Oleh: Amir Machmud NS
// siapa yang mengerti/ apa yang sebenarnya terjadi/ dalam dirinya?/ dia berada di simpang masa depan/ hanya dia sendiri yang tahu/ ada apa dan hendak ke mana…//
(Sajak “Simpang Rashford”, Februari 2025)
AKHIRNYA dia berlabuh di Villa Park bersama Aston Villa, klub yang meminjamnya hingga akhir musim.
Ada apa dengan Marcus Rashford?
Pertanyaan ekstrem mungkin terucap diam-diam: masih inginkah dia menyelamatkan masa depannya? Masihkah dia punya passion kuat bersepak bola?
Kemelut Marcus Rashford di Manchester United berakhir dengan peminjaman ke sessama klub Liga Primer, Aston Villa. Pelatih Ruben Amorim tak mampu lagi memotivasinya untuk bangkit, dan andai kondisi ini berlanjut, bukan tidak mungkin Inggris akan kehilangan anak muda yang pernah membuncahkan harapan besar bagi tim nasional “Tiga Singa”.
Legenda MU, Ole Gunnar Solskjaer yang pernah membesut MU pada 2019-2021 pernah mengatakan, Rashford — dengan sedikit kerja keras lagi — berada di level Cristiano Ronaldo, baik dalam kapasitas teknis maupun visi.
Kini justru sejumlah legenda Setan Merah “mendukung” keputusan Amorim untuk mengabaikannya dari starting eleven, bahkan dari daftar cadangan. Rashford sudah absen dalam 12 laga MU. Pelatih asal Portugal itu bahkan memberi jawaban menyakitkan, “Daripada memberi tempat kepada Rashford, mending saya memainkan Jorge Vital….” Vital adalah pelatih kiper yang berusia 63 tahun.
Terhadap narasi Amorim itu, legenda MU Rio Ferdinand merespons, “Jika saya adalah pemain yang dimaksud oleh pelatih tentang hati, kebanggaan, dan ego saya, itu memalukan. Untuk seseorang yang mempertanyakan kehadiran saya dalam memberi 100 persen kepada tim, itu berarti cara mengusir Anda dengan jalan pintas”.
Ferdinand, seperti dikutip dari Sport Bible (ccnindonesia.com, 28/1/2025) mengatakan, setiap pemain punya periode penurunan performa hingga kepercayaan diri. Dia menyayangkan Amorim yang meragukan pemain ketika berada dalam situasi yang tak mendukung.
Dia berpendapat, seharusnya seorang pelatih mengajak pemain berdiskusi empat mata. Hal itu tersebut akan lebih berguna untuk pemain alih-alih disalahkan di depan media.
Terlepas dari reaksi Ferdinand, narasi Amorim itu boleh jadi adalah cara lain untuk memotivasi Rashford. Boleh jadi pula merupakan ungkapan kekesalan melihat progres sang striker dalam berbagai latihan.
Legenda yang lain, Gary Neville dan Paul Scholes mengecam Rashford, yang tidak juga bangkit dari situasinya. Pernyataan bahwa dia menginginkan tantangan baru di luar MU, menciptakan situasi complicated.
Rashford tersandera oleh sikapnya sendiri. Ruben Amorim menyiapkan opsi: melepas atau meminjamkan. Dengan pernyatannya, tersirat penyerang 27 tahun itu sudah tidak nyaman di lingkungan Old Traford, dan tidak bisa beraptasi dengan filosofi permainan Amorim.
Klub-klub peminat seperti Tottenham Hotspur, Arsenal, Borussia Dortmund, dan Barcelona, terkendala oleh harga; sedangkan AC Milan yang semula tertarik meminjam, belakangan menyatakan mundur.
Rashford juga memasang syarat berat: klub itu punya prospek juara, dan dia bisa kembali ke tim nasional yang kini diarsiteki Thomas Tuchel. Pelatih asal Jerman itu akan mengumumkan skuadnya Maret mendatang.
Setelah memastikan peminjaman ke Aston Villa, Rashford menyatakan, keputusan itu bukan hal yang sulit. Dia menjadi pemain kedua setelah Antony yang juga dipinjamkan ke Real Betis.
Peminjaman ke Aston Villa hingga akhir musim, boleh dibilang sebagai jalan keluar dari “kemelut psikologis” yang mengerumuni. “Saya ingin berterima kasih kepada Manchester United dan Aston Villa karena telah mewujudkan kesepakatan pinjaman ini,” tulisnya di akun media sosial Instagram.
