“Kali Garang bak mall sampah. Tumpukan sampah juga berserak di sudut-sudut kampung. Asap pembakaran sampah mengepul sesakkan dada, balita khususnya. Ibu-ibu resah, lahirlah ide memilah sampah untuk dijual. Pucuk dicinta ulam pun tiba, PT Pegadaian pada 2019 melirik gerakan positif itu. Kini, 200 orang lebih menjadi nasabah Bank Sampah Ngudi Lestari di Kelurahan Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Hasilnya lingkungan bersih, bonus tabungan emas yang diharapkan jadi investasi masa tua, hingga mendaftar haji…”
SEMARANG (SUARABARU.ID) – Lembayung fajar merona dari kaki langit Timur. Paduan warna ungu dan kuning kemerahan nan lembut itu menyapa ‘Kampung Jahe’ Kelurahan Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu 14 September 2024. Udara masih segar-segarnya di rongga dada. Susilowati (41) meminta bantuan sang suami untuk mengemas sampah rumah tangga yang sudah dipilah sejak sebulan ini.
Akhir pekan itu ada jadwal keliling penjemputan sampah dari pengurus Bank Sampah Ngudi Lestari di Kelurahan Tinjomoyo. Sampah yang sudah dipilah sesuai jenisnya, akan ditimbang dan dicatat di halaman rumah-rumah warga. Nilainya langsung dikonversi menjadi tabungan emas di PT Pegadaian (Persero).
Sekira pukul 10.00 WIB dan mulai terik, Supriadi (55) dan dua orang rekannya ibu-ibu pengurus Bank Sampah Ngudi Lestari datang dengan kendaraan roda tiga. Mereka mengarungi jalanan naik turun di wilayah perbukitan, untuk menjemput pemilahan sampah warga sekaligus menimbang di tempat.
“Hari ini yang dijual botol plastik, kertas-kertas, kardus. Sudah empat tahun ikut bank sampah (Ngudi Lestari). Keuntungannya dapat tabungan emas. Lingkungan juga jadi bersih, bisa mengurangi sampah plastik, dan kebiasaan bakar-bakar sampah. Sampah organik juga bisa buat pupuk,” kata Susilowati, ibu dua anak itu.
Pilah Sampah untuk Daftar Porsi Haji
Susilowati juga ingin segera mengetahui perkembangan informasi (update) bertambahnya nilai tabungan emas melalui gawai di genggaman. Terakhir, dia bilang, tabungan emas miliknya yang diingat seberat 0,58 gram.
Ibu rumah tangga yang juga salah satu penggagas inovasi olahan minuman berbahan jahe di ‘Kampung Jahe’ itu makin senang untuk memilah sampah. Apalagi ada manfaat lain dari program ‘Memilah Sampah Menabung Emas’. Salah satunya, program kemudahan dari PT Pegadaian, yakni tabungan emas 3,5 gram bisa digunakan untuk mendaftar porsi haji.
Lebih lanjut, setiap transaksi yang sudah tercatat di Bank Sampah Ngudi Lestari, dan di Pegadaian, nilainya langsung tersampaikan melalui SMS atau notifikasi pada gawai. Bisa juga dicek konvensional di buku tabungan. Adapun, Susilowati kerap mengandalkan informasi terbaru melalui SMS dari PT Pegadaian di gawainya.
“(Terakhir) tabungan emas saya 0,58 gram. Memang kita tidak banyak sampah (untuk dijual), hanya mengumpulkan sampah sendiri di rumah. Suami saya ikut bantu memilah sampah. Kalau tabungan emasnya belum pernah diambil karena katanya bisa buat daftar haji atau umroh. Mudah-mudahan saya bisa ikut (daftar),” kata ibu rumah tangga dua anak ini.
Dia berharap adanya Bank Sampah Ngudi Lestari bisa terus menyebar kebermanfaatan, membantu masyarakat. Lingkungan pasti menjadi bersih, dan warga lebih melek mau peduli dengan pengelolaan sampah. Terlebih, kata Susilowati, sampah bisa menambah penghasilan berupa tabungan emas.
