Permainan Pasola, saling lempar lembing dengan berkuda. Foto: threadreaderapp.com

SETIAP daerah punya keunikan masing-masing. Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi, menjadi daya tarik bagi bangsa-bangsa di dunia, untuk berkunjung ke sini. Mereka datang untuk menyaksikan keindahan alam, tradisi, dan budaya masyarakat yang sangat bhinneka.

Salah satu tradisi unik berasal dari Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang disebut pasola. Tradisi ini adalah sebuah permainan ketangkasan di mana lelaki Sumba melempar lembing dari atas kuda yang sedang berlari.

Pasola berasal dari sola atau hola yang artinya kayu lembing. Pasola menjadi tradisi perang yang melibatkan dua kelompok penunggang kuda yang saling berhadapan dan kejar-kejar sambil melempar lembing kayu ke arah lawan.

Permainan ini memang cukup “mengerikan”, karena pemain saling melemparkan tombak kayu/pasola ke arah tubuh. Dan, tentu saja sangat sering mengenai tubuh, bahkan melukai,s ehingga darah harus menetes.

Pasola merupakan ritual dalam bentuk permainan saling serang antara dua kelompok. Tiap peserta menunggang kuda dengan kecepatan tinggi sembari berusaha melempar lembing kayu ke pemain kubu lawan.

Lembing-lebing yang berterbangan bisa membuat peserta terluka bahkan bisa meninggal. Dalam tradisi Pasola, mereka yang terluka akan diobati menggunakan air dari tempayan yang sudah disakralkan.

Dulu, menurut cerita warga, banyak korban tewas dalam gelaran Pasola. Meski sejak berpuluh-puluh tahun belakangan, belum ada lagi kejadian ritual Pasola yang berujung maut.

Meski demikian, para peserta masih sering mengalami cedera parah saat bermain Pasola. Semisal, saat lembing yang digunakan mengenai bagian tubuh seperti mata, dan lain-lain.

Meski berisiko menyebabkan cedera dan kematian, peserta Pasola tidak akan dipersalahkan akibat perbuatannya. Begitu ritual Pasola selesai, tak boleh ada dendam di antara peserta.

Sejarah Pasola

Sejarah tradisi pasola berakar dari legenda cinta segi tiga yang terjadi di masa lampau. Kisah di mulai dengan tiga bersaudara dari kampung Weiwuang, yaitu Ngongo Tau Matutu, Yagi Waikakeri, dan Ubu Dulla, yang memutuskan untuk berlayar ke negeri Muhu Karera untuk mencari ikan untuk istri-istri mereka.