blank
Dr Srihadi dari ISI Surakarta selaku penari 24 jam menari  tengah menari bersama  penari  Watang Kloplosal „Sang Mahapati" dalam pembukaan pembukaan World Dance Day 24 Jam Menari ISI Surakarta ke 13 di dupat gedung Rektorat  kampus setempat, Senin ( 29/5) (Adji W)

SOLO- Sajian tarian yang dipertontonkan 28 penari, memukau  mereka yang hadir  di Pendapi Ageng GPH Djoyokusumo ISI Surakarta. Para penari difabel ini dengan performa sempurna  membawakan tarian bertajuk ” Kami Tak Berbeda” karya ketiga  Jonet Srikuncoro, staf pengajar jurusan tari ISI Surakarta.

Itulah gambaran suasana pembukaan World Dance Day 24 Jam Menari ISI Surakarta ke 13 Yang dibuka Staf Kepresidenan Jendral TNI Purn. Dr Moeldoko S,IP diwakili Staf Khusus Kantor Staf Kepresidenan Laksda TNI (Purn) Ir  Leonardi Msi, pada Senin (29/5).

Jonet Sri Kuncoro ketika ditemui usai pembukaan World Dance Day 24 Jam Menari ke 13di Kampus ISI Surakarta membeberkan, lima penari yang tampil merupakan penyandang tuna netra, satu tuna daksa. Sedangkan sisanya merupakan penyandang tuna rungu wicara.

Tarian yang ditampilkan sejatinya merupakan kelanjutan dari dua karya sebelumnya. Karya pertama  dengan judul Aku Bisa ditarikan oleh siswa penyandang tunarungu.

Tarian kedua bertajuk  Bel Tubuh  ditarikan siswa tunanetra. Yang ketiga  tarian bertajuk Kami Tak Berbeda merupa gabungan dari dua tarian karya terdahulu.

Para penari yang merupakan siswa difabel SLB Negeri Cangakan Karanganyar, SLB Hamongputro Sukoharjo, dan SLB Insani Yayasan Bina Asih Surakarta  butuh waktu bersiap selama tiga bulan untuk kemudian bisa tampil.

Metode latihan berrbeda diterapkan kepada tuna rungu dan netra. “Kalau tuna rungu saya bergerak, dia melihat bisa menirukan. Namun saya memancing para siswa beraktivitas tak terbelenggu dengan geraknya. Terhadap penyandang  tunanetra harus disentuh badannya mengenai gerakannya, sembari memberi kepercayaan diri untuk bergerak.

Tarian Kami Tak Berbeda sendiri membawa pesan bahwa mereka sama dan jangan dibeda bedakan. Mereka juga bisa menari, dan berekspresi. Selama proses latihan, kesulitan yang dihadapi antara lain karena lokasi sekolah terpisah di tiga kota yakni Surakarta, Karanganyar, dan Sukoharjo. Sehingga sebelum menari bersama, mereka menari sendiri sendiri dulu. Setelah itu baru digabungkan seminggu sebelum tampil”, jelasnya

Pada acara dihadiri Plt Dirjend Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) DR Kanya Eka Santi MSc dan Staf Khusus Kantor Staf Kepresidenan Laksda TNI (Purn) Ir  Leonardi Msi dalam sambutannya ketika membuka World Dance Day 24 Jam Menari ISI Surakarta ke 13 menandaskan, tari memiliki peran sangat strategis dalam upaya merawat dan menghidpakan di negeri tercinta ini.

Mengapa demikian. Karena setelah kita menyaksikan berbagai tarian di seluruh nusantara yang sangat banyak jumlahnya dapat mengataklan bahwa perbedaan itu  suatu keniscayaan. Kita akan terkagum klagum dengan kekayaan budaya dan keberagaman budaya yang sangat genuine.

Dengan tari kita bisa merefleksikan hati dan kebahagiaan kita. Sehingga banyak sekali nilai nilai yang terrkandung didalamnya yang bisa ditangkap. “Tarian yang dibawakan adik difabel begitu membanggakan, mengharukan”, jelasnya.

Sementara itu Plt Sus Dirjend Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) DR Kanya Eka Santi MSc ketika membacakan sambutan tertulis Menteri Sosial Drs Gumiwang Kartasasmita menyatakan, seni dan kreativitas memiliki kekuatan yang bisa mengubah cara pandang masyarakat terhadap penyandang disabilitas.

Status kesenian disabilitas di setiap kota di Indonesia berbeda. Temuan Kepala Pusat Studi dan layanan Disabilitas Universitas Brawijaya  Slamet Tohari dalam risetnya menyimpulkan di Solo teman-teman disabilitas masih memanfaatkan kesenian sebagai pengisi waktu luang. Di Makassar pemerintahnya masih belum melihat arti penting dari pengembangan kesenian disabilitas. Sedangkan di Jakarta sudah banyak memiliki seniman disabilitas namun sayangnya belum memiliki jaringan yang kuat .

Sebelum pembukaan dimulai, tepatnya empat jam sebelumnya, sebanyak enam penari yang tampil 24 jam nonstop terlebih dahulu telah membawakan tariannya. Mereka adalah Abib Igal dari Kalimantan, Arbi Nuralamnsyah dari Bandung, I Nyoman Agus Triyuda dari Bali, Pulung Jati Rangga Muri dari Yogyakarta, serta Darmasti, dan Srihadi dari ISI Surakarta . Dalam World Dance Day 24 Jam Menari ke 13 ditampilkan 600 jenis tari oleh 175 grup tari.

Suarabaru.id/adji