WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Pemkab Wonosobo melalui kerjasama antara Dinas PPKBPPA dan Forum Anak Kreatif Wonosobo (Forkos) mengehelat sebuah acara untuk memperingati Hari Anak Nasional ke-37, di Pendopo Bupati setempat.
Sebuah konsep menarik bertajuk Jo Kawin Bocah diperkenalkan dalam forum yang diisi sejumlah paparan dalam bingkai seminar bertema saling sapa (Suara Cilik Bareng Forkos dan Bupati) tersebut.
Ketua TP PKK Kabupaten Wonosobo yang juga Kepala Dinas PPKBPPA Dyah Afif Nurhidayat menerangkan konsep Jo Kawin Bocah diinisiasi Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah, sebagai gerakan bersama yang masif untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak di Jawa Tengah.
“UU Nomor 16 tahun 2019 telah mengamanatkan batas usia minimal menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan. Jangan sampai terjadi perkawinan anak di bawah usia 19 tahun. Karena secara psikis dan ekonomi, usia tersebut belum cukup matang,” katanya.
Dyah mengakui, angka perkawinan anak di bawah umur di Wonosobo khususnya, maupun di Jawa Tengah pada umumnya saat ini masih cukup tinggi. Sehingga diperlukan perhatian dari semua pihak, khususnya para remaja agar menjadi pembelajaran.
“Masih banyak yang belum paham batas usia perkawinan yang diatur dalam UU No : 16 tahun 2019. Sehingga pada Tahun 2020 lalu, jumlah perkawinan anak di Wonosobo, atau yang dalam rentang usia antara 16-19 tahun masih ada 968 pasangan,” tutur Dyah saat memaparkan materinya.
Jumlah tersebut, meski diakuinya menurun, bila dibandingkan dengan tahun 2018 dan 2019, tetap perlu terus ditekan, sehingga kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perkawinan di usia wajar dapat meningkat.
“Jangan sampai kemudian anak-anak kita di Wonosobo ini justru membudayakan perkawinan di bawah umur yang berpotensi menimbulkan beragam problematika dalam rumah tangga,” lanjut Dyah.
Sebagaimana diwanti-wanti Bupati Afif Nurhidayat, Dyah meminta masyarakat menyadari bahwa menikah di bawah usia 19 tahun sangat rentan dengan resiko kehamilan bagi kaum perempuan.
Rawan KDRT
“Juga persoalan rumah tangga yang dapat memicu kekerasan karena pasangan di bawah umur belum dewasa secara emosional maupun psikis. Cenderung memicu kekerasan dalam rumah tangga,” terangnya
Pun demikian, perkawinan usia anak yang lebih banyak dialami kaum perempuan di Wonosobo, disebut Dyah juga memiliki resiko terkait ekonomi, mengingat di usia-usia tersebut rata-rata belum memiliki penghasilan yang memadai.
“Tiga Kecamatan di Wonosobo yang memiliki angka perkawinan usia anak tertinggi pada tahun 2020 adalah, pertama Sapuran dengan 109 anak, Watumalang 103 anak, dan disusul Wadaslintang dengan 94 anak,” bebernya.
Dari perbedaan gender, perempuan yang menjalani pernikahan di usia di bawah 19 pada tahun 2020, disebut Dyah, jauh di atas jumlah laki-laki, yaitu ada 922 orang, sementara laki-laki ada 46 orang.
Demi menguatkan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan pernikahan dini, Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat meminta agar forum anak kreatif Wonosobo (Forkos) yang saat ini masih terbentuk di tingkat Kabuapaten, dapat dibentuk hingga di tingkat Desa/Kelurahan.
“Forkos ini dapat berperan penting karena mereka akan lebih mampu mengedukasi rekan-rekan sesama remaja untuk tidak menjalani perkawinan sebelum usia memenuhi ketentuan,” harap Bupati.
Tidak hanya itu, Forkos yang terbentuk di Desa/Kelurahan juga disebut Bupati, bakal menularkan energi positif kepada rekan mereka sehingga angka kenakalan remaja pun dapat terus ditekan.
Pemkab Wonosobo ditegaskan Afif akan berupaya untuk terus hadir melalui berbagai program, demi menguatkan peran remaja pada kegiatan-kegiatan positif.
“Kita perkuat terus peran para remaja sehingga masa depan generasi penerus di Wonosobo ini semakin cerah dan terhindarkan dari dampak negatif kemajuan zaman dan modernitas teknologi,” pungkasnya.
Muharno Zarka