blank
ANTRe : Warga Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Blora, antre di salah satu sumur desa yang masih ada sumbernya airnya. Foto : Wahono

BLORA – Kesulitan air bersih dari dampak musim kemarau semakin menyesakkan. Banyak  warga Blora kini kian merasa susah, dan harus kelabakan mendapatkan air untuk keluarganya, karena sumur dan sungai mengering.

Warga pedesaan yang sebelumnya mengandalkan air sungai dengan membuat belik (sumur gowak), dan bendung kecil untuk penampungan, kini harus ngluruk untuk mencari sumber air di tempat (desa) lain.

“Kemarau tahun ini benar-benar terasa berat, air sungai juga habis mengering,” ungkap Waluyo (44), warga Desa Wulung, Kecamatan Randublatung, Blora, Rabu (25/9).

Untuk mendapatkan air, warga harus berjalan jauh mencari air ke tengah hutan, karena selain sumur-sumur warga mengering, bantuan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sejauh ini baru dua-tiga kali, kata Waluyo.

Sarip (51), penduduk  Doplang, Kecamatan Jati, mengakui musim kemarau 2018 terasa menyesakkan, sebabnya sungai sebelah desa yang kemarau tahun lalu masih bisa untuk sumur gowak, tahun ini mengalami kekeringan serius.

Darjo (32), warga Desa Trembulrejo, Kecamatan Ngawen, Blora, juga mengalami kesulitan yang sama, harus mencari air dengan sepeda onthel ke lain desa.

“Biasanya bisa ambil air di belik, tapi sungai di dekat rumah mongering harus cari di tempat lain,” bebernya.

Droping Lancar

Kondisi yang sama dialami banyak warga desa di 16 kecamatan lainnya di Blora. Terparah dialami warga hampir semua desa di Kecamatan Jati, Kecamatan Kunduran, Kecamatan Ngawen, dan Kecamatan Tunjungan.

Sumur dan sungai terdekat di desa kering dan tidak keluar air. Banyak warga yang beli air dengan truk tangki, air dimasukkan ke dalam sumur, agar bisa dipakai sekitar sepekan.

“Kebutuhan air itu setiap hari, selama kemarau desa kami hanya dapat droping dua kali,” ujar Sriyono, warga Sukorejo, Kecamatan Tunjungan.

Warga Desa Ketringan, dan desa lainya di Kecamatan Bogorejo juga tidak mau mengandalkan dan menunggu bantuan droping air dari Pemkab. Sebab, bantuan  baru dua kali, sementara kebutuhan air untuk keluarga setiap hari.

“Warga cari air ke hutan, masak harus menunggu droping dari Pemkab yang tidak jelas datangnya,” ungkap Daryoto (34), warga Bogorejo, Blora.

Pemkab Blora, seperti diberitakan sebelumnya, terus melayani bantuan air bersih untuk warganya. Meski dana bantuan kekeringan menipis, penyaluran berlanjut dari bantuan banyak pihak.

Air bersih dari bantuan BUMN, Pengprov Jateng, Polres, Kodim, Perhutani, beberapa bank, PT PLN, pengusaha dan BUMD, termasuk dari alumni SMKN 2 (eks SMEAN), SMAN 1 dan ormas lancar dikirim ke warga.

Menurut Kepala Pelaksanan Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, Hj Sri Rahayu, disebutkan ada sekitar 200 dari 295 desa dan kelurahan di Blora rawan kekeringan, dan saat ini adalah puncaknya.

Untuk membantu warga, pihaknya setiap hari droping air dengan lima unit mobil tangki air secara beregiliran, satu truk bisa droping 3-5 kali, tergantung jaraknya, itu belum termasuk mobil PDAM.(suarabaru.id/wahono)