Selain Susilowati, beberapa warga sudah menunggu jemputan sampah yang dilakukan dua kali dalam sebulan. Bapak-bapak dan ibu-ibu bercengkrama di depan pagar-pagar rumah. Di antara mereka sudah dibungkus sampah anorganik, dan organik. Sampah organik yang cukup bernilai, yakni minyak jelantah yang laku Rp7 ribu per kilogram.
Salah satu warga, pada akhir pekan itu menitipkan empat botol minyak jelantah dan sampah anorganik lainnya kepada tetangga. Ada jadwal ke Gereja, sehingga dia tak bisa ikut menyaksikan proses penimbangan dari pengurus Bank Sampah Ngudi Lestari. Begitulah toleransi, kebersamaan, dan kepercayaan berlangsung dalam keseharian masyarakat setempat.
Investasi Masa Tua
Warga lain, Sarah (64) juga turut menjual sampah-sampah yang dikumpulkannya selama dua pekan. Dia mengaku telah ikut keanggotaan Bank Sampah Ngudi Lestari dua tahun ini. Keuntungan menjadi anggota Bank Sampah, kata dia, karena hasil penjualan bisa ditabung menjadi emas untuk hari esok meski pada usia lansianya.
“Di sembarang tempat ada sampah, saya ingin juga tempat itu bersih. Ada botol-botol saya kumpulkan, saya pungut kalau melihat di jalan. Dijual ke bank sampah untuk tabungan emas. Sekarang ini saya masih sehat, suatu saat saya tidak sehat tabungan emas itu bisa diambil,” kata nenek dua cucu itu.
Benda yang dikumpulkan Sarah antara lain, botol, kaleng, kertas-kertas, karton, kardus. Sarah juga kerap menjual sampah organik yakni minyak jelantah. Tabungan emas milik Sarah, cukup konsisten grafiknya.
“Tabungan emas saya hampir satu gram. Kalau di Bank Sampah itu enaknya, hasilnya bisa ditabung untuk hari esok. Kalau dijual di tempat lain kan langsung dapat uang dan habis untuk keperluan harian,” ucap Sarah yang sehari-hari berdagang tanaman toga, bunga, pupuk, bibit, dan perlengkapan berkebun ala perkotaan.
Selanjutnya, sampah-sampah yang terpilah itu kemudian ditimbang dan dicatat oleh Supriyadi dkk. Setelahnya dipindahkan di kendaraan roda tiga pengangkut. Sampah yang terkumpul dibawa ke Kantor Bank Sampah Ngudi Lestari yang letaknya sekira 1-2 km agak ke atas dari lokasi jemputan.
Bermula dari Keresahan
Susilowati, dan Sarah menjadi potret nasabah aktif program PT Pegadaian The Gade Gold & Clean, ‘Memilah Sampah Menabung Emas’ di Bank Sampah Ngudi Lestari. Melihat perilaku nyampah oleh orang tak bertanggung jawab, membuat resah. Dari keresahan itu lahir gerakan pilah sampah yang menghasilkan cuan berbentuk investasi tabungan emas.
Kilas balik, Umi Nasiah, Ketua Bank Sampah Ngudi Lestari, RW 07, Kelurahan Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang menjelaskan bagaimana mulanya berdiri Bank Sampah Ngudi Lestari. Wilayah itu masuk dalam daftar program Kota tanpa Kumuh (Kotaku),kemudian mendapat bantuan kendaraan roda tiga (Viar) pengangkut sampah, dan pemadam kebakaran.
Dengan topografi wilayah hulu, Tinjomoyo dinilai masih menjadi kelurahan yang perlu diperhatikan masalah kebersihan lingkungannya. Wilayah ini dilintasi Kali Garang, salah satu sungai besar di Kota Semarang. Masih banyak warga yang buang sampah dan BAB (buang air besar) di Kali Garang yang perlu diedukasi.
Secara pribadi, Umi punya dasar motivasi besar mengapa muncul keinginan mendirikan bank sampah. Dia resah banyak fasilitas umum lahan kosong yang dijadikan pembuangan sampah sembarangan orang tak bertanggung jawab.
Pun dengan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) terdekat di Pasar Jatingaleh, yang diduganya dipakai warga dari beberapa kelurahan. Bahkan, kalau pagi dia melihat sampah membludak sampai truk bisa kelebihan muatan. Tidak semua sampah bisa diangkut dalam sekali jalan.
