ADA pepatah Jawa, wong yen wus duwe jeneng, jenang teka dhewe, yang artinya, orang jika sudah punya nama, jenang atau dodol yang dimaknakan sebagai rezeki, akan datang sendiri.
Dan Masruri, praktisi dan konsultan spiritual dari Sirahan, Cluwak, Pati ini termasuk orang yang mendapatkan berbagai kemudahan karena namanya yang cukup dikenal.
Penulis kolom “Jurnal Metafisika” yang tayang setiap akhir pekan di suarabaru.id ini lahir di Desa Sirahan, Cluwak, Pati. Semasa remajanya dia memiliki banyak kegiatan yang berkaitan dengan beladiri.
Perjalanan hidup penulis 82 judul buku ini diakui serba tidak sengaja. Misalnya, melalui jaringan pertemanan di Facebook, yang sebagian dari mereka adalah pembaca bukunya itu kemudian melahirkan kegiatan lain yang positif.
Misalnya, seringnya teman Facebook yang konsultasi, yang dulunya melalui inboks atau e-mail, dan untuk itu sebagian dari mereka dengan suka rela memberi fee. “Rasanya, rezeki nomplok itu kurang asyik jika dinikmati sendiri,” tuturnya.
Menurutnya, semua itu berawal saat dia menulis status di Facebook tanggal 31 Mei 2017, menyampaikan idenya untuk membuat sebuah komunitas social. Kemudian dia menyarankan kepada teman-teman yang biasa konsultasi itu untuk menyalurkan fee-nya melalui komunitas itu, agar lebih bermanfaat bagi mereka yang lebih membutuhkan.
Yang terjadi kemudian tidak disangka-sangka. Respon teman-teman Facebook itu sangat luar biasa, menyambut dengan sangat baik. Bahkan, walau dia sudah menulis bahwa aktivitas penggalangan dana atau sedekah itu baru akan dimulai 1 Juni 2017 ternyata sudah ada yang mencuri start.
“Beliau itu Bapak BP, yang sebelumnya pernah bertemu saat ada acara bedah buku di Jakarta. Jumlah sedekahnya pun tidak mengikuti aturan (agar) Rp 25.000 melainkan beliau memberikan Rp1 juta,” kata Masruri.
Karena ada yang sudah telanjur transfer dengan nominal yang “tidak mematuhi aturan” teman lain pun mengikuti sesuai keinginan mereka. Sebagai penggagas dan sekaligus admin pun Masruri mengalah. Mereka teman-teman Facebook itu berseloroh, “Lha wong sedekah kok dibatasi.”
Mulai Start
Pagi hari, 1 Juni 2017 teman yang lain inboks ke rekening siapa harus transfer? Jawaban Masruri pun bikin tertawa, karena dia baru mau mencari teman yang untuk sementara pinjam rekeningnya. Akhirnya ketemu, yaitu teman satu kampung yang kerja di Jakarta berkenan meminjamkan rekeningnya yang jarang digunakan.
Sebelum bulan berakhir, Masruri musyawarah dengan teman-teman yang terbiasa mengelola keuangan untuk kepentingan umum, dan yang dikenal amanah. Mereka terdiri dari tenaga pendidik, PNS, kepala desa, dan wiraswasta.
Komunitas ini disebut “Komunitas Selawe” karena tawaran awalnya adalah sedekah sebesar dua puluh lima ribu rupiah. Dua puluh lima dalam bahasa jawa adalah selawe.
Secara alamiah yang ikut sedekah ke Komunitas Selawe itu semakin bertambah. Terutamanya teman-teman Facebook yang biasa konsultasi dengan Masruri yang berkaitan dengan isi buku yang ditulis atau hal lain yang sifatnya pribadi.
Tradisi Masruri, setiap melayani konsultasi dengan teman-teman Facebook itu bertanya “Ngaturi pinten, Pak?” Yang artinya, “Memberi berapa, Pak?” Dia menjawab, tentukan sendiri, kemudian diarahkan ke rekening Komunitas Selawe. Dan kegiatan yang positif itu tetap berjalan dengan baik.
Sudah Memulai
Sebelum berdirinya Komunitas Selawe, sebenarnya Masruri sudah ada “sumber dana” untuk kepentingan sosial dari hamba Allah asal Medan tinggal di Jakarta. Pengelolaannya difokuskan untuk membantu pendidikan anak-anak yatim piatu.
Namun ketika Komunitas Selawe berjalan baik, kegiatan yang sudah jalan baik itu justru dibantu. Kegiatan terus berkembang sesuai kondisi. Selain pembagian sembako bulanan, juga bantuan transportasi berobat ke rumah sakit, saat berobat jalan, bedah rumah, pembagian sembako, juga dalam bentuk uang. “Dana itu juga digunakan untuk membiayai operasi bibir sumbing, kaki palsu, modal usaha kecil, kursi roda, dll,” tambah Masruri.
Semoga Pak Masruri tetap sehat, dan upayanya melalui Komunitas Selawe bisa makin memberikan banyak manfaat bagi makin banyak orang.
wied