SEMARANG (SUARABARU.ID)– Rapat Pleno pertama Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah tahun 2025, yang berlangsung di Aula Gedung NU Jateng, Jalan Dr Cipto 180, Semarang, Sabtu (22/3/2025), mengemuka desakan kepada otoritas pendidikan, agar meninjau kembali kebijakan full day school.
Seperti diketahui, full day school dalam beberapa tahun lalu diterapkan di satuan-satuan pendidikan (satpen), tingkat dasar dan menengah (Dasmen). Namun pro kontra atas program itu terus mengemuka.
Ketua PWNU Jateng, KH Abdul Ghaffar Rozin, yang memimpin rapat pleno bersama Rais PWNU Jateng, KH Ubaidullah Shodaqoh mengatakan, full day school atau sekolah sepanjang hari selama lima hari dalam seminggu, dengan durasi delapan jam tiap hari (pagi-sore), telah memunculkan sisi-sisi negatif, bagi peserta didik khususnya.
BACA JUGA: Pemkot Magelang Komit Berikan Layanan Aman dan Nyaman untuk Masyarakat
”Terutama peserta didik di satuan pendidikan yang tidak mampu menyediakan fasilitas ibadah shalat, sementara peserta didiknya sangat banyak. Sehingga ibadah Shalat Zuhur harus antre, hingga beberapa gelombang,” kata Gus Rozin, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/3/2025).
Menurutnya, ini berpotensi menjadikan peserta didik jenuh menunggu giliran Shalat Zuhur berjamaah, karena antreannya lama. Sehingga mereka tidak menjalankan shalat, karena durasi waktu masa tunggunya habis.
Kasus semacam ini, lanjutnya, terjadi di banyak tempat. Terutama di sekolah-sekolah di luar pesantren, sebagaimana diinformasikan peserta pleno. Karena itu, kebijakan full day school perlu ditinjau kembali.
BACA JUGA: Resmi Ditunjuk sebagai Direktur RS Anugerah Sehat Jepara, Berikut Profil Dokter Ahmad Fu’ad
Dia menambahkan, sebagai gantinya, bisa dikembalikan pada kebijakan sebelumnya, yakni enam hari sekolah dalam seminggu, waktu sekolah tidak sampai sore. Dengan kembali ke sistem lama, peserta didik memiliki waktu yang cukup untuk Shalat Zuhur.
Selain itu, madrasah-madrasah diniyah yang diselenggarakan pada siang hingga sore hari, kembali bisa semakin berkembang. Karena peserta didik bisa pulang lebih awal, atau tidak sampai sore. Maka memiliki kesempatan untuk mengikuti pembelajaran agama di madrasah diniyah pada siang hingga sore harinya, sebagaimana sebelumnya ketika full day school belum diterapkan.
Selain mendesak agar full day school digantikan dengan sistem sebelumnya, PWNU Jateng juga meminta kepada pemerintah, agar dalam melaksanakan kebijakan efisiensi anggaran pada sektor pendidikan, terutama pada besaran Biaya Operasional Pendidikan (BOP), pada satuan pendidikan dibawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), dan yang berada dibawah Kementerian Agama (Kemenag), tidak dibeda-bedakan.
BACA JUGA: MUI Imbau Khatib Idul Fitri Sampaikan Pesan yang Adem dan Menyejukkan
Dikatakan dia, saat ini yang terjadi ada selisih besaran BOP, antara satuan pendidikan dibawah Kemendikdasmen dengan Kemenag. Selisih besarannya antara Rp 400 ribu sampai Rp 450 ribu, per peserta didik.
Pembedaan ini harus diakhiri alias disamakan, tidak boleh ada diskriminasi. Karena semuanya sama-sama anak bangsa, orang tua peserta didik pada satuan pendidikan dibawah Kemenag atau madrasah-madrasah, juga pembayar pajak sebagaimana warga yang lain.
”Kami sangat berharap, dalam menindaklanjuti kebijakan efisiensi, tidak ada perbedaan besaran BOP, antara peserta didik dibawah Kemendikdasmen dengan Kemenag,” tukas dia.
Hadir sebagai peserta rapat pleno terdiri dari, unsur mustasyar, syuriyah, tanfidziyah, a’wan, ketua-ketua badan otonom dan lembaga tingkat wilayah Jateng.
Riyan