blank
Model petani kopi : Muhajanah, S.Pd.

Oleh: Imam Sukoco,S.Pd.

Kopi Tempur yang memiliki cita rasa khas ternyata memiliki sejarah panjang. Sekitar tahun 1930, saat desa Tempur dalam kepemimpinan Petinggi Kyai Muhamad Salim, sering sekali serdadu  Belanda datang ke Desa Tempur. Mereka memburu    para pejuang yang banyak bersembunyi di lereng Gunung Muria.

blank
Kopi Desa Tempur jika berbuah sangat lebat

Karena harus tinggal beberapa hari dikawasan tersebut, mereka juga membawa makakan dan minuman. Diantaranya kopi. Konon kopi tersebut dibawa dari perkebunan Jolong yang berada di wilayah Kabupaten Pati. Diantara serdadu Belanda ada yang memberikan kopi kepada penduduk.  Tentu rasanya berbeda dengan kopi  berbahan  beras jagung yang biasa diminum warga.

Niikmatnya rasa kopi Jolong itulah yang kemudian mendorong  warga untuk  menanam kopi. Namun mereka tidak memiliki bibitnya.  Karena itu saat Mbah Joyo Rebidin menjadi Petinggi Desa Tempur, ia  merencanakan untuk mengambil bibit kopi dari perkebunan Belanda yang ada di Jolong.

blank
Kopi olahan mulai berkembang dengan cita rasanya yang khas.

Ia kemudian mengajak para tokoh desa Tempur seperti Mbah Muhamad Salim, Mbah Karbon, Mbah Sidin, Mbah Sumadi, Mbah Suntono Waris serta sejumlah tokoh lain untuk meminta bibit ke perkebunan Jolong. Kala itu perjalanan ke Jolong tidak mudah.

Dituduh Mencuri

Dengan berjalan kaki mereka menyusuri pinggang gunung Muria. Hutan, semak belukar, jurang dan berbukitan terjal harus mereka lalui. Kendati demikian mereka tetap semangat. Sebab mereka ingin memberikan warisan tanaman kopi kepada anak-cucunya.

Namun mereka justru dituduh mencuri. Bahkan akhirnya mereka dihukum bekerja membersihkan perkebunan kopi milik Belanda. Saat dihukum inilah mereka diam-diam setiap hari mereka mengumpulkan biji-biji kopi yang berserakan di tanah untuk ditanam di desa Tempur. Kopi inilah yang kemudian di tanam di Tempur.

Namun tidak mudah. Sebab  serdadu Belanda melarang warga Tempur menanam kopi. Alasannya, bisa menjadi pesaing kopi hasil  perkebunan Belanda. Karena itu mereka menanam kopi   jauh dari pemukiman. Bahkan digunung-gunung yang sulit dijangkau serdadu Belanda.

blank
Biji kopi Desa Tempur kualitas super.

Berkembang Menjadi Sentra

Dari sinilah asal mula sejarah kopi Tempur. Usaha keras  para leluhurnya kini berbuah manis. Sekarang  ditangan para petani kopi milineal, kopi Tempur semakin dikenal bahkan sampai manca negara.

Desa Tempur kini  merupakan desa penghasil kopi terbesar di Kabupaten Jepara. Hasil panen raya kopi  setiap tahunnya mencapai 700 ton sampai dengan 800 ton. Ini jika  kondisi  panen yang normal. Bahkan apabila kondisi musim kemarau  tidak terlalu panjang dan musim hujan yang tidak terlalu ekstrim, hasil kopi penduduk desa Tempur kisaran angka 950 ton/tahun.

Hasil tersebut berasal dari luas lahan kurang kebih 1.200 ha. Sedang jenis yang dihasilkan adalah  kopi Arabika yang ditanam diketinggiaan  800 dpl – 1.300 dpl dan jenis  Robusta yang ada di lahan dengan ketinggian 600 dpl – 1000 dpl. Rata-rata  petani kopi di Tempur mempunyai luasan lahan 1 – 3 ha. Per ha bisanya panen 800 kg sampai  1.200 kg. Sedangkan harga per kg kopi Robusta petik merah kualitas super harga ose Rp. 24.000.

blank
Salah satu kopi bubuk olahan yang dikemasd dalam kemasan yang menarik

Tumbuh Pengolahan Kopi

Kini dengan mulai berkembangnya pengolahan kopi, keuntungan petani bertambah. Kalau dibuat bubuk 1 kg ose menjadi 0.8 kg bubuk. Jika kualitasnya baik harganya  bisa tembus bersih Rp. 40 an ribu. Ini tentu jika dilakukan pembinaan dengan baik bisa menjadi alternatif ekonomi  bagi petani kopi. Bahkan masyarakat Desa Tempur.

Apalagi selain kopi,  biasanya petani menanam juga secara tumpangsari dengan   dengan  jahe dan kapulaga. Juga tanaman naungan  seperti jeruk pamelo atau alpukat dengan sistem agroforestery.

Tempur kini telah mulai bangkit. Harapannya dapat terus dikembangkan menjadi sentra kopi dan juga desa wisata. Sebab keindahan alamnya yang luar biasa. Karena itu diperlukan peta pengembangan Desa Tempur yang bisa menjadi peta jalan bagi semua fihak.

Penulis adalah Guru SDN 2 Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara

blank

blank