“Warga juga suka bakar sampah. Bangun tidur sudah (menghirup) asap sampah. Itu kan gak sehat, kebetulan ada yang punya bayi bikin sesak nafas. Saya galak kalau lihat orang bakar sampah. Saya kebetulan Bu RW, ajak Bu RT untuk mengumpulkan sampah dan dijual ke pengepul. Bisa dapat uang, sekaligus mulai hilangkan kebiasaan bakar-bakar sampah oleh warga,” ujarnya.
Terbentuklah bank sampah yang saat itu masih dikelola oleh Ibu Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) setempat. Butuh gerakan bersama memperbaiki kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih dan sehat.
“Lalu, pada 2019 Bank Sampah Ngudi Lestari mendapat program CSR (Corporate Social Responsibility) dari PT Pegadaian. Kami difasilitasi bangunan permanen, alat pencacah plastik, perangkat komputer, inventaris seperti meja, lemari, dan lain-lain,” kata Umi di Bank Sampah Ngudi Lestari, usai menerima kunjungan dari perangkat pemerintahan dan penggerak PKK dari Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, siang hari itu.
Hasilkan 200 Gram Tabungan Emas
Dalam perjalanannya, Bank Sampah Ngudi Lestari sudah semakin dipercaya masyarakat kampung, hingga luar wilayah. Saat ini terdapat 12 orang pengurus, dan 217 nasabah aktif, dengan total tabungan emas hampir mencapai 200 gram. Salah satu nasabah di Bank Sampah Ngudi Lestari bahkan sudah punya tabungan emas 12 gram.
“Dia pengusaha di sini dengan banyak karyawan. Jadi dari sisa konsumsi ada banyak sampah yang bisa disalurkan ke bank sampah,” ucapnya.
Secara tonase, Bank Sampah Ngudi Lestari yang disebut jadi pionir bank sampah CSR PT Pegadaian itu, rata-rata sudah mampu menampung sampah terpilah sebanyak dua ton dalam satu bulan.
Dalam satu bulan, Bank Sampah Ngudi Lestari mampu membukukan penjualan Rp 1 juta 800 ribu – Rp 2,5 juta. Adapun laba bersih Rp400-500 ribuan per bulan tergantung jenis sampah apa yang didapat.
“Kalau dapatnya alumunium, besi, kan lumayan mahal. Jadi labanya ikut naik. Kalau dapatnya kardus, kertas marga dapatnya di bawah itu. Hasil itu untuk operasional bank sampah,” ujar Umi.
Selain di wilayah Kelurahan Tinjomoyo, tim juga melakukan kerja sama dengan menyasar sampah dari kampus terdekat untuk dijemput. Ada di antaranya, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Politeknik Negeri Semarang (Polines). Selain itu juga menyasar instansi pendidikan sekolah-sekolah, bahkan rumah ibadah gereja.
Umi bilang, pengurus bank sampah terus melakukan sosialisasi di luar kampung untuk memperbanyak calon sampah yang akan diubah menjadi tabungan emas. Secara rutin, data hasil pengumpulan sampah selalu diperbaharui untuk disampaikan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang.
Program Naik Haji jadi Daya Pikat
Dalam mewujudkan visi-misi bank sampah, Umi dan para pengurus melakukan strategi sosialisasi dan edukasi kepada warga tentang program-program PT Pegadaian. Melalui pertemuan RW/PKK, warga diajak untuk memilah sampah menjadi tabungan emas.
Dari memilah sampah secara pribadi, pengurus bank sampah melakukan penjemputan, penimbangan dan pencatatan. Sesudah dihargai dan mendapat uang dari hasil penjualan ke pengepul, nilainya dicatat di buku tabungan emas pribadi warga di Pegadaian.
“Nilainya otomatis masuk ke buku tabungan emas warga. Harga emas sekarang sudah lebih Rp1 juta 300 ribu karena dapatnya emas Antam,” kata Umi yang juga Ibu RW 07 itu.
Untuk menarik nasabah, kata Umi, ada program-program lain. Bilamana tabungan emas warga sudah mencapai berat 3,5 gram bisa digunakan jaminan untuk mendaftar porsi haji dan umroh difasilitasi PT Pegadaian.
