blank
Tradisi mengkaji Kitab Kuning sudah menjadi kebiasaan di kalangan pesantren NU. Foto : SB/dok

Oleh : M. Muqorrobin Thoha

blank
M Muqorrobin Thoha. Foto : SB/dok

“Seperti di Banten, saya pernah sampaikan anggota polisi wajib belajar kitab kuning,” ungkap Komjen Listyo Sigit Prabowo calon Kapolri saat uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi III DPR RI, Rabu, 20 Januari 2021 lalu.

Menurutnya, mengaji kitab kuning adalah salah satu cara untuk mencegah berkembangnya paham terorisme.
Ide bernas dan cerdas dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menarik untuk dicermati dan kaji lebih mendalam.

Gagasan mengaji kitab kuning justru dimunculkan oleh Kapolri baru yang notabene beragama non muslim. Tidak sekedar sebagai wacana bahkan saat Listyo Sigit menjabat Kapolda Banten tahun 2016-2018, Polri dibawah pimpinannya sudah diwajibkan mengaji kitab kuning.

Apa yang dilakukan Listyo Sigit di Polda Banten bukanlah pepesan kosong. Listyo mengaku banyak menyerap masukan dari para alim ulama untuk mencegah paham-paham radikal dengan mengikuti kajian kitab kuning, dia meyakini bahwa masukan-masukan dari para ulama ini benar adanya.

“Tentunya baik eksternal maupun internal, saya yakini bahwa apa yang disampaikan ulama itu benar adanya. Maka dari itu, kami akan lanjutkan (program Polri mengaji kitab kuning). Tentu, kita akan kerja sama dengan tokoh agama, para ulama untuk melakukan upaya pencegahan agar masyarakat tidak mudah terpapar ajaran-ajaran seperti itu,” ungkap Listyo.

Atas berbagai gagasan cerdas dan integritas yang tinggi, Komisi III memberikan persetujuan Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri.

“Komisi III menyadari bahwa kecakapan, integritas dan kompetensi calon Kapolri merupakan persyaratan mutlak untuk menjadi Kapolri. Atas dasar itu, Komisi III menyetujui untuk mengangkat calon Kapolri yang diusulkan Presiden RI,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dalam rapat paripurna, Kamis (21/1) lalu.

Selanjutnya ditetapkan dalam rapat Paripurna DPR RI untuk mengangkat Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Idham Aziz.

Kitab Kuning

blank
Komjen Listyo Sigit Prabowo, ketika memimpin pasukan. Foto : SB/dok

Langkah Jenderal Listyo Sigit yang akan menjadikan kajian kitab kuning di jajaran Polri di seluruh Indonesia patut di apresiasi dan didukung penuh oleh seluruh komponen bangsa, terutama kalangan ulama dan pondok pesantren yang selama ini menjadikan kitab kuning sebagai rujukan utama dalam kajian keilmuannya di pondok-pondok pesantren.

Saya membayangkan para anggota Polri duduk bersila dihadapan para Kyai dan Ulama mengaji kitab kuning sebagaimana para santri mengaji dengan para Kyainya tentu akan menjadikan pemandangan yang sangat elok. Mungkin implementasi kajian kitab kuning nantinya tidak sepenuhnya seperti kajian yang dilakukan oleh para santri di pondok pesantren pada umumnya akan tetapi ada metode tersendiri pola kajian yang akan diterapkan dijajaran kepolisian.

Kitab kuning adalah sumber rujukan utama untuk mengkaji berbagai disiplin ilmu, didalam kitab kuning tersedia sangat luas dan dalam lautan ilmu yang dapat dikajinya. Kajian dalam kitab-kitab kuning yang telah dipelajari oleh para santri dan ulama ratusan tahun di berbagai pondok pesantren di Indonesia ini, nantinya juga akan dilakukan oleh anggota Polri dibawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Kitab kuning dalam pendidikan agama Islam banyak diajarkan di pondok-pondok pesantren, merujuk pada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran agama Islam (diraasah al Islamiyah) yang diajarkan di pondok pesantren, mulai dari tauhid, fiqih, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan sharaf), tasawuf, tafsir, hadits, Ilmu Al Qur’an hingga ilmu sosial dan politik serta ilmu kemasyarakatan (muamalah).

Kitab kuning juga dikenal dengan kitab gundul karena memang tulisan didalam kitab kuning tidak memiliki harakat. Oleh sebab itu, untuk bisa membaca dan memahami arti yang terkandung dalam kitab kuning diperlukan kemahiran penguasaan tata bahasa arab (nahwu dan sharaf).

Pengajiannya biasa dilakukan dengan system sorogan-santri secara personal langsung mengaji dengan Kyainya- atau system bandungan dimana Kyainya membacakan kitab, santri secara bersama-sama mendengarkan dan menulis artinya dengan menggunakan kalam.

