blank

blank

BULAN Puasa sudah datang, dan semua umat Islam dengan penuh kesadaran menjalani ibadah yang diperintahkan oleh Gusti Allah ini. Tak ketinggalan pula Djo Koplak, dia sudah menginstruksikan pada Jeng Minul, istrinya untuk menyiapkan segala sesuatu.

Maklum saja, bulan puasa itu oleh Djo Koplak dianggap waktu yang sangat istimewa. Bulan penuh rahmah dan barokah, maka harus dihayati dengan sepenuh hati. Karena waktunya sangat istimewa, maka perlakuannya juga istimewa.

Hari-hari biasa, untuk kebutuhan makan ya biasa saja. Yang penting ada nasi, sayur, dan lauk ala kadarnya. Maka Djo Koplak pun memanggil Jeng Minul, istrinya, “Jeng, ini kan puasa. Masaknya untuk berbuka nanti khusus ya. Lha wong dari subuh sampai magrib nggak makan, ya rada beda lah.”

“Ya, Pak. Paling tidak nanti taksiapke kolak pisang, kolang-kaling, sama tela rambat,” jawab Jeng Minul.

Kebetulan pas musim corona begini, Djo Koplak memang tidak setiap hari masuk kantor. Work from home, seminggu cuma dua hari seminggu masuk kantor, gantian piket sama temannya. Hari itu dia masuk kantor, dan kantor memang sepi dibanding biasanya. Ruang kerjanya yang biasanya ada 10 orang, tinggal tiga orang saja. Gantian masuknya, model piket.

“He, Mbus puasa apa nggak kamu,” tanya Djo pada teman seruang kerjanya yang bernama Gembus.

“Ya pasa ta. Edan po, hari pertama mosok wis ra pasa,” jawab Gembus.

“Sama Mbus, aku juga pasa. Piye Mbus, kalau habis pulang kerja nanti kita ngabuburit. Sambil nunggu dhung magrib nanti, kita sambil udud-udud dan ngopi-ngopi?” ujar Djo Koplak.

Wooooooo, wong edan. Itu sama saja ngejak mokah. Kamu itu memang koplak kok Djo…..”

Widiyartono R.