Oleh : M. Dalhar
Jepara memiliki sejarah panjang yang membanggakan. Sayangnya, narasi tersebut jarang diketahui publik, utamanya bagi masyarakat Jepara. Sejarah hanya diketahui secara sepotong dan barangkali tidak begitu diminati.
Menelusuri sesuatu di masa lalu memiliki kenikmatan tersendiri. Tidak dapat dimungkiri bahwa dewasa ini, di Jepara maupun di belahan bumi manapun, ekonomi menjadi panglima dan kebutuhan utama. Ini menjadi persoalan sekaligus tantangan tersendiri.
Penulis mengamati, tidak begitu populernya sejarah Jepara di mata publik karena tidak diketahuinya sejarah besar Jepara. Tidak diketahui, – Paling mudah menduga adalah – karena tidak diperkenalkan pada pendidikan formal.
Kondisi tersebut diperparah dengan gelombang besar materialisme yang tidak disadari telah menjadi gaya hidup. Seakan terbangun opini, , urusan ekonomi dan bahkan gaya hidup harus selesai terlebih dahulu, baru membicarakan sejarah. Atau beranggapan sejarah adalah urusan para sejarawan atau komunitas pecinta atau pelestari sejarah.
Jika dicermati lebih jauh, informasi generasi terdahulu masih terbatas pada bangku sekolah. Padahal, pembelajaran sejarah di sekolah sangat terbatas. Belum lagi metode yang disampaikan belum tentu menyenangkan menjadi persoalan berikutnya. Alhasil, sejarah besar Jepara pelan-pelan terpinggirkan dan tenggelam.
Dewasa ini perkembangan teknologi mencapai puncaknya. Agaknya, sejarah belum menjadi bagian yang banyak diketahui atau diminati, khusunya warga Jepara. Tampak, ekonomi atau gaya hidup masih hal yang dominan. Bahkan semakin nyata wujudnya.
Manfaat sejarah
Lalu, apa sih pentingnya sejarah? sejarah tidak dapat disamakan dengan ekonomi atau dalam hal ini uang yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan atau gaya hidup. Akan tetapi, dari sejarah akan mendapatkan, sekurang-kurangnya dua hal. Pertama, pengetahuan atas masa lalu. Inilah yang menghasilkan kisah atau cerita. Dari kisah tersebut dapat dijadikan sebagai ukuran sudah seberapa jauh perubahan atau perkembangan yang dimiliki. Kedua, dari sejarah akan memunculkan inspirasi – dari kisah atau cerita – untuk masa depan.
Masih banyak manfaat mempelajari sejarah. Siapapun berhak belajar dan mengetahui sejarah. sejarah adalah milik publik. Tidak ada salahnya untuk belajar sejarah. bukankah ada ungkapan “jangan sampai melakukan kesalahan untuk kedua kalinya.” Itu adalah pesan yang sangat menyejarah, menghargai proses.
Gemes
Bagi sebuah kota, kehadiran sejarah sangat amat penting. Pembentukan komunitas adalah upaya yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sejarah sebuah kota. Dari komunitas dapat dilakukan pengkajian, penggalian sumber, dan sosialisasi kepada masyarakat luas. Dan, itulah yang terjadi di Jepara.
Belum lama ini, puluhan generasi muda berkomitmen untuk membentuk Forum Pemuda Pelestari Budaya dan Sejarah Jepara. Ini bukan komunitas yang pertama. Hanya saja, nuansa pemuda tampak nyata, sehingga forum tersebut dapat berkerja sama dengan forum-forum yang telah ada untuk menjadikan sejarah dan budaya Jepara (lebih) hidup.
Bagi peminat sejarah, ada banyak hal yang dapat dilakukan. Sangat banyak. Penggalian sumber-sumber tentang Ratu Shima, Ratu Kalinyamat, R.A. Kartini, dan masih banyak tokoh inspiratif lainnya. Siapa sangka, dr. Cipto Mangunkusumo adalah tokoh berasal dari Jepara.
Di samping itu, penggalian toponimi daerah juga dapat dilakukan. Dari sejarah, bukan hanya kronologi peristiwa, tapi tetapi bagaimana nilai-nilai budaya Jepara yang ada dapat dimunculkan kembali. Revitalisasi dapat dilakukan setelah ada penggalian sejarah.
Penulis optimis jika gerakan melek sejarah (Gemes) dapat dilakukan di Jepara. Kenapa demikian? Dalam pembentukannya, pemerintah kabupaten (Pemkab) sudah memfasilitasi tempat untuk deklarasi. Juga dukungan sejumlah akademisi asli Jepara yang bersedia hadir dan memberikan motivasi pentingnya pelestarian budaya dan sejarah seperi Dr Alamsyah (Undip), Dr Muh Fachrihun Na’am (Unnes) dan Wahyono M.Sn (UNY). Juga ada Ingga Tejo Suroto, Bambang Setyawan, Ki Hendro Suryo Katika, Indria Mustika dan penggagas pertemuan Hadi Priyanto. Ini merupakan simbol bentuk dukungan dan banyak program yang dapat disinkronisasikan, termasuk dengan dinas terkait.
Gemes dapat dimulai dari menggandeng para pegiat, komunitas, dan guru sejarah untuk menentukan langkah bersama. Misalnya, dalam benak penulis, bagaimana jika masing-masing desa menuliskan sejarahnya. Menulis dari bawah, di mana masyarakat setempat yang menulis tentu memiliki kekhasan tersendiri. Seminar, sosiaslisi, dan diskusi sejarah di desa mungkin hal baru yang dapat dicoba.
Jika dilakukan bersama, dalam waktu yang tidak lama, sejarah dapat menjadi hal yang tidak asing bagi masyarakat. Sekali lagi, sejarah bukan harus dibandingkan dengan ekonomi. Siapapun berhak tahu dan belajar sejarah. Setidaknya, dengan belajar dari sejarah akan memunculkan apresiasi, optimisme, dan beragam alternatif dalam menyelesaikan pelbagai persoalan.
Penuis adalah Pegiat Pelestari dan Budaya Sejarah Jepara