SORE itu, Gedung Kesenian R. Soetedjo di Karanganyar, Purwokerto Kidul, Kabupaten Banyumas tampak ramai. Bukan hanya warga Purwokerto atau Banyumas saja yang hadir ke sana. Ya, sore itu, para tamu yang hadir dalam acara Semarak KaTa Kreatif, Juni 2024 lalu, di Purwokerto, diundang untuk menyaksikan pertunjukan drama tari yang menyentuh.
Judul pergelaran ini adalah Srikandi Mahawira yang dimainkan oleh Sanggar Jagabaya Nusantara, Purwokerto. Menyebut nama Srikandi, tentu kita tak bisa lepas dari epos Bharatayudha, perang besar antara Pandawa melawan Kurawa. Srikandi, istri sang Arjuna, dikenal sebagai pemanah ulung.
Dan alkisah, sang Resi Bisma yang sudah tua tetapi tak juga berpulang. Dan, Bisma dikenal sebagai sosok yang mampu menentukan kapan kematiannya datang.
Bisma telah memilih hari keberangkatannya ke dalam keabadian. Setelah dihujani panah oleh Srikandi, Bisma tersungkur. Arjuna pun menancapkan tiga anak panah di bawah kepala Bisma sebagai bantal. Bisma merestui tindakan Arjuna, dan ia mengatakan bahwa ia memilih hari kematian ketika garis balik matahari berada di utara.
Begitulah kisah gugurnya sang Resi Bisma. Tetapi mengapa harus Srikandi yang menewakannya lewat anak panah yang menancap di tubuh Bisma. Kisah inilah, yang kemudian diagarap oleh Sanggar Jagabaya Nusantara.
Sumpah Sang Bisma
Pertunjukan diawali dengan kisah Bisma adalah putra Raja Santanu, yang bersumpah menjadi Brahmacarya, yang terkenal dengan sumah wadat, yaitu tidak akan menikah selama hidupnya. Sumpah ini dilandasi alasan, ketika ayahnya hendak menikahi Dewi Satyawati. Bisma muda dimainkan Dwi Pamungkas dan Dewi Amba diperankan Resti Ervina.
Gelaran Srikandi Mahawira yang apik mengesankan, dengan gemulai dan dinamisnya tarian serta iringan musik ini disutradarai oleh Ridwan Bungsu.
Sang Dewi menyatakan bersedia menikah dengan Raja Santanu, tetapi, anaknyalah yang kelak harus menjadi raja, bukan Bisma putranya. Bisma yang berjiwa ksatria, mengalah dan menyatakan sumpah wadatnya itu, demi bakti pada ayah dan negaranya.
Setelah prolog, kemudian masuk dalam adegan perang Bharatayuda, yang bergemuruh dan gemerincing senjata saling beradu, satu, dua, tiga prajurit jatuh dan gugur. Dan hadirlah di sana perempuan prajurit gandewa, prajurit pemanah yang dipimpin seorang perempuan sebagai panglima, yaitu Srikandi. Srikandi diperankan oleh Zahra Dwi Karunia dengan semangat juang tinggi memimpin pasukan pemanah menuju medan pertempuan Kurusetra.
Sementara itu Sang Bisma tua juga memimpin pasukan Kurawa untuk melawan Pandawa yang dipimpin Srikandi, sang takdir yang bakal mengakhiri hidupnya.
Peperangan antara Pandawa-Kurawa yang tragis ini tersaji dengan tarian yang indah, dimainkan oleh para penari yang tentunya dengan Latihan sangat serius. Pasukan Kurawa bertemu Pandawa di Kurusetra. Sebelum bertemu Bisma, Srikandi terlebih dahulu melawan Cakil. Barulah setelah Cakil kalah, Bisma dengan keanggunannya tampil.
Flash Back
Ada sajian flash back sebelum terjadi peperangan Srikandi melawan Bisma. Bisma (tua) diperankan oleh Bagus Satria memenangi sayembara yang diselenggarakan Raja Kasya dari Kerajaan Kasi.