SEMARANG (SUARABARU.ID)– Jawa Tengah dinilai tak siap menghadapi kondisi New Normal, sebagaimana yang akan diterapkan pemerintah pusat di sejumlah wilayah. Alasannya, kesadaran masyarakat pada protokol kesehatan menghadapi covid-19 rendah.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto mengatakan, rendahnya kesadaran masyarakat pada bahaya covid-19 juga disebabkan lemahnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.
Hal itu dia temui, saat melakukan pantauan di sejumlah wilayah. Menurutnya, sosialisasi memang telah dilakukan pemerintah provinsi, namun belum jelas tolok ukurnya.
BACA JUGA : Bambang Krebo Minta Dilapori, Bila Ada Pemotong Dana Bantuan Keuangan Desa
”Saat ini upaya pencegahan penularan covid-19 menekankan pada kesadaran masyarakat. Di sisi lain, kesadaran masyarakat rendah karena sosialisasi juga lemah. Jateng belum siap hadapi New Normal,” kata Yudi, yang juga menjabat sebagai anggota Komisi E DPRD Jateng ini, Senin (15/6/2020).
Dia membandingkannya dengan upaya sosialisasi pada saat pemilu atau pilkada. Ada ketentuan jelas, berapa baliho atau poster yang harus disediakan dan dipasang pemerintah. Sebarannya pun juga benar-benar merata, hingga ke tingkat kecamatan atau kelurahan.
”Tapi bentuk sosialisasi pada pencegahan covid ini tidak jelas. Memang sudah ada, tapi sangat minim dan tak ada tolok ukurnya. Mestinya alokasi anggaran bisa detail sebagaimana sosialisasi pemilu,” terang Yudi.
Untuk mencukupi kebutuhan sosialisasi dalam bentuk fisik, lanjutnya, jelas bisa. Pemprov telah mengalokasikan anggaran triliunan rupiah untuk penanganan covid-19. Dana itu berasal dari realokasi APBD 2019.
Anggaran di antaranya digunakan untuk penanganan pasien, termasuk pemulihan ekonomi. Namun sekali lagi alokasi untuk sosialisasi belum terlihat nyata.
Kebijakan Berbeda
Di sisi lain, pemerintah juga diminta aktif melakukan sosialisasi melalui media sosial. Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jateng ini sepakat, jika perekonomian masyarakat harus terus berjalan, namun mesti dibarengi dengan sosialisasi perihal protokol kesehatan yang masif.
Dia juga prihatin saat pemerintah Kota Semarang menerapkan perlakukan berbeda dalam penanganan covid-19. Di saat ada pedagang di pasar dinyatakan positif covid-19 maka pasar ditutup dalam beberapa hari. Di sisi lain, ketika ada 20 pejabat Pemkot Semarang positif covid-19, muncul kebijakan berbeda.
”Kenapa berbeda? Artinya, pencegahan dengan sosialisasi begitu penting. Tak hanya di Semarang, tapi juga semua wilayah di Jateng. Apalagi di wilayah kabupaten yang jauh dari wilayah perkotaan,” papar Yudi lagi.
Berdasarkan corona.jatengprov.go.id, hingga Senin 15 Juni 2020 pukul 13.27 WIB, ada sebanyak 2.249 kasus di Jateng. sebanyak 1.034 orang masih dirawat, 1.045 orang sembuh dan 170 orang meninggal dunia. Jumlah pasien dalam pengawasan ada 6.973.
Heri Priyono-Riyan