blank
Timnas Indonesia U20. Foto: dok/timnasindonesia

blankOleh: Amir Machmud NS

// takkan ada yang memungkiri/ dia orangnya/ yang memberi gelar dan trofi-trofi/ takkan ada yang bisa menampik/ dia seperti bertakdir/ bersama tim muda//
(Sajak “Jejak Indra Sjafri”, 2025)

“LOCAL pride”. Ingatkah Anda pada diksi yang pernah menjadi kontroversi menghebohkan ini?

Waktu itu, tahun 2022, dengan ekspresi yang terkesan emosional, Fachri Husaini melayangkan pujian “local pride” kepada Bima Sakti, pelatih muda yang sukses membawa tim nasional U16 menjuarai Piala AFF.

Markus Horison, yang mendampingi Bima sebagai pelatih kiper, juga mengungkapkan kata-kata itu di Stadion Maguwoharjo, Sleman. Arkhan Kaka dkk meraih trofi AFF setelah mengalahkan Vietnam 1-0.

Ekspresi itu menjadi perdebatan. Fakhri dan Markus dinilai menyindir coach Shin Tae-yong, yang waktu itu belum membukukan catatan prestasi untuk Timnas Garuda.

Pada akhirnya jejak STY memang diakui. Pada 2023, dia membawa timnas untuk kali pertama lolos ke babak gugur Piala Asia di Qatar, juga mengantar timnas ke semifinal Piala Asia U23. Lalu selain meloloskan tim ke putaran ketiga Pra-Piala Dunia, juga mengerek peringkat FIFA Indonesia, dari urutan ke-174 ke 124.

Trofi-trofi dan gelar juara ASEAN di kelompok umur justru dipersembahkan oleh para pelatih lokal: Indra Sjafri, Fachri, dan Bima.

Realitas itu, pada satu sisi, memicu dikotomi penilaian tentang “produk” pelatih asing dan pelatih lokal. Hanya, Fachri dan Markus mendapat banyak respons negatif karena ekspresi local pride-nya. Keduanya menohok dengan sindiran tentang kebanggaan lokal.

Jejak Indra Syafri
Dari jejak sejarah kepelatihan di timnas, takkan ada yang bisa menampik, Indra Sjafri adalah sosok pelatih tim muda yang paling bersinar di Tanah Air.

Setelah sukses memberi gelar juara AFF U19 pada 2013, dia juga mempersembahkan trofi AFF U22 pada 2019. Yang fenomenal, dia mengantar Beckham Putra Nugraha dkk meraih medali emas SEA Games 2023: momen yang ditunggu sejak Anatoly Polosin memimpin Ferril Raymond Hattu dkk meraih emas pada 1991.

Indra juga mengantar Evan Dimas dkk lolos ke Piala Asia 2014, antara lain di babak kualifikasi mengalahkan “macan Asia” Korea Selatan 3-2. Kemenangan lewat permainan heroik — yang waktu itu membuncahkan atmosfer glorifikasi.

Ketika Februari-Maret nanti Indra membawa Dony Tri Pamungkas cs ke putaran final Asia di Shenzhen, Cina, momen itu bakal menjadi kesempatan ketiga bagi pelatih asal Sumatera Barat tersebut. Selain putaran final 2014 di Uzbekistan, tahun 2018 di Jakarta dia juga mengarsiteki tim, yang gagal di babak gugur karena kalah 0-2 dari Jepang.

Masih Banyak Celah
Suka atau tidak suka, masih terlihat celah dari tim yang sekarang dia siapkan. Setidak-tidaknya jika dilihat dari performa anak-anak asuhannya dalam Turnamen Mandiri Challenge Series 2025 di Sidoarjo, kemarin.

Dony Tri cs masih butuh pematangan dalam transisi dari menyerang ke bertahan, dan sebaliknya. Tekanan-tekanan Yordania dan Suriah, banyak dipicu oleh celah ini.

Garuda Muda kalah 0-1 dari Yordania, 0-2 dari Suriah, dan menang besar 4-0 atas India. Indra menegaskan, yang terpenting dari turnamen uji coba itu adalah mengetahui sejauh mana game plan dan taktik bisa diterapkan.

Di Shenzhen, Indonesia tergabung di Grup C bersama Iran, Uzbekistan, dan Yaman. Uji coba melawan Yordania dan Suriah di Sidoarjo memberi kesempatan untuk mengenali tipe dan karakter permainan yang mirip dengan calon-calon lawan di Grup C.

Mampukah Indra Sjafri menghadirkan ekspresi euforiatik “local pride” di Tiongkok nanti?

Inilah kesempatan ketiga bagi coach Indra setelah 2014 dan 2018, di tengah gelombang harapan kepada pelatih Belanda — Patrick Kulivert cs — yang membesut timnas senior di Pra-Piala Dunia…

Amir Machmud NS; wartawan Suarabaru.Id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah