KUDUS – Sebuah harmoni dalam hubungan antaragama terjadi di Kudus. Ignatius Fredy Wahyu (48), Senin (11/11), akhirnya bisa dimakamkan sesuai tata cara Islam, agama yang terakhir dipeluknya. Meskipun hingga detik akhir jelang pemakamannya, Sabtu (9/11), almarhum yang disemayamkan di Yayasan Darma, sempat diibadatkan dan akan dikremasi dengan tata cara Katolik, agama yang dianut keluarganya.
Suasana haru sangat terlihat ketika Inneke, ibu almarhum akhirnya mengikhlaskan jenazah anaknya yang sudah terbungkus dalam peti mati lengkap dengan atribut agama Katolik, akhirnya diangkat oleh anggota Banser untuk dibawa ke RSI guna dimandikan dan dikebumikan secara Islami. Prosesi tersebut juga disaksikan para jamaat Katolik lain yang sedianya hendak ikut mengantarkan jenazah ke tempat kremasi.
Meski demikian, proses serah terima jenazah tersebut berlangsung tanpa ada kegaduhan sedikit pun. Keputusan tersebut diambil murni atas hasil musyawarah berbagai pihak yang juga melibatkan Forkopinda Kabupaten.
Ignatius Fredy Wahyu Nugroho memang terlahir dari keluarga yang beragama Katolik. Almarhum selama ini tinggal hanya bersama ibunya setelah perceraiannya dengan sang isteri. Namun, berdasarkan data kependudukan, almarhum menjadi mualaf pada tahun 2012.
Perpindahan keyakinan tersebut juga didasarkan persaksian teman-teman almarhum. Bahkan, di akhir usianya, almarhum juga dikenal aktif di jamaah pengajian Al Khidmah.
Namun, persoalan muncul ketika Fredy menghembuskan nafas terakhir pada Sabtu (9/11). Fredy yang selama ini tinggal menemani ibunya di Kelurahan Purwosari, pun diperlakukan dan hendak dimakamkan secara Katolik. Sebelum proses kremasi, jenazah disemayamkan di Yayasan Darma Jl Agil Kusumadya.
Di saat itulah, muncul rerasan dari teman-temannya yang tahu kalau almarhum sudah menjadi muallaf. Menurut informasi, rerasan tersebut justru berawal dari komentar teman almarhum yang kebetulan beragama nonmuslim, dalam WA grup alumni sekolah.
“Jadi, yang pertama kali menyampaikan masalah ini justru dari teman almarhum yang beragama nonmuslim dalam WA grup. Katanya, almarhum sudah muallaf kok mau dimakamkan secara nonmuslim,”kata salah seorang teman almarhum.
Rapat Forkopinda
Dari situlah teman-teman almarhum lainnya mulai tergerak. Berkoordinasi dengan MUI, serta ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah, mereka melacak data kependudukan almarhum di Dinas Dukcapil. Dan hasilnya, dalam semua data kependudukan, almarhum mencantumkan Islam sebagai agamanya.
Berbekal dokumen kependudukan tersebut, MUI bersama ormas Islam dan FKUB pun mendatangi Yayasan Darma untuk berkomunikasi dengan keluarga almarhum pada Minggu (10/11) malam. Mereka berharap keluarga almarhum bersedia memakamkan almarhum dengan tata cara Islam.
Pada saat negosiasi tersebut, di tempat persemayaman almarhum sedang dilakukan kebaktian Ekaristi yang dihadiri puluhan jamaat. Prosesi tersebut tetap berjalan tanpa ada gangguan sedikitpun.
Hanya saja, musyawarah tersebut masih menemui jalan buntu lantaran pihak keluarga terutama ibu almarhum bersikeras pada pendirian semula. Hingga pada Senin (11/11) pagi, musyawarah kembali digelar dengan melibatkan Forkopinda dan FKUB.
Hasilnya, diputuskan kalau almarhum dimakamkan dengan tata cara Islam. Keputusan tersebut dilakukan dengan dasar hak memilih keyakinan adalah hak azasi yang dijamin konstitusi. “Karena almarhum berdasarkan dokumen kependudukan dan persaksian teman-temannya sudah muallaf, maka negara akan melindungi hak dari almarhum, termasuk tata cara pemakamannya,”kata Plt Bupati Kudus, Hartopo yang memimpin langsung musyawarah Forkopinda.
Akhirnya, dengan dasar keputusan tersebut, FKUB, MUI serta perwakilan ormas Islam kembali mendatangi tempat persemayaman almarhum. Melalui pendekatan yang lebih intensif, akhirnya ibu almarhum bisa diyakinkan untuk bisa menerima keputusan tersebut.
Perwakilan keluarga, Ghuntur Koesdi Muhtar, meminta maaf kepada sejumlah pihak karena sebelumnya keluarga telah mengambil keputusan. “Semalam belum ada titik temu. Karena itu hak orang tua,” ujarnya.
Namun setelah dilakukan musyawarah, pihak keluarga menerima jika jenazah dimakamkan secara Islam. “Dimakamkan sesuai haknya dalam memeluk agama, yakni Islam,” kata Ghuntur.
Suarabaru.id/Tm
w51izl
Importantly, loss of a single kidney could not account for the rapid progressive loss of GFR developing over the several months before admission associated with a rise in creatinine from 1 can priligy cure pe
j2zywg
sge4ce
zo4zsx
07vhu8
j09c3c
nfo5rq
65hqy8