blank

KETIKA masih kuliah, Djo Koplak tinggal di sebuah rumah kontrakan di kawasan Jalan Hayam Wuruk, bersama beberapa mahasiswa lain yang berasal dari beberapa daerah. Fakultas mereka juga berbeda-beda. Awal-awal Djo tinggal di rumah kontrakan itu, dia belum tahu kebiasaan teman-temannya. Setahu dia, semua temannya adalah orang-orang yang baik dan tidak bermasalah.

Namun setelah setahun berada di sana, baru ketahuan belang-belang teman-temannya itu. Di antara kelakuan mereka yang cukup menjengkelkan adalah ulah seorang mahasiswa salah satu rekan mereka. Setiap sore, para mahasiswa punya kebiasaan membuat kopi atau teh manis. Biaya untuk membeli kopi, teh dan gula dengan cara urunan dari kocek masing-masing.

Namun beberapa hari belakangan, teh atau kopi yang sudah dibuat selalu ada yang berkurang atau bahkan habis diminum seseorang. Tidak ada yang tahu siapa pelaku usil itu. Yang jelas, perbuatan itu membuat gemas anak-anak, termasuk Djo sendiri. Bayangkan, sore hari ketika udara dingin karena hujan, yang paling enak dilakukan adalah minum kopi. Eeeh.. begitu jadi dan ditinggal sebentar saja, kopi itu pun berkurang atau bablas.

Setelah kesekian kalinya hal itu terjadi, beberapa anak kos berencana menjebak si pelaku. Selidik punya selidik, ternyata si pembuat ulah adalah Pailul. Dia adalah mahasiswa teknik yang angkatannya dua tahun di atas Djo. Strategi pun dilakukan. Ketika yang bersangkutan pergi, kebetulan hujan turun dengan derasnya. Nah, air hujan yang keluar lewat talang kerap berwarna keruh, atau mirip kopi.

Nahhh…ditadahlah air keruh itu ke dalam sebuah gelas. Setelah penuh, diberi campuran sawang (kotoran pada atap) tutup lalu ditaruh di meja tempat kopi/teh, seperti biasanya.

Pailul pun pulang dari kuliah. Clingak-clinguk khawatir ada yang melihat, Pailul cepat-cepat menyerutup “kopi” yang terhidang di meja. Dia pingin, kopi dingin pun nggak masalah.

Namun secepat kilat, “kopi” itu pun menyembur dari mulut Pailul. “Wuahhh…sepett.,” teriaknya. Kontan teman-teman sekontrakan yang sudah mengintip sejak sebelumnya terkekeh-kekeh. “Kapokmu kapan!!…”kata mereka.  Agaknya cara itu memang cukup jitu membuat Pailul jera sebagai “tukang nyolong wedang kopi”.

 Widiyartono R.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini