TUBAN (SUARABARU.ID) – Perseteruan antarpengurus Tempat Ibadah Tri Darma (TITD/Kelenteng) Kwan Sing Bio Tuban, Jatim, belum menemui titik terang. Konflik ini berawal dari perbedaan pandangan di internal pengurus hingga perdebatan status kelenteng atau vihara. Sejak 2013-2020, Kelenteng Kwan Sing Bio di bawah pengurus demisioner sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) TITD Kwan Sing Bio.
Namun, dalam perjalanannya konflik terus berlanjut. Yang terbaru, pengurus demisioner dan pemimpin Khonghucu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Jumat (11/9). Tergugat adalah Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimmas) Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Farida Sulistyani, kuasa hukum pengurus demisioner Kelenteng Kwan Sing Bio, mengemukakan objek gugatan di antaranya tanda daftar Rumah Ibadah Buddha (08.60.35.23.00708) tertanggal 8 Juli 2020 yang dikeluarkan oleh tergugat, Surat Dirjen Bimmas atau tergugat No B1196.DJ.VII/DT.VII.1/BA.01.1/07/2020, lalu Sistem Informasi dan Organisasi Rumah Ibadah yang termuat dalam sioribuddha.kemenag.go.id yang diterbitkan sesuai dengan Surat Keputusan Tergugat No 324/2017 Tentang Petunjuk Teknis Sistem Informasi Organisasi dan Rumah Ibadah Buddha yang memuat dan menyebutkan adanya Tempat Ibadah Buddha di Tuban 0 Tahun dengan Ketua berinisial M.
Menurut Farida, dasar pengajuan gugatan dengan terbitnya Surat Tanda Daftar Rumah Ibadah Buddha pada 8 Juli 2020 oleh Dirjen Bimmas Rumah Ibadah Buddha No 08.60.35.23.00708 atas Kelenteng Kwan Sing Bio. Bahkan, Dirjrn Bimmas Buddha telah memuat dalam sioribuddha.kemenag,go.id bahwa terdapat tempat ibadah Buddha di Jatim (yang dimaksud Kelenteng Kwan Sing Bio) dan usianya 0 tahun. Padahal, Kelenteng Kwan Sing Bio telah berumur lebih dari 200 tahun.
Sebelumnya, terkait kehadiran M dan kawan-kawan 13 Oktober 2019, Bambang Djoko Santoso, salah seorang pengurus demisioner, telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Tuban. Majelis hakim PN Tuban kemudian mengeluarkan Putusan Sela No 11/Pdt.G/2020/PN Tbn.
Melawan Hukum
Putusan akhir perkara No 11/Pdt.G/2020/PN Tbn pada 30 Juli di antaranya menyatakan M dkk sebagai Tergugat 1 dan Tergugat 10 telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan penunjukan Tergugat M sebagai Ketua Pengurus TITD Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong dan Tergugat 10 sebagai penilik masa bakti 2019-2022 tidak sah. Ini adalah keputusan hukum pengadilan yang harus dipatuhi dan dihormati bersama.
Namun, M telah mengajukan permohonan Tanda Daftar Rumah Ibadah Buddha kepada Dirjen Bimmas Buddha melalui Kanwil Kemenag Jatim. Dikeluarkannya surat tanda daftar rumah ibadah Buddha terhadap Kelenteng Kwan Sing Bio menimbulkan konflik hingga puncaknya terjadi penggembokan terhadap kelenteng pada 27 Juli 2020 oleh M Cs dari luar kelenteng.
”Penggembokan seakan-akan dari kami, padahal penggembokan itu dilakukan pihak M dari luar pintu dan dirantai. Kwan Sing Bio itu adalah kelenteng, bukan vihara. Konflik terjadi ketika dikeluarkan surat tanda daftar rumah ibadah Buddha,” ungkap Farida. Dia menegaskan kasus penggembokan telah dilaporkan ke Polda Jatim sehingga belum boleh dibuka hingga penyelidikan tuntas dilakukan oleh polisi.
Alim Sugiantoro, ketua penilik demisioner, menuturkan Kwan Sing Bio adalah kelenteng sejak 200 tahun silam. Bio itu berarti kelenteng, bukan vihara dan rumah Buddha. Perubahan status inilah yang membuat konflik semakin berkepanjangan.
”Proses pembuatan tanda daftar itu diduga tidak diverifikasi dengan cermat dan banyak yang salah. Tanda daftar itu harus dicabut agar umat Kelenteng Kwan Sing Bio bisa beribadah lagi dengan tenang,” paparnya, Sabtu (12/9).
Alim meyakini Dewa Kwan Kong yang arif, bijaksana dan berbakti itu akan membuka sendiri gambok dan pintu yang terkunci. Apabila tanda daftar rumah ibadah Buddha dicabut, dengan begitu, orang-orang akan kembali bisa beribadah dan diterima oleh Kwan Sing Teekun karena TITD Kwan Sing Bio tidak dibuddhakan.
”Negara sudah membuat kerangka pedoman dan persetujuan bersama bahwa kita harus menghormati sesame umat beragama dan masing-masing menjalankan ibadahnya sendiri-sendiri tanpa mengganggu yang lain,” jelas pengusaha properti ini.
Dia menandaskan pencabutan tanda daftar rumah ibadah Buddha dengan tulus akan membawa kedamaian dan membantu umat bisa beribadah dengan tenang dan lancar. Menghilangkan konflik dapat membantu umat beribadah, serta menjaga kamtibmas dan keamanan negara.
rr