SENYUM Tumin (57) mengembang, saat siang itu dia menyaksikan dua tiga truk pengangkut sampah melintas tak jauh dari rumahnya di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap.
Bagi lelaki yang kesehariannya sebagai pemulung itu, sampah adalah berkah. Kumpulan sampah, baik itu plastik, kaleng bekas, limbah kulit ataupun karton, adalah cuan agar dapurnya terus mengepul.
Tiap hari truk-truk itu datang mengangkut sampah dari berbagai penjuru Cilacap, untuk membongkar muatannya di Tritih Lor, tepatnya di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
BACA JUGA: Hari Ini Warga yang Positif Corona Sebanyak 34 Orang
Lokasi itu belakangan sedang naik daun, setelah sejak 2020, pengolahan sampah dilakukan dengan menggunakan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF), untuk menghasilkan bahan bakar alternatif, pengganti batu bara. Di sini, tiap hari ratusan ton sampah ditumpuk, dipilah, diproses, dikeringkan untuk kemudian diolah menjadi bahan bakar.
Sejak ada TPST, aku dia, banyak keuntungan yang dia dapatkan. Salah satunya, dia tak harus melangkahkan kaki keliling kampung untuk mencari rongsokan, karena barang-barang buangan itu datang sendiri. Jarak rumah Tumin dengan lokasi pengolahan sampah terpadu hanya sekitar 500 meter.
”Saya kini tidak kepanasan atau kehujanan lagi. Cukup datang ke TPST RDF, memilih dan memilah sampah yang dikehendaki. Tempat pengumpulannya seperti gudang, kita bisa berteduh. Di situ tinggal mengambil dan memilah. Tak kena matahari atau hujan,” kata bapak enam anak ini.
BACA JUGA: Kantor Pencarian dan Pertolongan Semarang Bersama Lanumad Tandatangani PKS
Tumin mengakui, dirinya bersama ratusan rekan seprofesi sempat khawatir, bakal kehilangan lahan mengais sampah, pascaberdirinya TPST RDF Jeruklegi ini. Maklum, dalam bayangannya semua Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ludes akibat “diborong” isinya oleh TPST RDF ini.
”Alhamdulillah, keberadaan TPST RDF justru membantu kami bekerja lebih praktis. Kami diberi kesempatan lebih dulu mengambil sampah, sebelum diproses mesin. Ada 143 pemulung yang mengambil barang di sini,” ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam Kongres Sampah II Tingkat Jateng memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Desa Bugisan, Paseban, Klaten, pada 25-26 Juni 2022 lalu, menyatakan komitmennya untuk mengelola sampah dengan bijak.
BACA JUGA: Prodi Ilmu Komunikasi-Himalika USM Gelar PR Digital’s Day
Hal itu menurut dia, agar lebih bermanfaat bagi kehidupan dan lingkungan yang lestari, serta memberikan nilai tambah bagi keberlanjutan masa depan yang lebih baik.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, Sri Murniyati ST MSi menjelaskan, kapasitas produksi pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan, saat ini sudah mencapai 150 hingga 160 ton per harinya. Dan ditarget 200 ton per hari sesuai kapasitas mesin.
Produksi ini melesat, sejak saat beroperasi pertama kali yang baru mencapai 120 ton per harinya. Diakui dia, dengan penduduk hampir 1,9 juta jiwa dengan 24 kecamatan, sampah yang dihasilkan oleh aktivitas warga di Cilacap itu, mencapai 900 ton per hari.
BACA JUGA: Pembangunan Jembatan Wonokerto Dimulai, Pengguna Jalan Disarankan Gunakan Jalur Alternatif
Oleh sebab itu, keberadaan TPST RDF tujuan awalnya, mengatasi persoalan sampah yang tak pernah selesai. Seiring bertambahnya penduduk, sampah pun meningkat. Produksi sampah melimpah, otomatis biaya penanganan lingkungan pun naik.
Menurut Murni, demikian panggilan akrab Sri Murniyati, setidaknya saat ini 160 ton sampah yang dibawa ke TPST RDF. Sampah-sampah itu selain berasal eks kota administratif Cilacap Selatan, Tengah dan Utara, juga berasal dari berbagai kecamatan.
”Dari 160 ton itu, setelah mengalami proses pengolahan hanya 40 persen saja yang menghasilkan RDF. Itu yang dikirim ke PT Solusi Bangun Indonesia (SBI), sebagai penerima manfaat TPST. Pemkab dan SBI memang sudah lama bersinergi,” tukas Murni.
