SEMARANG (SUARABARU.ID) – Staf Khusus Ketua BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) Antonius Benny Susetyo mengatakan, pembumian Pancasila untuk menjadi living ideology (budaya yang hidup) bisa dilakukan dengan menggunakan dongeng.
Dongeng yang diceritakan oleh orang tua pada masa anak-anak masih kecil, akan membekas di dalam kehidupannya, kemudian nilai-nilai pesan yang ada pada dongeng itu bisa menjadi kebiasaan hidup pada masa selanjutnya.
“Dongeng bisa tertanam dalam sanubari, menjadi habitualisasi yang mengajarkan kebijaksanaan dan membangkitkan cinta tanah air, bangsa, dan masyarakat,” kata Romo Benny dalam perbincangan di Hotel Getz Semarang, Senin (18/7/2022).
Dia menuturkan, Ketika dulu orang tua mendongeng tentang Kancil dan Pak Tani, kemudian tertanam dalam sanubari yang terbawa hingga dewasa, tentang mana yang baik dan buruk. Juga tentang Semut dan Gajah, bahwa yang kecil bisa mengalahkan yang besar dengan kecerdasan dan kerja sama atau gotong-royong.
Lelaki kelahiran Malang 52 tahun lalu ini menyebut, living ideology yang tetap harus dijaga misalnya anjangsana, silaturahim, bela rasa, gotong-royong.
“Lihat saja, gotong-royong bangsa kita mampu mengatasi pandemi covid-19. Warga yang bersedia divaksin, karena kesadaran agar bisa menjadi kebal dan tidak menularkan virus pada orang lain adalah kesadaran untuk mengasihi sesama,” ujar Romo Benny.
Selain living ideology juga dibutuhkan working ideology sebagai wujud solusi transfer sila ketiga dan kelima dalam Pancasila. Misalnya pembangunan infrastruktur yang tidak hanya berpusat di Jawa, banyak sekali waduk dibangun di NTT untuk meningkatkan ketahanan pangan.
“Persatuan dalam sila ketiga itu diwujudkan dengan tidak membeda-bedakan daerah satu dengan yang lain, suku satu dengan suku lainnya. Semua dilakukan untuk pemerataan, demi terwujudnya sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial, kesejahteraan warga negara,” tambah Romo Benny.
G-20 Diplomasi Menlu
Working ideology ini, kata dia, bisa diimplementasikan pada Konferensi Tingkat Tinggi G-20 yang akan berlangsung di Bali. “Ini diplomasi para menteri luar negeri. Sebagai pemegang Presidensi G-20, ini kesempatan bagi Indonesia untuk menawarkan alternatif guna membangun keadaban dunia yakni tata dunia baru,” kata Romo Benny.