blank
Ilustrasi. Reka: wied SB.ID

blankJC Tukiman Tarunasayoga

HARI-HARI ini, yang paling ramai dibahas pasti sekitar jabatan seseorang. Pasti ada banyak komentar, baik yang bernada positif/mendukung, maupun pasti juga ada komentar kurang mendukung.

Cah wingi sore, kok dadi pejabat?” Ini contoh komentar tidak mendukung atau sekurang-kurangnya rumangsa ora trima. Sebaliknya, pasti tidak kurang komentar sangat positif: “Wahhhhh, pejabat sekarang orang mudanya, banyak.”

Itulah yang disebut euphoria, lagi mangsane, sedang tiba musimnya khalayak mengungkapkan perasaan hatinya: ada yang sinis, ada yang tepuk tangan, ada yang EGP, dan pasti juga banyak yang berharap-harap penuh raya yakin. Dan ………… di antara khalayak pasti ada yang bertanya-tanya: Tahukah para pejabat itu bahwa urip (jabatan) itu untuk urub, urup, atau sekedar urut?

Urub dan urup

Di kota Semarang –saya tidak tahu di tempat lain–  pejabat setempat sangat suka menggunakan ungkapan Urip iku urub. Ada baliho, ada hiasan listrik melintang di atas jalan, ada kaos, tertulis begitu. Ketika saya bertanya kepada seseorang, urip iku urub, atau urip iku urup (satu berhuruf akhir b dan satunya berhuruf akhir p) orang itu balik bertanya.

“Lho, berbeda ya, Pak?” Serta-merta saya menjawab: Wahhhhh beda banget, Mas; belum lagi ungkapan jabatan itu urut.

Baca juga Walik Gereh

Urub (huruf akhir b) mengandung makna (i) gebyaring geni, yaitu pendar-pendar nyalanya api; maka sering dikaitkan dengan murub, yaitu menyala. Dan makna (ii) ialah urub berarti bebuka, preambul, awal dari sebuah surat, dokumen, pidato, dan sejenis itu.

Namun catatan: Jika kita mendengar seseorang mengawali kata sambutannya penuh dengan ungkapan “Yang termormat ……………bla…bla….” Itu tidak termasuk/disebut sebuah urub, karena hanya salam basai-basi saja. Llain halnya kalau dalam kata sambutan itu ia menyatakan: Maksud dan tujuan kegiatan ini, ialah …..pertama, …bla….bla….bla, dst; nah itulah bebuka, itulah urub.