“Tanpa harus mengeluarkan uang Rp25 juta kan baru dapat porsi haji. Melalui tabungan emas 3,5 gram di bank sampah ini, bila dirupiahkan kurang lebih hampir Rp4 juta sudah bisa dapat kuota porsi haji,” ucapnya.
Program itu dirasa cukup menjadi pemikat lain warga, selain hasil yang tampak soal kebersihan lingkungan. Ada nilai investasi tambahan, sehingga masyarakat mulai melek tabungan emas.
Ke depan, Umi berharap ingin menambah unit-unit sub agen bank sampah di luar Kelurahan Tinjomoyo yang sudah mulai dijalankan. Caranya, dengan melakukan sosialisasi, menghubungi banyak instansi dan melakukan kerjasama.
Inovasi Sampah Anorganik dan Organik
Umi melanjutkan, Ngudi Lestari sudah mampu melakukan inovasi terhadap sampah anorganik seperti plastik untuk menjadi produk bernilai tambah. Misalnya kursi sofa, dengan salah satu bahannya sampah ecobrick.
Untuk sampah organik. Ngudi Lestari bergabung dengan komunitas Bank Sampah lain di Kota Semarang. Di sana, pengurus mendapat pelatihan dari beberapa lembaga pemerintah, seperti pemanfaatan sampah organik jadi kompos, pupuk cair, hingga Eco Enzyme.
Adapun pengelolaan minyak jelantah menjadi sabun, dan lilin. Kemudian pemanfaatan sampah organik untuk budidaya Maggot menjadi pakan ternak.
“Sebulan bisa dapat minyak jelantah 60-70 kg. Satu kilogram minyak jelantah bisa jadi sekira 15-25 tergantung ukuran. Lilin jualnya di bazar-bazar, untuk pelayanan akhir pekan di gereja juga, selain lewat daring seperti pemesanan melalui Whatsapp atau Instagram,” ujar Umi.
Kampung Tematik Pilah Sampah
Bank Sampah Ngudi Lestari menjadi pionir di Kelurahan Tinjomoyo, hingga akhirnya ada 8 RW di wilayah itu memiliki bank sampah. Ngudi Lestari sebagai bank sampah yang pertama kali mendapat program CSR PT Pegadaian The Gade Clean & Gold acap kali mendapat penghargaan skala kota dan nasional, serta menjadi rujukan percontohan dari wilayah lain.
Pada 2020, Kelurahan Tinjomoyo mendapat dukungan lain dari Pemerintah Kota Semarang. Tepat di seberang Bank Sampah Ngudi Lestari, dibuatkan Taman Pilah Sampah sekaligus menjadi Kampung Tematik Pilah Sampah.
Umi menyebutkan, sebuah taman senilai Rp500 juta dibangun. Di dalamnya terdapat taman bermain, taman baca, pertanian perkotaan (urban farming), kolam ikan, hingga greenhouse.
Taman Pilah sampah dimanfaatkan warga berinteraksi satu dengan lainnya, baik berhubungan dengan bank sampah atau lainnya. Bank Sampah Ngudi Lestari dan Taman Pilah Sampah itu juga sering dikunjungi baik dari institusi pendidikan, pemerintahan, dan lainnya.
Generasi Muda dan Urban Farming
Ketua Karang Taruna Nawa Sena di Kelurahan Tinjomoyo, Adelia Wahyuningtyas Maharani (26), mengungkapkan, ada sekitar 70 anak-anak muda yang ikut aktif berkegiatan di Bank Sampah Ngudi Lestari. Termasuk kegiatan turunan lainnya, yakni pertanian perkotaan atau urban farming.
“Yang jelas sebagai generasi muda gak mau nantinya banyak sampah bertambah. Padahal sampah bisa dikelola dengan baik biar gak menumpuk. Misalnya ada pelatihan membuat buket untuk sampah plastik. Semuanya itu bisa dimanfaatkan,” kata lulusan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat itu.
Di Taman Pilah Sampah, terdapat greenhouse yang saat ini ditanami sayuran. Ada kangkung yang siap panen. Di sisi luar terdapat cabai, tomat, serai, dan tanaman lain.
