SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pemerintah telah menetapkan larangan mudik tahun ini. Meski begitu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta agar penanganan kebijakan tersebut dilakukan dengan narasi positif.
Ditemui usai meresmikan laboratorium Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Undip Semarang, Rabu (22/4), Ganjar mengatakan bahwa penjagaan di jalan-jalan perbatasan mungkin menjadi cara yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kebijakan larangan mudik itu. Namun menurutnya, yang paling penting dilakukan adalah mengedukasi para calon pemudik dan menjamin keberlangsungan hidupnya selama mematuhi aturan itu.
“Sekarang narasinya harus diubah, jangan anggap pemudik itu penjahat. Jangan kita (setelah ada kebijakan larangan mudik) seperti ngejar-ngejar buronan. Yang harus dilakukan setelah Presiden melarang mudik itu adalah mengedukasi mereka, caranya adalah kasih insentif agar mereka aman,” tegasnya.
Larangan mudik lanjut Ganjar membuat sebagian orang memandang negatif perantau. Padahal bagi Ganjar, mereka adalah pahlawan kemanusiaan karena telah mengorbankan dirinya untuk tidak mudik.
“Mereka adalah pahlawan bagi saya. Bagaimana tidak, rasa rindu dikubur dalam-dalam, rasa lapar ditahan dan rekosone diempet (sakitnya ditahan). Ini pengorbanan luar biasa, jadi jangan anggap mereka penjahat yang harus ditangkap,” tegasnya.
Meskipun nantinya akan dilakukan penjagaan di check point tertentu, misalnya jalan nasional menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, jalan provinsi menjadi kewenangan provinsi hingga jalan kabupaten-kota dijaga pemda setempat, namun itu hanya salah satu cara kecil.
“Yang utama itu diberikan insentif dan dijamin hidupnya. Maka sekarang saya dorong terus, ayo didata mereka-mereka yang tidak mudik. Jangan lihat KTP nya mana, agamanya mana, sukunya apa. Semua harus dibantu dan dijamin,” ucapnya.
Sampai saat ini lanjut dia, banyak warga Jateng yang ada di perantauan khususnya Jabodetabek yang mengeluh belum terdata dan belum mendapatkan bantuan. Mereka sudah memutuskan untuk tidak pulang, namun mengeluh karena nasibnya tidak menentu.
“Banyak pertanyaan kepada saya, pak saya oke tidak pulang, tapi yang ngasih makan saya siapa?. Saya buruh harian, tukang ojek online, pedagang yang dapat uang sehari habis untuk kebutuhan sehari. Kalau mereka semua ini didata, dikasih insentif, maka urusan ini bisa selesai,” tambahnya.
Untuk itu, Ganjar meminta agar pemerintah benar-benar memperhatikan nasib para perantau yang tidak boleh mudik tersebut. Apabila memang dibutuhkan gotong royong dari berbagai daerah, Jawa Tengah lanjut Ganjar siap membantu.
“Kami siap kalau memang butuh gotong royong. Ayo rapat soal gotong royong itu dan kita eksekusi bersama,” tegasnya.
Terkait pendataan, sampai saat ini lanjut Ganjar masih banyak warganya di Jabodetabek yang mengaku belum terdata. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Gubernur DKI, Jabar dan Banten terkait permasalahan itu.
“Penghubung kami di Jakarta dan para pengurus paguyuban juga sudah kami minta membantu melakukan pendataan. Kita tidak boleh melempar ini hanya urusan DKI atau Jabodetabek saja, ini urusan Indonesia,” pungkasnya.
Hery Priyono