MAGELANG- Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang di lereng Gunung Merapi menjadi tuan rumah Festival Lima Gunung, yang berlangsung 5-7 Juli 2019.
Terkait itu, warga dusun setempat khususnya kaum muda, sejak beberapa hari belakangan ini sibuk menyiapkan berbagai keperluan untuk pentas berbagai kesenian tradisional tersebut.
Festival Lima Gunung menjadi agenda tahunan Komunitas Lima Gunung, (Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing dan Menoreh) dengan pegiatnya berbasis seniman petani di kawasan yang mengelilingi Kabupaten Magelang.
‘’Persiapan terus dilakukan, terutama sejak beberapa hari terakhir,’’ kata tokoh warga setempat yang juga pimpinan Padepokan Seni Tjipta Boedaja Tutup Ngisor, Sitras Anjilin, di Magelang, kemarin.
Festival yang dibiayai secara mandiri oleh komunitas tersebut, pada tahun ini yang menjadi tuan rumah Padepokan Seni Tjipto Boedaja, salah satu basis penting komunitas yang dibangun oleh budayawan Sutanto Mendut selama bertahun-tahun.
Berbagai persiapan yang dilakukan warga Tutup Ngisor sebagai tuan rumah festival tahun ini antara lain, pembuatan panggung pementasan berbagai kesenian baik tarian, musik dan performa seni. Festival juga akan diwarnai dengan pameran seni rupa, kirab budaya dan pidato kebudayaan.
Sedikitnya 77 acara pementasan disiapkan oleh Komunitas Lima Gunung pada festival tahun ini. Mereka yang mengikuti pementasan berasal dari berbagai kelompok kesenian di komunitas itu beserta jejaringnya di daerah itu maupun beberapa kota di Indonesia serta luar negeri.
Warga juga menyiapkan rumah-rumah mereka untuk transit para pengisi acara dan tamu dari luar kota maupun yang hendak menginap. Mereka juga akan membuka lapak dagangan makanan dan minuman untuk para penonton.
Di tepi jalan-jalan dusun di kawasan sekitar 12 kilometer barat daya puncak Gunung Merapi itu, juga dipasangi instalasi seni dari bahan alam sehingga terlihat semarak.
Sitras yang juga salah satu petinggi Komunitas Lima Gunung mengatakan, tema Festival Lima Gunung XVIII/2019 adalah ‘Gunung Lumbung Budaya’.
Tema itu, lanjut dia, terkait dengan kekayaan dan pustaka nilai budaya masyarakat desa dan gunung, serta berbagai kearifan lokal yang menjadi kekuatan kehidupan sehari-hari.
Dia menyebut hal yang menyangkut budaya masyarakat gunung bukan sebatas kesenian rakyat dan tradisi desa, tetapi juga nilai-nilai atas berbagai aspek kehidupan lainnya.
‘’Lumbung itu tempat menyimpan padi. Lumbung budaya menunjuk kepada tempat kekayaan budaya masyarakat. Nilai-nilai budaya masyarakat gunung itu juga menjadi inspirasi bagi masyarakat luas,’’ tuturnya.
Pada festival tahun ini, seniman instalasi dan pematung Komunitas Lima Gunung, Ismanto, menuangkan ide pembuatan panggung pementasan di halaman rumah warga Tutup Ngisor berupa burung garuda raksasa dari berbagai bahan alam. Antara lain bambu, anyaman daun kelapa, salak dan jerami.
Panggung Festival Lima Gunung 2019 dengan ukuran 8×8 meter dan tinggi 50 centimeter, sedangkan instalasi garuda dengan tinggi tujuh meter dan lebar 12 meter ditempatkan di bagian belakang panggung.
Pekerjaan pembuatan instalasi garuda oleh warga Tutup Ngisor bersama anggota sejumlah kelompok kesenian rakyat dari desa lain di Komunitas Lima Gunung lamanya sekitar satu minggu.
Ismanto mengutip Pararaton (Pustaka Raja) sebagaimana disampaikan Sitras Anjilin kepada dirinya bahwa, garuda sebagai burung yang setia kepada induknya atau ibunya.
‘’Setia dengan ibunya, setia kepada ibu pertiwi atau tanah. Garuda simbol gunung, kesetiaan kepada kehidupan makhluk dan alam raya. Sayapnya menjadi lambang penjaga keseimbangan,’’ ungkapnya.
Suarabaru.id/Doddy Ardjono