JEPARA (SUARABARU.ID)- Tokoh pluralisme Indonesia satu ini pemikirannya seperti tidak lekang oleh zaman. pemikirannya selalu hidup dan dikaji oleh banyak orang. Konsep inklusifitas atau keberadaan keberagaman dan keberbedaan salah satu warisan yang masih terus dijaga supaya tidak padam.
Hal ini yang dilakukan oleh civitas akademika Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara bekerjasama dengan Jaringan Gusdurian Jepara, menggelar seminar nasional dengan mengangkat tema “Gus Dur dan Gagasan Pemberdayaan Inklusif”, Kamis (25/4/2024).
Konsep pemberdayaan inklusif yang paling baik menurut Gus Dur adalah ‘kolaborasi’. “Kita mendatangi ke tiap komunitas dan melakukan penguatan. Identitas tidak untuk membenarkan ataupun membetulkan identitas lain”. Ujar Inayah Wulandari Wahid, Putri bungsu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), salah satu pembicara di seminar.
Lebih lanjut Inayah mencontohkan penyandang disabilitas atau orang berkebutuhan khusus. Menurutnya mereka juga harus diperlakukan secara setara, tidak diskriminatif dan semena-mena, serta mendapatkan penghormatan dan penghargaan.
“Jika semua itu dilakukan maka pemberdayaan inklusifitas bisa tercapai, bahkan tercapainya keadilan sosial dalam sebuah negara. Negara ini ibarat tubuh, kalau ada satu bagian yang sakit, tidak diperlakukan tidak adil, masih ada ketimpangan berarti negara ini belum sehat”, terang Inayah.
Masih menurut Inayah, “Gus Dur itu kalau sekarang bisa disebut sebagai seorang influencer. Gus Dur itu tidak menginfluenc orang untuk membeli sesuatu, atau ikut sesuatu. Gus Dur itu mempengaruhi orang memberdayakan orang atau mengembalikan pemberdayaan kepada orang itu sendiri. Itu yang dilakukan oleh Gus Dur, itulah hakikat pemberdayaan” beber Inayah.
Senada dengan Inayah, salah satu aktivis perempuan Jepara yang juga Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Unisnu Jepara, Mayadina Rohma Musfiroh mengatakan konteks hari ini untuk masalah pemberdayaan inklusif adalah kemiskinan dan kesetaraan gender.
“Berbicara soal kemiskinan saat ini sebesar 9% secara nasional. Kemudian indeks ketimpangan gender, dimensi kesehatan reproduksi masih ada ketimpangan. Selanjutnya adalah jumlah legislatif perempuan yang hanya 20% dan laki-laki 78%” tegas Mayadina.
ua