blank
Para peserta Workshop Operasionalisasi Indikator Perguruan Tinggi Responsive Gender (PTRG)

JEPARA (SUARABARU.ID) – Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Unisnu Jepara bersama dengan Rumah Kitab, We Lead (Women’s Voice and Leadership), Hivos Shoutheast Asia, JASS (Just Associates) menghadiri acara Workshop Operasionalisasi Indikator Perguruan Tinggi Responsive Gender (PTRG) yang diselenggarakan oleh PSGA UIN Raden Mas Said Surakarta.

Terselenggaranya acara ini adalah dalam rangka sebagai upaya merancang dan mengimplementasikan kampus responsive gender.

Pelaksanaannya selama 3 hari mulai Selasa-Kamis (18-20/1-2022) di Sunan Hotel Solo. Sembilan Tim PSGA Perguruan Tinggi menghadiri acara tersebut, yaitu UIN Raden Mas Said Surakarta, UIN Walisongo Semarang, IAIN Metro Lampung, IAIN Pekalongan, IAIN Ponorogo, UIN Riau, IAIN Samarinda dan PSGA UNISNU Jepara.

BACA JUGA PLN Peduli, Dorong Kemampuan Bisnis dan Keterampilan Digital Kalangan Disabilitas

Sementara itu, indikator PTRG sebagai acuan untuk dibedah dan dikaji bersama di forum ini meliputi 9 indikator yaitu berdirinya PSGA, Profil Gender, SK Rektor tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) Perguruan Tinggi, standar mutu pendidikan yang responsif gender, Standar Mutu pengabdian masyarakat yang responsif gender, Tata kelola perguruan tinggi yang responsif gender, peran serta civitas akademika dalam perencanaan evaluasi tindak lanjut Tri Dharma Perguruan Tinggi yang responsif gender, dan zero tolerance kekerasan terhadap perempuan dan laki-laki.

Kesembilan indikator ini diharapkan mampu mewujudkan Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG). Maka dari itu, PSGA memastikan seluruh warga kampus memahami konsep, prinsip, dan strategi pengarusutamaan gender yang dijalankan.

Desty selaku fasilitator dalam workshop ini menyampaikan bahwa urgensi kampus responsif gender di setiap perguruan tinggi di Indonesia memiliki kompleksitas sesuai dengan kebutuhan masing-masing perguruan tinggi untuk mendapatkan akses dan manfaat yang sama. “Pengarusutamaan gender menjadi paradigma, semangat, dan perilaku dalam pengelolaan kampus baik manajemen kelembagaan maupun pengembangan universitas,” paparnya.

BACA JUGA Hindun Anisah Ajak Santri Ambil Peluang Go-Digital di Era NFT dan Metaverse

Ketua PSGA Santi Andriyani menyampaikan hal yang sama berharap PSGA Unisnu mampu berproses dalam upaya mewujudkan kampus yang responsive gender. “Terwujudnya kampus responsive gender ini tentunya akan mendukung kampus menjadi tempat yang sehat, aman, dan nyaman bagi warganya dalam belajar maupun bekerja tanpa adanya tindak kekerasan bentuk apapun.” Ujarnya.

Antusias peserta mengikuti kegiatan workshop ini nampak ketika fasilitator mengajak peserta membedah masing-masing kesembilan indikator dan mengkajinya menggunakan feminist approach berdasarkan pengalaman di lapangan.

Selain itu, para peserta juga berdiskusi dan berdialog langsung menyampaikan hasil FGD secara virtual kepada Ibu Lies Markoes Direktur Rumah Kitab dan Ibu Leni dari KPPA.

Melalui workshop ini, Santi mengharapkan adanya persamaan persepsi tentang permasalahan gender yang terjadi pada perguruan tinggi, menumbuhkan sensitivitas gender, tersusunnya dokumen PUG, terekstraksinya pengalaman menjadi sebuah pengetahuan, kebijakan responsive gender dan terwujudnya lingkungan ramah gender serta zero tolerance terhadap kekerasan dan pelecehan seksual. “Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, kami mendeklarasikan bersama berkomitmen dalam mengimplementasikan indikator perguruan tinggi yang responsif gender,” tukasnya.

Alvaros

BACA JUGA NFT Jadi Viral Gara-gara Gozali, Ini Penjelasannya