JC Tukiman Tarunasayoga
SEPAK BOLA, tidaklah salah jika dikatakan sebagai olahraga (baca permainan) yang paling menghebohkan. Kehebohan itu ada di mana-mana: Sangatlah mungkin heboh itu terjadi di lapangan ketika dua kesebelasan/tim itu bertanding; sangat mungkin juga kehebohan terjadi di luar lapangan. Kehebohan juga sangat mungkin terjadi bahkan jauh-jauh hari sebelum pertandingan diselenggarakan, bisa juga terjadi setelah pertandingan pun.
Mengapa terjadi seperti itu? Jawaban paling gampang, ialah karena terlalu banyak yang ikut main dalam sebuah pertandingan sepakbola itu. De iure yang bermain di tengah lapangan memang dua puluh dua orang pemain (saja), ditambah seorang wasit dan dua orang penjaga garis. Sebutlah semuanya hanya dua puluh lima orang. Namun de facto, mereka yang bermain di luar lapangan, wuihhhhh….. akeh banget, banyak sekali, berjibun.
Main
Justru perangai “para pemain” luar lapangan inilah yang sangat sulit dikontrol padahal banyakkkkkkkkk sekali jumlahnya; sementara yang bermain di tengah lapangan relatif sangat mudah kontrolnya karena jelas wasit dan hakim garisnya.
Mengapa para pemain luar lapangan sulit dikontrol? Jika mau ditarik garis pemisah, para pemain luar lapangan itu dapat dipisahkan dengan dua kategori; yakni mereka yang hobinya main kasar, dan mereka yang senenge main alus, bermain halus, bermain cantik.
Baca juga Apes
Dalam kata main, terkandung setidaknya empat makna, yaitu pertama, ngabotohan nganggo kertu, bermain judi menggunakan kartu; kedua, dolanan utawa dolan, karena memang hanya bermaksud sekedar untuk iseng saja apa pun yang dilakukannya itu.
Ketiga, wiwit mitontonake, segera mulai pertunjukkannya, seperti film, pentas wayang orang, dsb; dan makna keempat ialah tumindak kaya, gawe reka utawa pokal kang ora lumrah. Makna keempat ini, yaitu berbuat seolah-olah, misal dengan cara merekayasa, membuat skenario dan sebagainya; namun semuanya itu dilakukan untuk “mengatur” apa yang terjadi di tengah lapangan sana.