blank
Pengurus Karang Taruna Putra Mandiri, Dusun Logung, Desa Kerjolor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, memberikan piagam dan patung loro blonyo dalam tradisi unik Lepas Lajang bagi anggotanya yang jadi pengantin.(suarabaru.id/bp)

WONOGIRI – Tradisi unik Lepas Lajang, dilakukan oleh komunitas kaum muda yang tergabung dalam organisasi Karang Taruna ‘Putra Mandiri’ di Dusun Logung, Desa Kerjolor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Ini diwujudkan dengan memberikan piagam penghargaan yang dipigura kaca, dan sepasang patung ‘Loro Blonyo’, bagi anggotanya yang menjadi pengantin, untuk bekal dalam menempuh hidup baru membangun bahtera rumah tangga.
Pemberiannya dilakukan bersamaan dengan hari H perhelatan pesta pengantin. Itu sebagaimana yang terjadi pada Hari Minggu (26/8), di rumah pasangan suami-istri Triyono-Ny Sukamti, ketika menggelar hajatan ‘ngundhuh manten,’ pasangan Lestari Fitrianto-Mia Rachmawati, dengan memilih hari Minggu Pon (Dite Pagulna) Wuku Prangbakat Bulan Besar Tahun 1951 atau Bulan Dzulhijah Tahun 1439 H, tepatnya Tanggal 26 Agustus 2018 dengan surya sengkala penanda tahun ‘Naga Tunggal Luhuring Panembah’ (2018).
Menurut Budayawan Jawa, Kanjeng Raden Arya (KRA) Pranoto Adiningrat, patung Loro Blonyo memiliki arti Loro (dua) dan Blonyo (dirias). Menurut sejarah, Loro Blonyo telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung pada Tahun 1476. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa zaman dulu, Loro Blonyo adalah perwujudan dari Dewi Sri dan Dewa Wisnu (Sadono). KRA Pranoto Adiningrat, abdi dalem Keraton Surakarta penerima anugerah bintang budaya ini, menyebutkan, pada zaman dulu, Loro Blonyo hanya dimiliki oleh orang-orang yang menyandang status priyayi (terhormat). Orang-orang priyayi, meletakkan patung tersebut di ruangan khusus atau di sentong tengah (kamar tengah).
Patung Loro Blonyo merupakan lambang kemakmuran yang berkesinambungan atau terus menerus. Masyarakat dulu percaya, meletakkan Loro Blonyo di rumah, dapat memberikan sugesti postif terhadap keluarga mereka. Sebagai karya estetika yang bermakna komunikatif, Loro Blonyo merupakan simbolisme akan harapan yang baik, yang oleh sementara orang dipercaya mempunyai kekuatan ‘magis.’ Ini terkait dengan ekspresi simbolisasi kesuburan Dewi Sri dan Sadono yang erat dengan mitologi dan kosmologi Jawa. Loro Blonyo, dicipta dari proses kreatif seniman patung, yang dulu diwujudkan untuk melaksanakan titah dari Raja, dan kemudian diabsahkan (legitimasi) sebagai simbol dwitunggal (kesuburan dan kemakmuran). Kesuburan dalam arti reproduksi biologis pada manusia, dan juga kesuburan tanaman. Makna Loro Blonyo, lebih bersifat simbolik interpretatif bagi masyarakat kaum agraris.(suarabaru.id/bp)