JAKARTA (SUARABARU.ID) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga tindakan Ketua KPK, Firli Bahuri, yang menggunakan helikopter saat perjalanan di Sumatera Selatan melanggar kode etik KPK pada bagian integritas.
“Aturan tersebut (angka 27) sudah melarang pegawai/pimpinan KPK menunjukkan gaya hidup hedonisme sehingga Dewan Pengawas KPK harusnya tidak lagi ragu untuk dapat memanggil yang bersangkutan kemudian mendalami terkait dengan dugaan pelanggaran ini,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia mengungkapkan jika helikopter itu merupakan fasilitas dari pihak tertentu maka kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi. Bahuri lahir di Lontar, Muara Jaya, Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan, 8 November 1963, usia 56 tahun tujuh bulan. Ia pernah menjadi Kepala Polda Sumatera Selatan dan lama berkarier di reserse.
Sebelum perihal pemakaian helikopter ini –KPK tidak memiliki helikopter apa pun dalam daftar inventarisnya– sang ketua KPK ini juga dilaporkan soal pemakaian masker sebagai pejabat publik yang harus memberi contoh tentang protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19.
“Maka dari itu, KPK juga harus melakukan penyelidikan lebih lanjut, setidaknya untuk mendalami tiga hal. Pertama, siapa pihak yang memberikan fasilitas helikopter kepada Firli Bahuri. Kedua, apa motif dari pihak itu memberikan fasilitas itu. Ketiga, apakah pihak yang memberikan fasilitas itu sedang beperkara di KPK,” katanya.
Menurut dia, jika penyelidikan KPK itu membuahkan hasil, maka Bahuri dapat dikenakan pasal 12 B UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.
“Dugaan pelanggaran kode etik seperti ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli pun sempat ICW laporkan atas dugaan bertemu dengan pihak yang sedang berperkara di KPK,” Ramadhana.
Oleh karena itu, kata dia, berpegang pada Ketetapan MPR Nomor: TAP MPR/VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa maka selayaknya dia mengundurkan diri sebagai ketua KPK karena tidak memiliki rasa kepedulian yang tinggi dan secara moral langkah yang bersangkutan kerap kali bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia telah melapor ke Dewas Pengawas KPK terkait dugaan penggunaan helikopter mewah oleh sang ketua KPK saat perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, Sabtu (20/6).
Sementara itu, anggota Dewan Pengawas KPK, Sjamsuddin Hari, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (24/6), mengatakan laporan itu sudah diterima. Selanjutnya, kata dia, Dewan Pengawas KPK tentu akan mempelajari dan mengumpulkan bukti serta fakta terlebih dahulu atas laporan itu.
Ant-trs