembali ke khittahnya, sebagai penyampai kebenaran. Dosen dan mahasiaswa berkumpul dengan suka cita mencari kebenaran. Belajar dan kuliah adalah cara menemukan kebenaran secara suka cita, tanpa ada titipan, keterpaksaan, dan pesanan.
”Tugas pers dan kampus sama, yaitu mencari lalu mengomunikasikan kepada masyarakat tentang kebenaran dengan suka cita. Bukan penyampai informasi yang bikin waswas. Mungkin kalau tidak ada grup WA atau hidup puluhan tahun lalu, kita tak cemas seperti sekarang,” terang dia lagi.
BACA JUGA: India Tambah Lebih Banyak Aplikasi Asal China yang Diblokir
Ferdinand juga ingin, pers memberikan narasi-narasi yang bermanfaat, dan hidup dalam optimisme. Sehingga bisa menjalani aktivitas secara produktif.
”Pilihannya kan ada dua, apakah sebagai penyampai kebenaran atau tidak. Pegangan adalah kata kunci,” kata doktor lulusan UGM, yang mengambil konsentrasi psikologi organisasi itu.
Selain Ferdinand, Talkshow 4 Rektor yang dipandu Ketua Departemen Komunikasi Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Budhi Widi Astuti SIKom MA ini, menghadirkan Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Prof Dr Gunarto SH MHum, Rektor Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang Prof Dr Ir Edi Noersasongko MKom dan Rektor USM Dr Supari ST MT