MAGELANG (SUARABARU.ID) – Meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Merapi dalam beberapa hari terakhir, tidak menyurutkan warga di Dusun Babadan 1, Desa Paten, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang beraktivitas seperti biasa.
Meskipun dusun tersebut merupakan salah satu dari sembilan dusun di Kecamatan Dukun berada di kawasan rawan bencana (KRB) III Merapi.
Dusun Babadan 1 tersebut hanya berjarak 4,5 kilometer dari puncak Merapi, sedangkan seusai rekomendasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogjakarta terkait peningkatan status Merapi dari waspada (level II) menjadi siaga (level III), wilayah di KRB III (5 kilometer) dari puncak Merapi harus dikosongkan.
Baca juga Takut Suara Gemuruh Merapi, Warga Dusun Babadan 1 Kembali ke Pengungsian
Warga dusun setempat yang masih melakukan aktivitas seperti biasa yakni mencari rumput, merawat hewan ternak dan berladang tersebut, merupakan kelompok warga yang sehat dan masih muda usia.
Sedangkan, sebagian warga merupakan kelompok rentan, yakni, para lansia, anak-anak, ibu hamil dan penyandang disabilitas harus hidup di pengungsian. Yakni di Tempat Evakuasi Akhir (TEA) Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan.
Sudarsi, salah satu warga Dusun Babadan 1 mengatakan, warga yang hingga saat ini bertahan di rumahnya masing-masing tetap beraktivitas seperti biasa. Selain berladang, mencari rumput untuk ternak dan juga menjaga serta membersihkan rumah yang ditinggal anggota keluarga lainnya.
Batasi Diri
Namun, seiring peningkatan aktivitas Merapi akhir-akhir ini, kegiatan di ladang baik berladang maupun mencari rumput untuk hewan ternaknya juga tidak bisa seperti biasa. “Mereka juga membatasi diri ‘jam kerja’ di ladangnya. Dari semula sejak pagi hingga sore hari. Kini, hanya sampai siang hari saja, atau bahkan hanya berladang di pagi hari saja,” ujarnya.
Bahkan, imbuhnya, warga yang biasa mencari rumput hingga hutan mendekati puncak gunung. Saat ini membatasi hingga jarak paling jauh 3,5 kilometer dari puncak Merapi.
Warga Dusun Babadan 1 sengaja membatasi aktivitas di ladang baik mencari rumput maupun mengolah lahan pertaniannya, karena dalam beberapa hari terakhir suara gemuruh dari perut gunung yang dikenal dengan sebutan “Kyai Petruk” itu semakin meningkat.
Suara gemuruh tersebut terdengar tidak hanya di siang hari, melainkan juga sering terdengar dari Dusun Babadan 1 yang hanya berjarak 4,5 kilometer dari puncak Merapi.
Baca juga Muncul Lava Pijar Tanda Erupsi Merapi Semakin Dekat
“Bahkan, kalau suara gemuruh tersebut lebih sering dan keras juga disertai adanya goncangan seperti gempa,” ujarnya.
Menurutnya, seringnya mendengarkan suara gemuruh dari Gunung Merapi tersebut, menjadikan warga lebih waspada dan niteni (mengamati) aktivitas gunung tersebut.
Yakni, bila semula hampir sering mendengar suara gemuruh dan tiba-tiba intensitas suara tersebut berkurang. Maka, menjadi semacam tanda tanya tersendiri bagi masyarakat setempat.
Baca juga Merapi Masuki Fase Erupsi, Warga Area Bahaya Dipastikan Sudah Mengungsi
“Kalau dulu sering mendengar suara gemuruh hampir sepanjang hari dan suatu saat suara tersebut hanya dua hingga tiga kali dengan jarak yang jauh dalam sehari, menjadi tanda tanya tersendiri dari warga apa yang sedang terjadi di Merapi,” ujar Sudarsi yang juga dipercaya sebagai salah satu koordinator pengungsi di TEA Desa Banyurojo.
Ronda Malam
Sudarsi menambahkan, bagi kaum laki-laki yang masih bertahan di Dusun Babadan mempunyai suatu kwajiban untuk menjaga keamanan linkungan dusun tersebut. Yakni, melakukan ronda malam.
Selain itu, mereka juga tetap memantau kondisi Merapi dan bila suatu saat terjadi erupsi dan harus mengungsi. Mereka, harus segera “turun gunung”.
Kaum laki-laki yang bertahan di Dusun Babadan tersebut, juga diminta menyiapkan semua kendaraan bermotor yang bisa digunakan untuk mengungsi. Dan menjaga keamanan dusun di waktu malam hari dengan melakukan ronda malam.
“Seluruh kaum laki-laki warga Dusun Babadan 1 yang tersebar di tujuh rukun tetangga tiap malam secara bergiliran ronda malam. Dan di Desa Babadan 1 terdapat empat pos ronda,” imbuhnya.
Darsi menambahkan, di masing-masing pos ronda tersebut dilengkapi dengan radio komunikasi handy talky (HT) sebagai sarana komunikasi warga.
Selain itu, pesawat HT tersebut juga digunakan untuk memantau aktivitas kegempaan Merapi.Karena, ada salah satu frekuensi radio komunikasi tersebut bisa menangkap gelombang pemantau aktivitas kegempaan yang disambungkan dari pos pengamatan Gunung Merapi.
Widiyas Cahyono-trs