BLORA (SUARABARU.ID) — Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blora menggelar operasi gabungan bersama stakeholder, yang terdiri dari Aparat Penegak Hukum Kejaksaan dan Kepolisian, Aparat Keamanan dari TNI Teritorial dan Aktifis Lingkungan Hidup.
Operasi gabungan tersebut adalah penertiban tanaman tebu ilegal seluas 40 hektar, di kawasan hutan di wilayah Desa Srigading, atau lebih tepatnya di BKPH Ngawenombo, RPH Bradag, yang dipimpin langsung oleh Kepala KPH Blora atau Administratur Yeni Ernaningsih, didampingi Waka Administratur, Arif Silvianto dan 5 kompi Polisi Hutannya, pada Selasa, 14 Januari 2025.
“Operasi gabungan penertiban tanaman tebu yang ilegal ini adalah dalam rangka menyelamatkan tanaman utama kami yaitu pohon jati, sekaligus mengembalikan fungsi hutan lestari, sebagaimana tugas pokok dan fungsi kami dari Perum Perhutani untuk mengelola hutan di wilayah KPH Blora,” ungkap Yeni Ernaningsih.
Selain penertiban tebu ilegal seluas 40 hektar, Kepala KPH Blora ini, juga menjelaskan kepada para petani hutan untuk mengembangkan ogroforestri yang ditentukan Perum Perhutani, yaitu tanaman pangan di bawah tegakan tanaman jati yang masuk dalam Rencana Tanam Hutan (RTH) tahun 2023 – 2024. Tebu adalah tanaman yang dilarang untuk ditanam bersama jati.
“Sesuai dengan RTH 2023 – 2024, Perhutani melarang tanaman tebu di kawasan hutan yang sudah ada tanaman jatinya, apalagi ini tidak ada pemberitahuan atau ijinnya, apalagi kerjasama dengan kami, ini bisa merugikan kami dan negara, karena semua ada aturannya, dan ada sharing, serta pungutan untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP), kalau dibiarkan kami yang kena nantinya,” ungkap Arif Silvianto, Waka KPH Blora kepada SuaraBaru.id Selasa (14/1/2025) di Pos Keamanan Hutan BKPH Ngawenombo.
Dalam operasi tersebut, pihak Perhutani tidak memberikan sangsi kepada para Petani Hutan yang menanam tebu tersebut, meskipun tertangkap tangan melakukan penanaman tebu ilegal tersebut. Menurut Administratur Perhutani, Yeni Ernaningsih, pihaknya lebih mengupayakan persuasif dulu, dengan melakukan sosialisasi agroforestri, dengan meminta petani untuk mengganti tanaman tebu menjadi komoditas tanaman pangan tumpangsari seperti jagung, padi gogo dan kedelai, sesuai dengan ketentuan salah satu BUMN pengelola hutan Indonesia tersebut.
“Kami lebih utamakan upaya persuasif dulu, meskipun sudah kita beri surat peringatan 1, 2 dan 3 di awal melalui Mantri Hutan kami, tapi mereka tetap bandel, ya kita lakukan operasi penertiban ini, kalau mau tanam tebu ada lokasinya sendiri, dan kami siap bekerjasama dalam bentuk perjanjian kerjasama, dan itu harus dalam bentuk kelompok, seperti KTH, LMDH, Gapoktan atau Koperasi, jadi tidak dikuasai perorangan saja, jadi tugas kami, melestarikan hutan, sekaligus mensejahterakan para petani hutan di wilayah kami,” kata Waka KPH Blora .
Sementara itu, Aktifis Lingkungan dari Forum Petani Hutan Jati Bumi, Tejo Prabowo mengapresiasi operasi gabungan yang digelar oleh Perhutani KPH Blora bersama TNI – Polri yang mengutamakan upaya persuasif kepada para petani hutan di wilayah tersebut. Dirinya meminta agar sosialisasi agroforestri kepada warga Desa yang berada di kawasan hutan agar lebih ditingkatkan.
“Saya apresiasi atas operasi penertiban yang dilakukan dengan mengutamakan persuasif dan edukatif kepada masyarakat petani hutan, jadi tidak langsung penegakan hukum, ke depan sosialisasi harus ditingkatkan, agar warga desa hutan tahu, tanaman apa yang cocok untuk kawasan hutan di wilayahnya, kita siap mendukung dan terlibat, kalo perlu bentuk pokja percepatan perhutanan sosial,” ungkap Tejo Prabowo.
Kudnadi Saputro