blank
Seorang warga Desa Sumberjo sedang mengambil air di sumur peninggalan zaman Belanda. Foto: Sanyoto

REMBANG (SUARABARU.ID)-Meski hujan mulai turun, bahkan di sebagian wilayah Indonesia kebanjiran, justru warga di Kabupaten Rembang mengeluh lantaran harus berjuang keras untuk mendapatkan air mandi. Itu lantaran air PDAM yang mengalir ke rumahnya suda macet seminggu terakhir.

Salah satu warga yang mengeluhkan atas kondisi tersebut adalah Emet (47) warga Desa Sumberjo RT 01 RW 06, Kecamatan Rembang Kota.  Meski ia menjadi pelanggan PDAM Rembang, namun ia harus tetap pontang-panting mencari air untuk kebutuhan rumah tangganya, baik untuk mandi dan mencuci.

“Kalau kemarin-kemarin alasannya kemarau panjang, tapi saat sudah turun hujan ternyata air PDAM masih sering mati. Meski sering mati pelanggan tetap membayar, malah kalau telat didenda,” keluh Emet saat dihubungi Jumat (10/1).

Akibat air PDAM sering mati, ia dan beberapa tetangga satu desa sering ngangsu ke sumur umum yang jaraknya ratusan meter dari rumahnya. Meski begitu ia tetap bersyukur lantaran masih ada sumur umum peninggalan Belanda yang masih bisa dimanfaatkan.

Di Desa Tasikagung yang bersebelahan dengan desanya ada beberapa sumur tua di kompleks Pecinan. Sumur-sumur itulah yang dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari. “Tiap hari saya harus ngangsu lima sampai enam pikul untuk kebutuhan mandi dan cuci anggota keluarga,” tambah Emet.

Namun begitu terkadang ia terpaksa membeli air yang biasa dijual keliling dengan kendaraan roda tiga. Di tempatnya satu galon air berisi 1.000 liter dijual Rp 135.000 – Rp 150.000. Dan tentu saja itu sangat memberatkan kalau harus beli terus. Malah terkadang para penjual air itu tidak menyanggupi lantaran banyaknya permintaan air dari warga.

Lain dengan warga di kota, pelanggan PDAM di wilayah Kecamatan Kaliori malah mengeluh lantaran air PDAM yang mengalir bau dan berlumpur. Air PDAM yang diambil dari bendungan Banyukuwung Sulang ini seakan tidak melalui proses sebelum dialirkan pada penggan.

Salah seorang warga Desa Purworejo, Kecamatan Kaliori, Endang Kismiati (53) mengungkapkan bahwa air PDAM yang mengalir ke rumahnya ternyata bau dan berlumpur. Lantaran itulah ia memilih membeli air tangki. Satu truk tangki berisi 6000 liter ia beli Rp 200.000. “Air PDAM banyak matinya, kalau mengalir juga bau dan kotor. Daripada susah nyari air lebih baik beli air tangki,” jelas Endang.

Endang menambahkan, meski di desanya ada yang jualan air namun tidak semua warga bisa membelinya. Itu karena untuk membeli air tangki dibutuhkan tempat yang besar. Kebetulan sebelum air PDAM mengalir ke desanya, ia sudah memiliki bak penampungan air hujan yang lumayan besar. “Karena tidak mempunyai bak besar, warga terpaksa memakai air PDAM walau kotor. Dipakai kalau sudah mengendap. Atau kalau ada hujan ya memanfaatkan air hujan,” ungkap Endang.

Endang menambahkan, kotornya air PDAM sebetulnya tidak hanya kali ini saja. Sudah hampir lima tahun ia menikmati air kotor. Padahal sebelumnya ia bisa menikmati air PDAM yang bersih. Hanya saat kemarau panjang kadangkala airnya keruh. Itu biasanya tanda-tanda air bendungan habis. Sebentar lagi air PDAM akan mati.

“Tapi beberapa tahun terakhir, walaupun  musim penghujan ternyata air PDAM juga kotor. Harapan saya tolong kualitas air diperbaiki karena pelanggang membayar pakai uang,” pungkas Endang penuh harap.

Nyo-trs