“Sebelumnya di sini lahan kosong yang jadi tempat pembuangan sampah, kini bisa dipakai berkebun. Kami mengajak teman-teman anak muda khususnya untuk melek akan pertanian. Belajar menanam kangkung, bayam ,sawi, dan lainnya,” ucap Adelia.
Tanaman-tanaman itu menggunakan pupuk organik yang dibuat di Bank Sampah Ngudi Lestari. Hasilnya, kangkung yang kini dipanen disalurkan ke pengusaha katering setempat. Satu ikat harganya bisa Rp4 ribu menyesuaikan.
Dicontoh Destinasi Wisata Super Prioritas Candi Borobudur
Masih pada hari yang sama, Bank Sampah Ngudi Lestari di Kota Semarang itu mendapat tamu kunjungan kerja dari pemangku kepentingan dan penggiat lingkungan dari Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Camat Borobudur, Subiyanto, mengatakan, rombongannya terdiri dari 52 dari para penggerak PKK, dan penggiat lingkungan di wilayah pemerintahannya. Pihaknya punya tujuan untuk mengamati, meniru, dan memodifikasi. Manajemen pengelolaan Bank Sampah Ngudi Lestari penting untuk dipelajari.
“Latar belakang wilayah kami darurat sampah, di Kecamatan Borobudur khususnya. Maka langkah yang dibuat, ada edaran memitigasi pembuangan sampah liar. Kami inisiasi pengelolaan bank sampah. Setiap warga ikut menjadi anggota bank sampah di tiap TPS 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Ini jadi indikator menghilangkan kebiasaan buang sampah secara liar,” kata dia.
Sebagai daerah wisata prioritas, Kecamatan Borobudur diakui punya jenis sampah beragam. Ada sisa makanan, bungkus makanan, botol air mineral, dan banyak lainnya. Dia ingin ada pola-pola ekonomi baru dari inovasi pengelolaan bank sampah.
Meski punya cukup bank sampah, diakui operasionalnya belum bisa maksimal seperti di Ngudi Lestari. Misalnya pengelolaan sampah organik untuk budidaya Maggot, pengepakan, pencacahan, untuk hasil-hasil daur ulang yang bisa menjadi produk bernilai lebih ekonomis.
“Selama ini hanya kumpul, kepak (kemas), dan jual. Kalau bisa diolah jadi produk kursi maka bisa jadi produk nilai tambah. Menarik kita temui, kerja sama dengan PT Pegadaian dengan program pilah sampah jadi tabungan emasnya. Ini yang akan kita praktikkan di tempat kami,” ujar Subiyanto.
Supaya lebih ada rasa tanggung jawab pengelolaan bank sampah, dia punya ide menerapkan bank sampah dalam pola-pola ekonomi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Percontohannya dirintis oleh Balkondes Omah Guyub Wringinputih.
Potensi Pilah Sampah Event
Bank sampah punya peluang besar menjalankan kerja baiknya menjadikan benda terbuang untuk lebih bernilai. Hal ini sekaligus membuka lebar jalan edukasi pilah sampah dan pemanfaatannya kepada masyarakat.
Selain mendapatkan sampah di lingkungan sekitar, instansi pendidikan, hingga rumah ibadah, ada potensi merengkuh lebih banyak sampah untuk menjadikannya tabungan emas. Salah satunya, sampah hasil kegiatan yang mengundang banyak orang, seperti agenda event di Semarang khususnya.
Envera sebuah gerakan pilah sampah di Kota Semarang, sudah mulai langkah baiknya untuk lingkungan. Gerakan ini sedari hulu, mengedukasi masyarakat untuk mulai memilah sampah antara organik, anorganik, dan residu.
CEO Envera, Bernadeta Yuswinda, menjelaskan, potensi sampah yang dihasilkan pada setiap event cukup besar. Event itu bisa pesta rakyat, konser, peringatan sebuah hari nasional yang mengundang animo besar masyarakat, dan lainnya.
Dia mencontohkan, Envera ikut serta dalam agenda Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang dipusatkan di Lapangan Pancasila, Simpanglima, Kota Semarang, pada Juni 2024 lalu.
“Selama tiga hari perhelatan, hampir 100 kilogram lebih sampah yang terpilah. Untuk sampah organik dalam satu hari saat itu bisa 50 kilogram. Cukup tinggi, sampah yang dihasilkan dalam acara besar seperti Harganas,” kata dia.
Sampah yang terpilah itu, kata dia, disalurkan ke bank sampah terdekat di mana tergantung wilayah event. Tujuan edukasi sudah didapat, hasil sampah yang dipilah juga bisa menjadi pemasukan bagi bank sampah.
Selain Harganas, Envera juga masuk pada event besar di Jawa Tengah yakni Jateng Fair beberapa waktu lalu. Hasilnya juga cukup lumayan, selain edukasi yang dijalankan.
“Untuk pendidikan lingkungan di institusi pendidikan, sampah organiknya kita bawa SMA Kebon Dalem,” kata dia.
Bank Sampah Perpanjang Usia Teknis TPA
Pakar Lingkungan dari Universitas Diponegoro (Undip) Prof Sudharto P Hadi, menjelaskan tentang peran besar bank sampah yang konsisten dan berkelanjutan. Tumbuhnya bank sampah bisa memperpanjang usia teknis Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di sebuah kota/kabupaten.
“Sampah kontribusinya besar untuk memperpanjang teknis usia TPA. Kalau pemerintah kota harus mencari lokasi TPA baru itu tidak mudah. Ada tantangan konflik sosial,”kata dia.
Die mencontohkan TPA Piyungan di DI Yogyakarta yang sudah penuh. Umur teknisnya sudah habis dan sudah penuh, sehingga tak lagi menerima sampah dari wilayah sekitarnya. Dampaknya, tumpukan sampah di sembarang tempat.
“Bahkan ada guyonan itu, lempar sampah sebagai olahraga. Itu dampak TPA yang penuh” kata dia.
Lebih jauh, mantan Rektor Undip itu bilang, bank sampah itu potret pemilahan limbah dari hulu atau i sumbernya. Masyarakat, difasilitasi agar sampah yang selama ini dianggap bencana anorganik, ada botol, plastik, dibuang membebani lingkungan. Barang-barang itu dibuang termasuk di sungai, sehingga sungai itu laiknya mall sampah.
“Dengan hadirnya bank sampah maka ada ruang. Imbalannya dapat sejumlah uang atau tabungan berdasarkan nilai sampah yang didapat,” katanya.
Lebih lanjut, bank sampah yang bagus, kata dia, bukan hanya sampah anorganik yang dibuat produk bernilai lain. Dalam pengembangannya, manfaat mengolah sampah organik bisa dibuat menjadi pupuk .
“Kalau itu dilakukan dengan baik bisa mengurangi beban TPS dan TPA,” tuturnya.
MengEMASkan Indonesia 2045
Annisa Lufth W Niati, Assistant manager I CSR PT Pegadaian Kanwil XI Semarang, mengutarakan, program perusahaan seperti ‘Memilah Sampah Menabung Emas’ via bank sampah punya tujuan besar. Selain tujuan keberlangsungan ekonomi hijau berbasis lingkungan, PT Pegadaian juga ingin turut ‘MengEMASkan Indonesia 2045’ melalui investasi emas.
Pada 2023, kata dia, PT Pegadaian Kanwil XI Semarang menaungi tujuh bank sampah di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Angkanya bertambah menjadi total 29 bank sampah di Jawa Tengah – DI Yogyakarta. Yang Salah satu yang paling besar di DI Yogyakarta yakni Bank Sampah Panggungharjo.
“Sekarang pendaftaran bank sampah yang baru sedang diusulkan ke nasional. Di Pegadaian Kanwil XI Semarang ada 18 tambahan yang mendaftar secara nasional. Targetnya tahun ini satu cabang satu bank sampah binaan. Di Kita ada 61 cabang total di Jateng-DIY,” kata Icha, sapaan akrabnya.
Icha mengatakan, data nasabah bank sampah di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mencatatkan 669 gram tabungan emas per 1 Agustus 2024. Dengan nilai beli emas tertinggi pekan ketiga September 2024 mencapai Rp1.343.000,00, maka aset nilai tabungan emas nasabah bank sampah wilayah itu mencapai hampir Rp900 juta.
Adapun, secara nasional terdapat 200 bank sampah di bawah naungan PT Pegadaian yang ditargetkan terus bertambah menjadi 400. Dari 200 bank sampah secara nasional tabungan bank sampah mencapai 15 Kg per 1 Agustus 2024. Artinya, ada nilai aset tabungan emas nasabah bank sampah mencapai Rp20,145 miliar.
PT Pegadaian, kata Icha, juga membuatkan organisasi naungan untuk bank sampah bernama Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia.
Sementara itu, untuk bank sampah yang ingin bergabung dalam binaan PT Pegadaian, perusahaan memberikan syarat yang tidak terlalu sulit. Bank sampah tidak akan ditarget tabungan emas.
“Kita tidak ditarget dapatnya emas berapa. Persyaratannya salah satunya, minimal ada 30 anggota aktif yang punya tabungan emas di bank sampah untuk mendaftar,” katanya.
Meroket Laba dan Nasabah PT Pegadaian
Bisnis PT Pegadaian menampakkan kinerja positif dengan mencetak laba bersih sebesar Rp 4,38 triliun sepanjang 2023. Angka ini ini tumbuh 32,7% dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp 3,30 triliun.
Mengutip keterangan pers perusahaan pada Februari 2024, Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan bilang catatan positif ini didukung oleh peningkatan Outstanding Loan (OSL). Catatan tertinggi dalam 3 tahun terakhir yang pernah dihasilkan oleh PT Pegadaian, yaitu sebesar 14,4% dari Rp59,1 triliun pada 2022 menjadi Rp67,6 Triliun.
Aset perusahaan juga meroket sebesar 12,6% dari Rp73,33 triliun pada 2022 menjadi Rp82,6 triliun pada 2023. Kualitas pembiayaan PT Pegadaian, dinilai semakin sehat hasil dari penurunan angka NPL. Di mana angkanya 1,2% pada 2022 menjadi 0,85% pada 2023.
Atas data capaian itu, PT Pegadaian mampu tingkatkan ROA (Return on Asset) sebesar 5,6% dan ROE (Return on Equity) sebesar 14,33%. Adapun PT Pegadaian mengalami rasio BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) terendah dalam beberapa tahun belakang, yaitu sebesar 66,10% pada 2023.
Atas nama manajemen dan seluruh Insan Pegadaian, Damar, berterimakasih kepada seluruh masyarakat yang loyal terhadap perusahaan dengan memanfaatkan produk dan layanan perusahaan gadai milik negara itu.
“Alhamdulillah, jumlah nasabah kami hingga 31 Desember 2023 tercatat naik 9,7% dari 21,9 juta orang menjadi 24 juta orang,” kata Damar.
Lebih lanjut, data pengguna aplikasi Pegadaian Digital per 31 Desember 2023 sebanyak 6,5 juta user. Catatann volume transaksi sebesar Rp 14,5 triliun, atau naik 72% dari tahun 2022.
Memasuki tahun 2024, lanjut Damar, PT Pegadaian berkomitmen untuk selalu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Dia juga ingin PT Pegadaian memberikan kinerja terbaiknya dengan melebarkan sayap dalam mengembangkan ekosistem emas. Hal ini, disebutnya, satu arah pada meningkatnya minat masyarakat untuk berinvestasi emas.
“Pegadaian punya ragam produk investasi emas yang dapat dimiliki dengan berbagai cara. Bisa lewat Cicil Emas, Arisan Emas, beli perhiasan melalui Galeri 24, atau menabung emas dengan produk Tabungan Emas yang bisa di akses langsung melalui aplikasi Pegadaian Digital,” kata Damar.
Selain itu, dijelaskan Damar, dalam pengembangan layanan, masyarakat tak harus datang ke Pegadaian membawa ema dalam transaksinya. Perusahaan sudah punya layanan bernama Gadai Express dan Gadai dari Rumah.
Gadai Express merupakan layanan yang diluncurkan Pegadaian untuk menjemput dan antar barang jaminan gadai dari rumah menuju outlet Pegadaian. Sedangkan dengan Gadai dari Rumah, penaksir dapat langsung mengunjungi nasabah dan menaksir barang jaminan ditempat. Melalui dua layanan ini, nasabah dapat melakukan transaksi tanpa harus ke outlet Pegadaian.
“Semua kita usahakan agar mudah dan masyarakat nyaman dalam merancang masa depannya,” kata dia.
Diaz Azminatul Abidin