Namun ketiganya belum kunjung kembali setelah beberapa hari, para istri dan warga desa cemas. Istri Ubu Dulla, Rabu kabba bahkan sering pergi ke tepi pantai sambil berharap suaminya Kembali.
Rabu Kabba menemukan sebuah perahu yang akan bersandar di tepi pantai. Namun sayangnya, perahu tersebut bukanlah milik Ubu Dulla, melainkan milik seorang pemuda dari Kodi yang bernama Teda Gaiparona.
Karena sering bersama, Rabu Kabba dan Teda Gaiparona akhirnya jatuh cinta. Namun, cinta mereka terhalang oleh adat setempat sehingga mereka memutuskan untuk kawin lari.
Meski pada awalnya tak terima, namun Ubu Dulla akhirnya merelakan istrinya bersama Teda Gaiparona dengan syarat agar Teda Gaiparona mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla seperti pada hari pernikahan mereka.
Teda Gaiparona pun menyetujui syarat tersebut. Sebagai simbol kemakmuran, Ubu Dulla diberikan sebungkus cacing nyale untuk dibawa pulang ke Weiwuang. Tidak hanya itu, keduanya juga sepakat untuk menyelenggarakan Pasola sebagai penghormatan atas kebesaran hati Ubu Dulla yang mampu menerima kepergian sang istri.
Dalam legenda ini, Pasola menjadi sebuah tradisi yang dijalankan untuk mengenang dan menghormati kebesaran hati Ubu Dulla yang mampu merelakan istrinya hidup bersama pria lain serta sebagai simbol perdamaian di antara mereka.
Tradisi ini diselelnggarakan sebagai ungkapan rasa syukur karena hasil panen yang melimpah, perekat jalinan persaudaraan, bentuk pengabdian dan aklamasi ketaatan kepada sang leluhur
Proses Upacara
Pasola dimulai dengan upacara adat nyale yang merupakan ungkapan syukur atas anugerah musim
panen dan kelimpahan cacing laut di tepi pantai saat bulan purnama. Para pemuka suku memprediksi kedatangan cacing laut, dan jika cacing tersebut gemuk dan sehat, dipercayai sebagai pertanda kebaikan dan kesuksesan panen.
Pasola hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat cacing nyale tersebut. Permainan ini melibatkan dua kelompok ksatria Sumba bersenjatakan tombak kayu berdiameter 1,5 cm dan terdiri lebih dari 100 pemuda. Meskipun tombak kayu yang digunakan berujung tumpul, permainan ini bisa berakibat fatal hingga dapat memakan korban jiwa.
Dalam pertandingan, mereka menunggang kuda sambil melemparkan tombak ke arah lawan dan menghindari serangan lawan. Suasana dipenuhi dengan derap kuda, teriakan, dan dukungan penonton, serta percikan darah dianggap memiliki makna simbol untuk kesuburan dan kesuksesan panen.
Tradisi Pasola dilaksanakan sekali dalam setahun yakni pada awal musim tanam, tepatnya pada Februari di Kecamatan Lamboya dan Maret di Kecamatan Wanokaka dan Laboya Barat/Gaura.
Umbu Franklin-Mg