blank
PANEN : Firman Subagyo saat turun ke Blora, melihat hasil panen petani di Desa Sendangharjo, Kecamatan Kota Blora. Foto : Wahono

BLORA – Politisi senior Partai Golkar, Firman Subagyo, mengkritisi pernyataan Mendag Enggartiasto Lukita yang tidak menunjukkan sikap negarawan, karena bisa membunuh karakter petani dan industri dalam negeri.

Sebagai wakil rakyat di Komisi II DPR RI menilai, bahwa pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) soal garam lokal yang dipakai untuk infus berbusa, dan pasien bisa mati.

“Pernyataan Mendag di medsos garam lokal dipakai untuk infus berbusa, dan pasien bisa mati, ini menyesatkan,” jelas Firman, Minggu (13/1).

Sebagai anak petani kelahiran Pati, dekat dengan perikanan, dan petani garam, wakil rakyat tersebut benar-benar mengaku kecewa pada Mendag RI.

Lebih kecewa lagi, pernyataan bahwa gula lokal kalau dipakai untuk membuat jenang dodol, membuat dodolnya jadi jamuran.

“Ini pernyataan yang menyesatkan, apalagi tanpa ada penjelasan secara lugas apa sebab-sebabnya,” tandas polisisi kelahiran Pati.

Menurutnya, sebagai pejabat pemerintah Enggartiasto Lukita harusnya melindungi, dan mendukung kreatifitas masyarakat  petani dan industri, kususnya usaha kecil menengah (UKM) dalam negeri.

Pembenar

Justeru malah terbalik, pernyataannya melemahkan, tidak memberikan dukungan serta semangat kepada masyarakat, kususnya petani tebu, garam dan industri dalam negeri, khususnya UKM .

Mantan pimpinan Komisi IV dan anggota DPR yang membidangi pertanian, Firman mengaku sangat kecewa terhadap pernyataan Mendag, karena  terkesan seperti pedagang  yang hanya bicara untung atau rugi.

Jika disimpulkan, lanjutnya, pernyataan Mendag hanya mencari pembenaran agar impor komoditi tersebut dihalalkan dan jadi pembenaran.

“Mafia-mafia importir yang diuntungkan, dan seolah menari diatas kesengsaraan rakyat petani,” tandasnya melalui telepon.

Anggota Komisi II membidangi pemerintahan peduli nasib petani, dan indutri dalam negeri, juga kecewa atas pernyataan tanpa didasari penjelasan hasil kajian akademis dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Sekali lagi saya katakan, sebagai pejabat pemerintah pernyataan itu sangat menyasatkan, membunuh karanter petani, dan industri dalam negeri,” bebernya.

Firman mengakui bahwa ada industri gula dalam negeri yang kadar imkumisanya (kebersihan) maximal 200 tidak terpenuhi, itu memang benar tapi jangan lantas digebyahuyah.

Bahkan setelah politisi dari daerah pemilihan (Dapil) III Jateng kroscek kepada pengurus dan anggota APTRI, memang benar ada hasil produksi yang seerti itu, tapi gula tersebut diproduksi pabrik gula (PG) milik PTP BUMN.

Menyesatkan

Firman menyangkal keras dodol (jenang) YANG menggunakan bahan baku gula dalam negeri jamuran, salah satunya jenang Kudus yang terkenal tersebut tidak pernah mengunakan raw sugar.

“Jenang Kudus  selalu menggunakan gula lokal produksi PG Trangkil, Pati, dan menolak menggunakan gula impor atau raw suger,” ungkap Firman.

Jadi, lanjutnya, sebagai pejabat pemerintah harus hati-hati dalam mengeluarkan  pernyataan ke publik, karena jika tidak benar bisa menyesatkan.

Firman menceritakan,  bahwa dari rezim ke rezim komoditi pangan selalu  menjadi mainan mafia pangan para importir yang populer  denan sebutan  sembilan  samurai atau sembilan naga.

Menurutnya, semangat pemerintah harus dibalik bagaimana  memperbaiki produk industri dalam negeri,  bukan malah membunuh semangat dan katanter petani serta industri dalam negeri sendiri.

Selanjutnya, Firman Subagyo meminta di tahun politik ini para lejabat pemerintah sebaiknya jangan asal membuat pernyataan, karena bisa merugikan posisi Jokowi sebagai calon presiden petahana.

Berada di partai pendukung pemerintah, Firman mengingatkan pejabat pemerintah harus hati-hati dalam berbicara, dan jangan membuat kegaduhan di masyarakat, kususnya petani dan industri, pungkas Firman dengang kesal. (suarabaru.id/wahono)