“Saya beruntung karena beberapa klub mendekati, tetapi Aston Villa merupakan keputusan yang mudah. Saya sangat mengagumi cara Aston Villa bermain musim ini, dan ambisi manajernya”.
Di bawah Ruben Amorim, Rashford hanya dimainkan enam kali dari total 19 laga MU, dengan mencetak tiga gol. Terakhir dalam laga melawan Viktoria Plzen di Liga Europa yang berakhir 2-1, Desember lalu.
Sebelum keputusan peminjaman ke Aston Villa, secara realistis Rashford hanya memiliki dua opsi, yakni dipinjamkan ke Juventus hingga akhir musim, atau pindah ke Barcelona, yang sejak 2018 sebenarnya sudah tertarik. Namun kendala keuangan membuat operasi transfer Rashford menjadi sulit, karena Barca butuh menjual pemain untuk mematuhi ketatnya peraturan keuangan La Liga.
Rashford tidak menunjukkan ketertarikan terhadap minat Tottenham Hotspur, West Ham, dan Borussia Dortmund. Masalah utama yang menyulitkan kepindahan itu adalah gajinya. Gaji tinggi lebih dari 300 ribu pound per pekan, menjadi kendala bagi klub peminat. Beberapa klub bahkan enggan membayar 50 persen dari gaji per minggu. Dia berada dalam kompleksitas keadaan.
Diorbitkan Louis van Gaal
Pada 2016 Marcus Rashford diorbitkan oleh Louis van Gaal, diberi kepercayaan untuk bermain di tim utama. Bocah akademi yang waktu itu masih 17 tahun, menjawab dengan performa memesona. MU pun menyambutnya sebagai wonderkid baru.
Debutnya melawan Midtjylland di Liga Europa, 25 Februari 2016 ditandai dengan kehebohan. Sebagai pemain pengganti karena Anthony Martial cedera, dia mencetak dua gol. Dia terpilih sebagai man of the match, membukukan rekor sebagai pencetak gol termuda MU di kompetisi Eropa, melewati George Best, sang legenda.
Tiga hari kemudian, Rashford melanjutkan keajaiban dalam pertandingan melawan Arsenal. Dengan gol pertamanya di Liga Primer, dia terpilih lagi sebagai pemain terbaik. Baru setelah suksesi pelatih di MU, “penyakit” Rashfortd muncul. Pada era Jose Mourinho, Ole Gunnar Solskjaer, dan Ralf Rangnick, penampilannya berubah labil, dan baru memulih di masa Erik Ten Hag, namun dia tetap menjadi langganan timnas di bawah Gareth Southgate.
Sepanjang 239 kali mengenakan jersey MU, Rashford membukukan 76 gol. Sejak 2016, dia telah 53 kali bermain untuk tim nasional Inggris dengan 16 gol.
Puncak Kematangan
Dengan usia 27, Rashford seharusnya berada di puncak kematangan, namun sinarnya meredup di bawah bayang-bayang wonderkid baru MU, Amad Diallo. Bahwa Amorim tak pernah memasukkannya dalam starting eleven, pasti dengan pertimbangan bahwa sang penyerang sedang “tidak baik-baik saja”.
Jadi, ada apa dengan Rashford, dan mengapa labilitas permainannya seolah-olah menguapkan harapan yang pernah begitu membubung sebagai bintang masa depan Inggris?
Musim ini, penyerang yang pada awalnya dikenal dengan determinasi tinggi, kecepatan, dan seni mencetak gol ala “Turn Cruyff” itu seperti kehilangan semua keistimewaannya.
Apakah dengan usia yang relatif masih muda itu Rashford akan kembali? Akankah dia menemukan klub dan pelatih dengan pendekatan yang tepat untuk mengembalikan talentanya?
Tentu sangat disayangkan, apabila pada akhirnya dia kehilangan kesempatan untuk bersaing dengan para wonderkid baru Inggris: dari Declan Rice, Phil Foden, Ollie Watkins, Cole Palmer, atau Kobbie Mainoo.
Masa depan Rashford berada di tangan dia sendiri. Dialah yang bisa mendiagnosis sendiri apa sebenarnya “penyakit” yang dirasakan. Beberapa kali dia pernah berada dalam situasi seperti ini, dan membutuhkan picu kebangkitan menjadi ”Rashford seperti semula”.
— Amir Machmud NS; wartawan Suarabaru.Id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —