blank
Pengendara motor disela truk truk di jalan raya

Oleh: Ira Alia Maerani

blank
Dr. Ira Alia Maerani, SH.MH

ANALOGI gajah vs semut disematkan untuk menggambarkan potret komposisi kendaraan di jalan raya. Analogi ini bisa jadi kurang tepat. Akan tetapi kondisi dimana truk tronton berhadapan dengan motor beroda dua. Sungguh, ibarat gajah berhadapan dengan semut. Dalam satu ruas jalan. Saling berhimpit dan berdesakan. Apalagi ketika macet.  Sebuah kondisi yang tidak pada levelnya.

Dikatakan tidak pada levelnya karena truk, bus, truk tronton, truk kontainer yang berukuran besar, lebar dan panjang plus berat kendaraan yang bobotnya berton-ton bersanding dengan sepeda dan motor (kendaraan roda dua) yang ukuran dan jenisnya  tidak sebanding.  Ukuran truk yang besar ini sejatinya tidak bersanding dengan kendaraan yang ukuran jauh lebih kecil di dalam satu ruas kendaraan. Mengapa? Karena truk dengan ukurannya yang besar dan lebar memiliki blind spot (area buta) yakni area di belakang truk yang tak terjangkau dalam pantauan pandangan kaca spion. Oleh karena itu sangat berbahaya sekali bagi pengendara kendaraan roda dua jika berada di belakang truk atau blind spot ini.

Keadaan semakin semrawut ketika jam sibuk yakni saat berangkat kerja dan pulang kerja atau ketika terjadi banjir, kecelakaan di jalan raya, truk mogok dan berbagai problem di jalan lainnya. Potret semrawut terlihat jelas di ruas jalan raya area industri seperti LIK (Lingkungan Industri Kecil) Kaligawe dan Kawasan Industri Wijayakusuma Mangkang.

Artinya, apakah tidak ada penataan mengenai penggunaan ruas jalan? Dimana khusus sepeda dan kendaraan bermotor roda dua berada di ruas jalan tersendiri. Tidak berdesakan dan berhimpit dengan truk tronton. Jalur truk tronton, bus, dan kendaraan berat seyogyanya berada di jalur yang sama. Tidak sejalur dengan kendaraan beroda dua. Mengapa demikian?

Tingginya kecelakaan lalu lintas masih menjadi perhatian.  Republika pada Kamis, 26 Desember 2019 memberitakan dengan judul,”Pengendara Motor Meninggal Terlindas Truk di Jakut.”

“Jumlah lakalantas (meningkat) 3 persen. Namun jumlah korban meninggal dunia menurun 6 persen dibandingkan tahun 2018,” ujar Kapolri Idham Azis di Auditorium PTIK, Jakarta, Republika, Sabtu (28/12/2019).

Peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di jalan raya perlu diantisipasi sejak dini. Langkah apasajakah yang dapat dilakukan?

Tertib Berlalulintas, Cermin Budaya Masyarakat

Tertib di jalan raya menjadi cermin budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat pengguna jalan raya yang saling menghargai dan menghormati sesama pengguna jalan. Tidak mengambil ruas jalan yang bukan hak mereka. Sehingga diharapkan mampu menekan jumlah kecelakaan lalu lintas.

Pengaturan ruas jalan tersendiri bagi pengguna sepeda motor yang jumlahnya sangat banyak ini perlu diterapkan secara tertib. Beberapa daerah di nusantara sudah terlihat memfasilitasi ruas jalan bagi pengguna sepeda dan sepeda motor. Akan tetapi ketika terdapat pelanggaran, penindakan terhadap para pelanggar dinilai masih minim. Lihat saja di jalur lambat  di depan sekolah dan kampus terpadu di Jalan Kaligawe. Ribuan pelajar dan mahasiswa hilir mudik melalui jalur lambat tersebut. Sebagian besar adalah pengguna sepeda motor. Oleh karena itu dipersiapkan jalur lambat di sisi paling kiri dan paling kanan jalan. Akan tetapi, faktanya sejumlah truk, bus, truk tronton, mobil pembawa bahan bakar minyak (BBM) bahkan truk kontainer melintas di jalur lambat tersebut. Kedisiplinan dan ketertiban pengguna jalan masih perlu dilatih. Bahkan jika perlu tindakan tegas. Guna melindungi para pengguna jalan lainnya. Keberpihakan adalah kepada mereka yang lemah. Peran negara sebagai pelindung hak-hak warga negaranya diharapkan optimal.

Ruas Tersendiri

Keberpihakan negara kepada yang lemah dalam hal ini pengguna sepeda motor, dapat mengambil contoh kebijakan pemerintah Malaysia. Dimana mereka menyiapkan jalur sendiri bagi pengguna sepeda motor. Bahkan motor boleh masuk jalan tol. Lebih hebatnya lagi, pemerintah Malaysia tidak menerapkan biaya masuk jalan tol alias gratis. Sementara di Indonesia, sementara ini hanya tol atas laut Bali yang mengizinkan sepeda motor masuk jalan tol. Itupun dikenakan tarif (biaya) tol.  Mengapa pemerintah Indonesia perlu untuk mengeluarkan kebijakan khusus terkait pengguna jalan yang sebagian besar adalah pengendara sepeda motor?

Mengingat Indonesia adalah negara terbanyak di dunia yang penduduknya menggunakan moda transportasi sepeda motor sebagai pilihan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengguna sepeda motor di Indonesia pada tahun 2018 melebihi 120 juta orang. Artinya lebih dari separuh penduduk Indonesia menggunakan sepeda motor. Untuk itu perhatian pemerintah terhadap pengguna sepeda motor ini  mutlak dilakukan. Guna menekan tingginya angka kecelakaan lalu lintas, menjaga kenyamanan dan ketertiban  dalam berlalu lintas.

Ketika regulasi terkait yang disertai dengan penegakan hukum yang adil dan sudah menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat kebanyakan, maka diharapkan masyarakat Indonesia akan sejahtera. Sebagaimana amanat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni guna melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Dr. Ira Alia Maerani, M.H.,
dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang