blank
Webinar “Toxic Friendship” yang diselenggarakan oleh mahasiswa Ilkom UDINUS. Foto: Tangkapan layar

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) sukses menggelar webinar tentang kesehatan mental secara online baru-baru ini.

Acara ini diikuti tidak hanya dari mahasiswa UDINUS tetapi juga menarik bagi mahasiswa yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, bahkan ada salah satu peserta mahasiswa dari Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Malaysia juga mengikuti webinar ini.

Webinar yang dilakukan sebagi pemenuhan tugas mata kuliah event organizing mengambil tema “toxic friendship”, dengan narasumber Diany Ulfieta Syafitri, M.Psi, selaku dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

Acara yang dimoderatori Hilda Oktavia, mahasiswi Ilkom UDINUS mendapat respon antusias dari peserta, terbukti dari banyaknya peserta yang mengajukan pertanyaan  dan mengikuti dari awal sampai akhir acara.

Menurut ketua panitia pelaksana Pasha Akbar Novianto, tema ini diambil karena dalam pertemanan seringkali berhadapan dengan situasi yang tidak sehat karena ketidaknyamanan yang dirasakan.

“Tetapi masih saja tetap berteman dengan berbagai alasan dan ini justru kadang  mengganggu secara psikologis sehingga menjadi toxic untuk mental,” kata Pasha.

Pasha juga mengucapkan terima kasih untuk dukungan dari berbagai pihak yang membuat acara webinar ini bisa berlangsung dengan lancar dan bisa diikuti lebih dari 100 peserta.

Sementara Diany Ulfieta Syafitri yang akrab dipanggil Tata mengawali webinar dengan menceritakan tentang kehidupan seorang remaja yang memiliki teman baik, tetapi sering sekali membandingkan dirinya dengan orang lain dan selalu melakukan body shaming di depan teman-teman yang lain.

Banyak teman lain yang menyarankan untuk kemudian menjauh dari temannya ini, tetapi ada satu nasehat yang selalu diingat bahwa kalau ada orang jahat ke dia, maka harus diingat kebaikannya sehingga dia tidak bisa meninggalkan teman yang sering menyakiti perasaannya ini.

Tata mengatakan, sebetulnya kondisi ini berarti sudah pada situasi toxic friendship. “Definisi dari toxic friendship adalah hubungan pertemanan yang lebih sering membawa pengaruh buruk terhadap sesama teman, dan hubungan ini tidak sehat karena jauh dari kata dukungan dan perhatian,” kata Tata.

Menurutnya, memang sulit untuk memahami apakah pertemanan yang dijalani ini sudah termasuk toxic atau tidak karena terkadang kita merespon dengan memaklumi dan menerima.

“Karena kita selama ini selalu diajarkan untuk menerima teman kita apa adanya dan tidak membeda-bedakan teman,” tambahnya.

Beberapa tanda berada dalam toxic friendship sebetulnya bisa dikenali gejalanya menurut Tata, misal ketika tidak mampu menikmati waktu yang dihabiskan bersama teman tersebut, atau ketika teman kita lebih sering mengkritik hingga membuat kita merasa buruk atau meragukan diri sendiri.

“Atau ketika butuh bantuan saja dia mendekat, tetapi jarang ada ketika justru kita butuh, yang lebih parah adalah ketika sering berbohong dan berbicara keburukan di belakang kita maka ini berarti sudah berada dalam toxic friendship,” ujar Tata.

Walaupun sudah menyadari bahwa kita dalam situasi toxic friendship, tetapi seringkali tidak mudah meninggalkan pertemanan.

Hal ini karena merasa hubungan pertemanan yang dibangun sudah berjalan lama, atau kita berharap dia akan berubah dan seringkali ada ketakutan kalau meninggalkan temannya justru akan tidak punya teman yang lain. Hal-hal seperti itulah yang terkadang membuat seseorang tetap bertahan menjalani hubungan pertemanan walaupun tidak sehat.

Seringkali hal itu terjadi karena kita tidak berani menyampaikan ke teman, takut kalau dia marah dan mencari teman baru kan tidak gampang sebagai alasan.

“Sebetulnya kita bisa melakukan beberapa hal, pertama beritahu temanmu apa saja perilaku yang membuatmu tidak nyaman, komunikasikan dengan baik, kedua buatlah garis batasan antara kamu dan temanmu seperti berani menolak jika kamu tidak nyaman, ketiga tinggalkan perlahan dan sampaikan bahwa sepertinya kamu sudah tidak bisa sering hangout bareng dia, terakhir carilah teman baru yang lebih positif dan suportif padamu,” ujar Tata menegaskan.

Di penghujung pemaparan materinya Tata berharap semua peserta dalam webinar ini akan mampu mengenali bahaya toxic friendship dan bisa melakukan tindakan dengan cara yang baik ketika akan meninggalkan teman yang toxic.

Sementara Made Dwi Adnjani selaku pengampu mata kuliah yang didampingi oleh Endang Winarsih mengatakan, hubungan pertemanan seringkali situasinya memang tidak membawa kenyamanan pada kita dan memberikan pengaruh buruk.

“Tetapi penting bagi kita untuk menjaga dan membentengi diri kita agar tidak mudah terpengaruh dan kalau bisa justru kita yang memberikan pengaruh kebaikan pada teman-teman sehingga bisa saling support dan mendukung bertumbuhnya kepribadian yang positif,” ujar mantan penyiar TVRI Jawa Tengah ini.

**/wied