blank
Pelaksanaan koordinasi sekaligus diskusi dengan Dewan Etik dan Dewan Pakar Mappilu-PWI Jateng, di Kantor PWI Jateng, berlangsung hangat. Foto: dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Ketua Persatuan Wartawan (PWI) Jawa Tengah, H Amir Machmud NS meminta, agar Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu), lebih aktif lagi memberikan masukan atau sumbangan pemikiran, terkait penyelenggaraan Pilkada yang jujur, adil dan berkualitas. Dengan adanya masukan itu, diharapkan mampu mengerem laju permasalahan yang muncul.

”PWI Jateng memiliki tiga badan resmi, yakni Mappilu, Sekolah Jurnalistik dan Badan Usaha. Seluruh kegiatan yang dilakukan harus sinergi dengan visi dan misi PWI,” kata Amir Machmud, dalam acara koordinasi sekaligus diskusi dengan Dewan Etik dan Dewan Pakar Mappilu-PWI Jateng, di Kantor PWI, Jalan Trilomba Juang, Mugas, Semarang, Rabu (2/12/2020).

Hadir dalam kegiatan itu, unsur Dewan Etik Kliwantoro dan Zaini Bisri, Dewan Pakar Amirudin Machrus, Jawade Hafidz dan Untung Budiarso.

BACA JUGA : Pasien Positif Covid-19 Bisa Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada

Anggota Dewan Etik, Kliwantoro mengemukakan, dalam rangka menunjukkan eksistensi Mappilu, harus ada keseriusan untuk melakasanakan ketentuan aturan perundang-undangan.

”Bahkan Dewan Etik siap menerbitkan aturan atau Kode Etik Mappilu, yang saya rasa ini merupakan yang pertama di Indonesia. Saat ini sudah kami siapkan draft-nya. Dengan demikian, Mappilu akan lebih visioner,” ujarnya.

Anggota Dewan Etik yang lain, Zaini Bisri menyebutkan, personel Mappilu sangat erat pengalamannya di dunia wartawan, sehingga sudah tentu juga terasah dengan kode etik jurnalistik.

”Jadi sudah tidak ada kesulitan dalam memantau maupun mem-publish apa yang didapatkan sebagai hasil pemantauan,” tukas Zaini, yang juga mantan Ketua Mappilu-PWI Jateng ini.

Sedangkan anggota Dewan Pakar dari unsur akademisi, Jawade Hafidz (Unissula) menjelaskan, persoalan inti dalam pemilu ataupun pilkada adalah, objektivitas. Selagi kontestan, penyelenggara maupun pengawas serta pemantau tidak subjektif dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, niscaya pemilu atau pilkada itu juga akan obyektif dan berkualitas. Mappilu harus mengetahui dan paham betul regulasinya.

”Sebab kalau tidak, akan kehilangan momentum karena keberadaannya masih “abu-abu”. Berbeda dengan posisi Bawaslu ataupun KPU. Namun dengan tetap memahami regulasinya, berdasarkan payung hukum yang ada dan selalu dikomunikasikan dengan lembaga terkait, akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Sehingga tidak berdasar pada rasionalitas berdasarkan mekanismenya sendiri di lapangan,” terang Jawade.

Jamin Hak
Anggota Dewan Pakar yang juga pernah menjadi Ketua Pertama Mappilu-PWI Jateng unsur masyarakat akademisi, Amirudin Machrus menegaskan, ada 270 pilkada provinsi serta kabupaten/kota di Indonesia. Paslonnya ada 687.626 dari parpol dan 61 paslon dari unsur independen.

Sedangkan di Jateng, dari 21 pilkada/pilwakot, ada 60 paslon, dimana sekitar 11 persennya terpapar covid-19, termasuk Purbalingga dan Kota Semarang. Data per 1 Desember 2020 ada 57.094 pasien, Kota Semarang mencapai 8.000 lebih penderita positif covid-19.

”Dari data itu, saya justru ingin menekankan kewajiban pemerintah atau penyelenggara, untuk menjamin haknya sebagai pemilih. Bersamaan itu penyelenggara harus pula menjamin hak kesehatan pemilih,” imbuhnya.

Menurut dia, di satu sisi pihaknya berharap adanya partisipasi tinggi dari masyarakat, tapi di sisi lain, rendah transmisi covid-19. Ini yang harus dipenuhi sekaligus, kalau ingin tingkat capaian kepatuhan penyelenggara tinggi,” tegasnya.

Sementara itu, anggota Dewan Pakar asal Pemalang, Untung Budiarso berharap, Mappilu tidak hanya berkutat pada persoalan pemilu level atas saja, melainkan juga memantau pemilihan kepala desa (pilkades), yang nyata-nyata sering membuat masyarakat pedesaan resah.

”Rentanitas terhadap persoalan yang muncul di pilkades, cenderung lebih tinggi. Apalagi dengan masuknya para botoh di dalamnya, semakin amburadul,” tandasnya.

Riyan-Sol