blank
Gus Yaqut (Menag RI). Foto: dok/ist

JAKARTA (SUARABARU.ID)
…Agama
adalah kereta kencana
yang disediakan Tuhan
untuk kendaraan kalian
berangkat menuju hadirat-Nya
Jangan terpukau keindahannya saja
Apalagi sampai
dengan saudara-saudara sendiri bertikai
berebut tempat paling depan
Kereta kencana
cukup luas untuk semua hamba
yang rindu Tuhan…

Sebuah puisi hasil karya KH Mustofa Bisri (Gus Mus), sempat dibacakan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, dalam pidato upacara penutupan Forum Antaragama G20 di Bologna, Italia, Selasa (14/9/2021) malam waktu setempat, secara virtual.

Begitu usai membaca puisi hasil karya Mustasyar PBNU yang juga Paman Menag itu, Gus Yaqut langsung mendapat tepuk tangan meriah dari peserta.

BACA JUGA: Al Azhar Kalibanteng Borong Lima Gelar Juara Musabaqoh Tilawatil Quran

Di hadapan Presiden dan Perdana Menteri Italia, sejumlah menteri, pemimpin agama-agama serta intelektual dari berbagai negara, Menag dengan sapaan akrab Gus Yaqut itu, menyampaikan pidatonya secara virtual.

Pada kesempatan itu, Gus Yaqut dalam pidato berbahasa Inggris memberikan isyarat-isyarat tentang arah lebih lanjut, bagi ikhtiar-ikhtiar perdamaian global melalui Forum Antaragama G20. Untuk diketahui, pada 2022 mendatang giliran Indonesia akan menjadi tuan rumah untuk gelaran yang sama.

Menag Yaqut juga mengajak para tokoh yang hadir, untuk mengakui sejarah yang sulit dan didominasi oleh konflik selama berabad-abad, dalam pergaulan antarkelompok agama dan antarbangsa.

BACA JUGA: BAORI Akhirnya Menangkan KONI Kudus Kubu Imam Triyanto

”Baru sesudah Perang Dunia II, masyarakat internasional berupaya membangun konsensus untuk mewujudkan tata dunia yang lebih aman dan stabil, dengan lahirnya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan dibentuknya Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Menag.

Namun menurut dia, tata dunia baru itu hingga kini masih rapuh. Sedangkan pola pikir yang diwarnai dorongan permusuhan dan konflik, masih membayang-bayangi.

Untuk itu, Menag menyerukan kepada para pemimpin dunia, baik pemimpin politik maupun pemimpin agama dan intelektual, untuk menyempurnakan dan mengukuhkan konstruksi tata dunia usai Perang Dunia II, dengan membangun konsensus perdamaian atas dasar nilai-nilai peradaban bersama.

Riyan