BACA JUGA: BEM FH USM Gelar Diskusi Membedah Kerusakan Lingkungan dengan Dalih Ekonomi
Dikatakan dia, berdasarkan pengamatannya, pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di kabupaten/kota di Jateng, masih konvensional. Rata-rata masih dengan model open dumping, atau sampah dibiarkan menggunung.
Kedua, sistem controlled landfill, yaitu sampah diratakan dengan tanah, lalu ditimbun. Grade paling tinggi yaitu sanitary landfill, yakni sampah ditimbun di daerah cekung, ada tanah ditimbun lagi, agar tidak menimbulkan bau.
Model sanitary landfill, imbuh Murni, membutuhkan anggaran yang cukup besar dan lahan yang luas. Berpijak dari kondisi ini, Pemkab Cilacap melakukan inovasi TPST RDF seluas tiga hektar, dengan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kedutaan Besar Denmark, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Cilacap dan SBI.
BACA JUGA: Mahasiswa USM Terima Bantuan Program Pembinaan Mahasiswa Wirausaha Tingkat Nasional
Sedangkan keunggulan TSPT, tidak perlu melakukan perluasan TPA, dan menekan ancaman kebakaran. Selain itu, zona-zona tempat pembuangan sampah sudah tak ada, dan bisa dimanfaatkan untuk bertanam.
Namun yang pasti, dengan mengubah sampah menjadi biomassa yang mensubsitusi batu bara di pabrik semen, turut serta mendukung pengurangan bahan bakar fosil. Selain itu, mendukung upaya menekan emisi karbon.
Ditegaskan Murni, pihaknya tetap melibatkan pemulung di TPST RDF. Dia menyebut mereka dengan istilah, penyelaras lingkungan, yang akan terus diberdayakan.
BACA JUGA: Kanim Kelas II Non TPI Wonosobo Libatkan Media dalam Penanganan Pengaduan Masyarakat
”Kami harus nguwongke mereka, karena terlibat dalam kegiatan di TPST ini,” imbuh Murni, sambil menyebut sampah dengan singkatan ‘Semoga Allah Melimpahkan Pahala Akan Hambanya’.
Dia pun mengaku berlega hati, pasalnya TPST RDF di Tritih Lor, sudah seperti edupark yang menjadi jujugan riset para peneliti. Lokasi ini juga menjadi perhatian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, BPPT dan sejumlah perguruan tinggi ternama, seperti ITB, UGM dan Unbraw.
”Mereka semua datang ke sini. Ada yang ingin riset dan mereplikasi. Bahkan bertanya ke kami, apa yang bisa mereka bantu untuk pengembangan kawasan ini?” paparnya.
BACA JUGA: Pangdam Tegaskan, Jadilah Prajurit Yonkav 2/TC Profesional dan Handal
Sedangkan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jateng, Dr Ir Sujarwanto Dwiatmoko MSi menjelaskan, teknologi RDF menjadi solusi mengatasi persoalan sampah, karena kandungan bahan bakunya dapat lebih bervariasi (mixed waste).
Selain itu, proses yang diperlukan juga lebih singkat, serta terdapat potensi market yang dapat menampung RDF sebagai bahan bakar.
Dia menilai, karakteristik sampah di Indonesia, khususnya di Cilacap yang mayoritas merupakan sampah organik, cocok untuk diolah menggunakan teknologi RDF. Volume sampah atau limbah di TPA Jeruklegi sendiri, mencapai sebesar 160 ton per hari, dan diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 0,39 persen per tahun, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk.
BACA JUGA: Di Wonogiri, TNI-Polri Bersinergi Tingkatkan Patroli Malam Hari
Kontribusi Pemprov Jateng, lanjut Jarwanto, dalam penyediaan dukungan biaya operasional dan berkontribusi investasi sebesar Rp 10 miliar. Sedangkan Pemkab Cilacap investasi Rp 3 miliar untuk keperluan penyediaan tanah, akses jalan, penambahan armada, truk dan biaya operasional.
Lalu Kementerian KLHK berperan dalam penyediaan peralatan maupun pemberian surat garansi dari Pemerintah Denmark sebesar Rp 44 miliar, Kemudian PUPR berkontribusi dalam penyediaan infrastruktur, pelaksanaan pekerjaan sipil, serta pembuatan DED.
”SBI selaku off taker bahan bakar RDF, juga berinvestasi sebesar Rp 13 miliar untuk modifikasi atau penambahan peralatan, agar dapat menggunanan RDF sebagai bahan bakar pembuatan semen,” tandasnya.
Tim SB