Kitab kuning merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kitab-kitab yang berbahasa arab. Dikatakan kuning karena kertas-kertas yang digunakan pada kitab tersebut berwarna kuning. Dilansir dari NU Online bahwa kitab kuning berasal dari Timur Tengah dan sampai ke Nusantara dengan warna kuningnya.

Clifford Geertz seorang ahli antropologi dari Amerika Serikat dalam bukunya yang terkenal berjudul, “Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa” (judul aslinya The Religion of Java) memuat sekelumit cerita tentang kitab kuning. Ada pula buku yang meneliti tentang kitab kuning karangan peneliti Belanda, Martin Van Bruinsessen yang berjudul “Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat” yang membahas sejarah kitab kuning dan pendidikan Islam tradisional di Indonesia.

Diantara kitab-kitab kuning yang mashur dikaji santri-santri di pondok pesantren adalah dibidang tauhid ada kitab Fathul Majid, kitab Aqidatul ‘Awam, dibidang fiqih ada kitab Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Kifayatul Akhyar, Safinatunnaja, dibidang akhlak dan tasawuf kitab Iyha Ulumuddin, Al Hikam dan Bidayatul Hidayah, di bidang Tafsir, ada Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al Ibriz, dibidang hadits ada kitab Bulughul Marram, Sohih Bukhori, Shohih Muslim, kitab Arba’in Nawawi, dan masih sangat banyak bahan kajian kitab kuning yang dapat dipelajari untuk memahami ajaran Islam secara kaffah.

Prof Dr KH Sadi Agil Siradj Ketua Umum PBNU pernah mengatakan bahwa dari ratusan teroris yang ada di Indonesia tidak ada yang dari kalangan Nahdliyin. Karena di NU diajarkan Islam wasyatiyah, Islam moderat yang menjunjung tinggi toleransi, kebersamaan dan keharmonisan antar umat beragama dan intern umar beragama.

Moderasi Islam

Dasar moderasi Islam di kalangan NU tidak lepas dari kajian kitab-kitab kuning yang selama ini dipelajari di pondok-pondok pesantren sehingga menghasilkan santri dan alim ulama yang tafaqquh fiddin.

Hal inilah yang diharapkan Jenderal Listyo Sigit, dengan mewajibkan jajarannya di kepolisian mengaji kitab kuning, agar nantinya para polisi dapat memahami ajaran Islam secara utuh dari sumber aslinya. Dengan pemahaman ajaran Islam yang kaffah diharapkan polisi dapat memahami dan menjalankan ajaran Islam dengan benar serta dapat menjalankan tugasnya secara baik.

Gagasan bernas Kapolri tersebut didukung penuh oleh mantan Wakapolri, Komjen Oegroseno, dalam wawancaranya di TV One beberapa waktu lalu, Oegroseno menyambut baik langkah Kapolri mewajibkan anggota polisi mengaji kitab kuning.
Dalam kesempatan tersebut Oegroseno mengatakan, :

“Sebagai bagian dari meningkatkan pengetahuan setiap anggota polisi, bagi saya tidak masalah apa yang disampaikan Kapolri, karena yang terjadi di masyarakat sekarang, Polisi paling ujung kan Babinkamtibmas, Polisi harus bisa dialog dengan masyarakat dan bisa memberikan penjelasan karena kalau tidak bisa dialog akan terjadi distorsi komunikasi,” ujarnya.

“Intinya yang disampaikan Kapolri adalah meningkatkan pengetahuan, sehingga polisi di lapangan dapat bergaul dengan masyarakat, dapat berdialog terhadap masalah apapun yang dihadapi masyarakat,” sambung dia.

Untuk merealisasikan gagasan besar Kapolri itu, sudah barang tentu perlu dicarikan metodologi yang tetpat dan berbeda dengan cara kajian kitab kuning yang diperuntukkan bagi anggota polisi dengan para santri di pondok-pondok pesantren.

Inilah tantangan kalangan pondok pesasntren dan para alim ulama untuk mewujudkan polisi ngaji kitab kuning. Para ulama dan Kyai inilah yang nantinya akan digandeng Kapolri untuk bekerjasama mengajarkan kitab kuning dikalangan polisi.

Untuk merespon ajakan Kapolri yang baru tersebut para Kyai dan Ulama perlu menyusun metodologi system pengajaran dan pembelajaran yang mudah dicerna dan dipahami dalam mengajarkan kitab kuning dikalangan polisi.

Selamat bertugas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Tuhan YME akan senantiasa membimbing dan melindungimu.

Penulis adalah Pengasuh Pondok Ngaji dan Majelis Ta’lim Haji Dahlan, Yayasan Masjid Al Manshur, Dahlan Square Wonosobo